Hanya Sistem Islam yang Mampu Hentikan Impor

0
201

Oleh : Riyulianasari

Pemerintah memutuskan untuk melakukan impor garam hingga 3 juta ton pada tahun ini. Sejumlah pihak menyayangkan hal tersebut, termasuk Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Dia menilai, importasi garam sebanyak itu justru bisa membuat harga garam lokal akan merosot hingga di bawah Rp 1.500 per kilogram.

“Bila impor garam bisa diatur tidak lebih dari 1,7 jt ton, maka harga garam petani bisa seperti tahun 2015 sampai dengan awal 2018 yakni bisa mencapai rata-rata di atas Rp 1.500 bahkan sempat ke Rp 2.500. Sayang dulu 2018 kewenangan KKP mengatur neraca garam dicabut oleh PP 9,” cuitnya melalui akun Twitter @susipudjiastuti, Minggu (21/3/2021).

Adapun, dalam Pasal 3 ayat 1 PP No.9/2018 tentang Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Pergaraman disebutkan bahwa Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman dilaksanakan berdasarkan Rekomendasi dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan.

Lalu pada ayat selanjutnya tertulis, dalam hal Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman digunakan sebagai bahan baku dan bahan penolong industri, penetapan rekomendasi diserahkan pelaksanaannya kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian, demikian bunyi Pasal 3 ayat (2) PP ini.

Bukan hanya Susi, penolakan atas rencana tersebut juga disuarakan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto.

Dia menyesalkan sikap Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi yang ngotot untuk mengimpor beras dan garam pada tahun ini. “Menteri sebagai pembantu presiden, di dalam mengambil keputusan politik, harus senafas dengan kebijakan politik pangan presiden dan berupaya mewujudkan kedaulatan pangan nasional serta berpihak pada kepentingan petani,” kata Hasto melalui keterangan tertulis, Sabtu (20/3/2021), Bisnis.com.

Kebijakan impor adalah solusi cepat dan praktis dalam sistem kapitalisme sekuler Demokrasi, karena memberikan keuntungan kepada pengusaha asing. Padahal telah banyak aspirasi rakyat dari semua komponen umat yang menolak kebijakan impor, tetapi kebijakan impor tetap dilakukan tanpa memikirkan kerugian rakyat. Sungguh kebijakan yang tidak sejalan dengan semboyan politik Demokrasi yaitu ‘dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Kenyataannya kebijakan yang dilaksanakan adalah ‘dari kapitalis, oleh kapitalis dan untuk kapitalis.

Ideologi atau sistem yang dipakai sebuah negara adalah merupakan penentu semua kebijakan baik kebijakan politik di dalam negeri maupun kebijakan luar negeri. Sehingga dapat dipahami saat ini kebijakan yang diambil lebih berpihak kepada para kapitalis.

Tentu berbeda dengan sistem/ideologi Islam yang menerapkan semua hukum hukum syariah Islam di dalam semua aspek kehidupan, baik ekonomi, politik, sosial dan lain lain. Semua kebijakan diambil berdasarkan ketentuan hukum hukum syariah islam, bukan berdasarkan kepentingan atau keinginan sekelompok orang. Seorang Kepala Negara (Khalifah) wajib mengurus urusan umat di dalam negeri dan di luar negeri sesuai dengan syariah islam. Jika menyimpang dari hukum hukum syariah islam, Khalifah akan di koreksi oleh Majelis Umat bahkan Khalifah dapat diberhentikan jika melanggar ketentuan syariah Islam.

Maka dalam mengambil kebijakannya, tidak ada yang dirugikan atau lebih diuntungkan. Semua akan merasakan keadilan hukum hukum syariah islam termasuk umat selain Islam.

Seorang Khalifah tidak akan mengambil kebijakan yang merugikan rakyat, justru Khalifah akan memproduksi pangan di dalam negerinya tanpa ada intervensi dari siapapun. Kewibawaan seorang Kepala Negara di dalam Islam akan terwujud jika pengurusannya terhadap umat berdasarkan hukum hukum Allah SWT. Khalifah pula yang berwenang menentukan apakah perlu dilakukan impor atau tidak. Sehingga kemandirian pangan betul-betul dapat diwujudkan secara nyata, bukan hanya teori ambisi untuk meraih materi. Oleh karena itu jika Negara betul-betul ingin melepaskan diri dari jeratan kapitalisme global, maka Negara harus mengambil Islam sebagai solusi yang tepat untuk merealisasikannya. Inshaa Allah.

Wallahualamnbishawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here