Ledakan Utang Tak Patut Dibanggakan

0
220

Oleh : Hj. Padliyati Siregar ST

Utang Indonesia bertambah lagi. Bahkan jumlahnya cukup besar dalam waktu yang relatif berdekatan atau tak sampai dua minggu.

Totalnya utang baru Indonesia yakni bertambah sebesar lebih dari Rp 24,5 triliun. Utang baru tersebut merupakan kategori pinjaman bilateral.

Rincian utang luar negeri itu berasal dari Australia sebesar Rp 15,45 triliun dan utang bilateral dari Jerman sebesar Rp 9,1 triliun.

Pemerintah mengklaim, penarikan utang baru dari Jerman dan Australia dilakukan untuk mendukung berbagai kegiatan penanggulangan pandemi Covid-19.

Padahal, baru saja Pemerintah Indonesia membenarkan bahwa Indonesia masuk pada resesi dimana ekonomi Indonesia pada kuartal III-2020 minus 3,49 yang diyakini akan berlanjut hingga kuartal IV-2020.

Tentu saja hal ini mendapat sorotan dari anggota DPR fraksi Gerindra, Fadli Zon. Dirinya bahkan menyebut Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati sebagai tukang utang keliling (pikiran rakyat Bekasi.com).

Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Luky Alfirman, dan Kepala Bagian Sustainable Economic Development East and Southeast Asia KfW, Florian Sekinger, menandatangani kesepakatan pinjaman kedua negara secara terpisah, di Indonesia dan di Frankfurt, Jerman.

Sungguh sangat miris, kekayaan alam Indonesia melimpah ruah. Mulai dari kekayaan rempah-rempah, kekayaan Laut, kekayaan wisata, Gunung Emas, Tambang Batu Bara, dan berjuta kekayaan alam lainnya. Semuanya sebenarnya bisa dikelola oleh bangsa kita sendiri dengan baik dan bersih, tanpa perlu dikorupsi.

Ironisnya, bangsa ini terus menerus menumpuk hutang luar negeri. Selain hutang, Indonesia juga mempunyai masalah besar lainnya, yaitu Koruptor. Permasalahan korupsi akan semakin memperburuk dan mempercepat bobroknya sebuah bangsa.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengindikasikan adanya kemungkinan seumur hidup bangsa Indonesia akan terjerat utang. Oleh karenanya, diperlukan solusi untuk menyelesaikan hutang luar negeri dan mengatasi korupsi. Jika tak mampu menyelesaikan kedua masalah tersebut, maka Negara ini akan selesai.

Kesalahan cara pandanng yang di adopsi dalam sistim kapitalis terkait tata kelolanya dilaksanakan orang-orang bermental kapitalis yang hanya memikirkan keuntungan pribadi dan kelompoknya. Pengawasan pun lemah karena negara hanya berperan sebagai regulator bagi kepentingan kapitalis.

Tentu saja,dengan angka sebesar itu, pembayaran cicilan pokok dan bunga utang menjadi salah satu alokasi terbesar dalam APBN. Kas negara tersedot untuk bayar utang tiap tahun. Makin besar jumlah utang, jumlah kas negara yang tersedot untuk bayar cicilan utang juga makin besar. Akibatnya, kapasitas APBN untuk pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat makin terbatas.

Tak ada yang gratis dalam paradigma kapitalis. Utang yang mengandung riba tersebut memiliki potensi bahaya politis atas negeri karena menjadi alat campur tangan dan kontrol pihak asing terhadap kebijakan pemerintah. Utang semacam ini jelas hukumnya haram. Karena diperoleh dengan syarat yang melanggar hukum syara’.

Konsekuensi politis utang ini pun kentara dalam banyak kebijakan dan produk perundang-undangan. Selain itu, terus menerus menumpuk utang dengan beban bunga yang tinggi akan menjerumuskan negeri dalam jebakan utang riba (debt trap). Kedaulatan negara pun terancam serta menjadi alat penjajahan bagi negara-negara Kapitalis kepada negara-negara berkembang.

Inilah buah pahit yang harus dirasakan masyarakat luas ketika pemerintah hadir sebagai pelaksana sistem kehidupan sekuler, khususnya sistem politik demokrasi dan sistem ekonomi kapitalisme. Sungguh patut kita renungkan peringan Allah SWT berikut,

ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُون-:

“Telah tampak kerusakan di darat dan lautan akibat perbuatan tangan manusia, supaya Allah swt merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.(TQS Ar Ruum [31]: 41).

Mengundang Azab Allah SWT

Selain bisa membangkutkan negeri ini, tentu seluruh utang itu disertai bunga alias riba yang diharamkan oleh Islam. Justru di situlah masalah terbesarnya. Pasalnya, utang disertai riba itu pasti akan memunculkan bahaya terbesar: datangnya azab Allah SWT. Rasul SAW bersabda:

« إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِيْ قَرْيَةٍ، فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ »

Jika zina dan riba telah tersebar luas di satu negeri, sungguh penduduk negeri itu telah menghalalkan azab Allah bagi diri mereka sendiri (HR al-Hakim, al-Baihaqi dan ath-Thabrani).

Selain itu, perekonomian yang dibangun di atas pondasi riba tidak akan pernah stabil. Akan terus goyah bahkan terjatuh dalam krisis secara berulang. Akibatnya, kesejahteraan dan kemakmuran yang merata untuk rakyat serta kehidupan yang tenteram akan terus jauh dari capaian.

Alhasil, utang dalam negeri maupun luar negeri itu harus segera diakhiri. Perekonomian juga harus segera dijauhkan dari riba. Perekonomian harus segera diatur sesuai syariah Islam. Hanya dengan kembali pada syariah Islamlah keberkahan akan segera dilimpahkan kepada bangsa ini. ***

WalLâh alam bi ash-shawâb.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here