Kasus Nia dan Ardi Bakri, Bukti Kegagalan Aparat dalam Penegakan Hukum?

0
533

Oleh: Helmi Susanti Ummu Arnazir

Lonjakan penyebaran Covid-19 belum juga usai. Namun muncul masalah baru di tengah-tengah masyarakat dengan tertangkapnya pengusaha dari kalangan kolongmerat bersama istrinya atas dugaan penyalahgunaan narkoba.

Nia Ramadhani dan suaminya Ardi Bakrie keduanya adalah publik figur yg tersandung kasus narkoba jenis sabu, untuk saat ini Nia dan Ardi hanya menjalani rehabilitasi.
Bermula dari sopir pribadi mereka maka terungkaplah kasus ini, Nia bersama sopirnya berinisial ZN di tangkap Rabu(7/72021) kemudian pada malam harinya Ardi suami dari Nia Ramadhani menyerahkan diri ke Mapolres Jakarta pusat, atas dugaan keterlibatan pengguna narkotika.

Setelah dilakukan tes urin mereka di nyatakan positif mengonsumsi sabu-sabu. Pengakuan Nia juga mengejutkan publik bahwa Nia bersama suaminya sudah 5 bulan terakhir ini mengonsumsi barang haram tersebut dengan alasan depresi karena pendemi belum juga berakhir, sungguh miris mendengar ucapannya.

Namun, proses hukum Nia dan Ardi hanya dilakukan rehabitasi, mengapa?

Alasannya jelas karena status sosial yang melekat pada keluarga Ardi Bakri. Sebagaimana kita ketahui Ardi Bakri adalah seorang pengusaha anak dari Aburizal Bakri. Siapa sih yang tidak mengenal sosok sang ayah dari Ardi Bakri? Inilah salah satu faktor yang menunjang proses hukum yang dijalani Nia dan Ardi diringankan.

Bahkan kuasa hukum Nia dan Ardi, Wa ode Nur Zainab mengatakan bahwa mereka sudah mempersiapkan dengan semaksimal mungkin untuk pengajuan permohonan rehabilitasi. Kuasa hukum menyatakan bahwa Nia dan Ardi hanyalah korban dalam penyalahgunaan barang haram tersebut, inilah alasan yang memperkuat mereka agar tidak ditahan dan hanya dilakukan rehabilitasi saja.

Dengan kebijakan yang diambil aparat penegak hukum atas kasus Nia dan Ardi membuat masyarakat geram atas putusan yang dia ambil oleh aparat penegak hukum. LP3HI juga menyayangkan atas putusan ini, seharusnya putusan rehabilitasi harus berdasarkan putusan pengadilan, LP3HI juga menilai ketidakadilan putusan ini khawatir tidak berlaku di kalangan orang orang berduit.

Dalam sistem kapitalis sekuler hukum bisa dibeli, status sosial pun berbicara pepatah mengatakan Sultan mah bebas, seperti itulah hukum yang diterapkan saat ini bak pisau tumpul ke atas tajam ke bawah.

Nia dan Ardi bukanlah satu-satunya kasus hukum yang menjadi sorotan kita atas ketidakadilan pemerintah terhadap rakyatnya, banyak juga para koruptor, pejabat yang melanggar aturan di negara ini yang proses hukumnya itu di kaburkan aparat penegak hukum, bahkan para pelakunya itu sendiri tidak terjerat hukum sama sekali.

Dengan terungkapnya kasus Nia dan Ardi semakin memperpanjang deretan kasus kaum berduit yang diloloskan dari jeratan hukum.

Dari sinilah kita bisa melihat bahwa aparat penegak hukum tidak dapat menjalankan tugas mereka sebagaimana mestinya. Bahkan mereka berdalih bahwa proses hukum Nia dan Ardi tetap berjalan sesuai hukum yang berlaku. Akan sangat sulit bagi kita rakyat kecil untuk mendapatkan keadilan di negara ini .

Karena faktanya keadilan itu hanya milik pejabat dan orang berduit saja tetapi tidak berdampak untuk rakyat kecil ini adalah akibat hukum Islam tidak di terapkan yang di jalankan adalah hukum hukum buatan manusia yg mana hukum tersebut bisa mereka ubah sesuai kepentingan mereka sendiri. Ketidakadilan semacam inilah yang akan membawa kehancuran di negri ini.

Selama penguasa masih mengadopsi hukum-hukum buatan manusia dan tidak menerapkan hukum-hukum Allah, maka keadilan di negara ini mustahil dapat diterapkan.

Demikian pula rusaknya kehormatan. Hilangnya harta dan tumpahnya darah kaum Muslim tanpa ada peradilan yang adil dan sanksi hukum yang tegas. Ragam kezaliman ini adalah akibat hukum Islam terkait hudud tidak dijalankan. Yang diberlakukan adalah hukum-hukum buatan manusia. Sudah begitu, diterapkan secara suka-suka sesuai kehendak hawa nafsu mereka.

Ketidakadilan atas aparat penegak hukum semacam ini pasti membawa kehancuran. Demikian Sabda Rasulullah SAW sebagaimana dituturkan Aisyah ra., pernah orang-orang Quraisy membicarakan perkara seorang perempuan dari Suku Makhzumiyah yang mencuri. Mereka berkata, “Siapa yang bisa menegosiasikan hal ini kepada Rasulullah SAW?” Mereka berkata, “Siapa lagi yang bisa melakukan itu selain dari Usamah bin Zaid, kesayangan Rasulullah.” Lalu Usamah berbicara kepada Rasulullah SAW. Beliau kemudian bersabda, “Apakah engkau meminta keringanan dalam pelaksanaan had (hukum) di antara hukum-hukum Allah?” Beliau lalu berdiri dan berkhutbah seraya berkata:

«إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ وَايْمُ اللَّهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا»

Sungguh telah binasa orang-orang sebelum kalian. Pasalnya, jika di tengah-tengah mereka ada orang terkemuka mencuri, mereka biarkan (tidak dihukum). Sebaliknya, jika di tengah-tengah mereka ada orang lemah mencuri, mereka tegakkan (hukum) atas dirinya. Demi Allah, andai Fatimah binti Muhammad mencuri, pasti aku sendiri yang akan memotong tangannya (HR al-Bukhari).

Seharusnya hukum di negeri ini tidak boleh membedakan bedakan individu hanya karena status sosial yg di sandangnya, tetapi hukum haruslah di tegakkan Seadil-adilnya.
Allah SWT pun berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ

Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kalian penegak keadilan, sebagai para saksi Allah, walaupun terhadap diri kalian sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabat kalian. (TQS an-Nisa’ [4]: 135).

Karna sebaik baiknya hukum adalah hukum Allah yang mana jika kita terapkan maka akan terwujudlah keadilan di negara ini yang berjalan sesuai dengan syari’at Allah.

Wallahu a’lam Bishawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here