Mengapa Tergesa Esahkan UU Minerba?

0
519

Oleh: Hj. Padliyati Siregar ST

Di kala pandemi Corona menjadi fokus penanganan di tengah masyarakat, DPR RI dikabarkan bakal mengesahkan Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba) Nomor 4 tahun 2009 tanggal 8 April lalu.

Padahal, pengesahan RUU Minerba tersebut telah banyak ditolak dan mendapat protes aksi besar-besaran pada akhir September 2019 lalu yang bahkan menyebabkan banyak korban. Hingga akhirnya, RUU Minerba pun berhasil ditunda oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Menyoal wacana pengesahan kembali RUU Minerba ini, para kalangan peneliti dan aktivis pertambangan menyampaikan kecaman mereka. Pasalnya, pengesahan RUU tambang saat kondisi seperti ini dinilai melanggar secara proses dan substansi.
Tak hanya prosesnya dilakukan secara diam-diam dan mengambil kesempatan saat pandemi corona, RUU Minerba yang akan disahkan DPR itu, dipandang juga bisa mengancam hilangnya mata pencaharian masyarakat utamanya di sekitar tambang.

Kombinasi absennya pengutamaan kepentingan bangsa dengan ketergesaan pembahsan revisi UU Minerba tak dapat di hindari merebakkan aroma tak sedap.

Rakyat perlu memelototi lebih ketat kinerja anggota DPR yang baru bertugas. Latar belakang sebagian besar dari mereka sebagai pengusaha memicu kekhawatiran: mereka bisa saja menggunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya ketimbang kepentingan publik.

Berdasarkan penelusuran lembaga non-pemerintah pemerhati isu sumber daya alam Yayasan Auriga Nusantara dan Tempo, setidaknya ada 262 (45,5 persen) orang dari 575 anggota DPR itu yang terafiliasi dengan perusahaan. Singkatnya, wakil rakyat periode 2019-2024 ini banyak yang memiliki latar belakang pengusaha.

Perlu diingat yang terjadi pada DPR periode lalu, ketika revisi sejumlah undang-undang lebih menguntungkan pengusaha, tidak bisa diabaikan. Ada potensi konflik kepentingan yang bisa mendorong anggota DPR periode ini melakukan hal serupa, yakni mengutamakan kepentingan pribadi ketimbang publik.

Produk Undang-Undang (UU) yang dihasilkan pemerintah masih cenderung pro pemodal dan kapitalis. Akibatnya, rakyat sering menjadi korban produk hukum tersebut. “Undang-Undang investasi semacam UU Air, tembakau maupun buruh itu propemodal sehingga menimbulkan permasalahan.
Lahirnya produk hukum prokapitalis ini tidak terlepas dari dampak proses liberalisasi yang berkembang pada bangsa ini. Liberalisasi menjadikan kaum pemodal atau kapitalis sangat kuat dalam mengintervensi terhadap penentuan kebijakan (UU). “Begitu pula kontrol pemerintah melalui legislatif sangat lemah sehingga kapitalis bisa mempengaruhi semua aspek”.

Agenda Revisi pemerintah ini sesungguhnya lebih kental nuansa keberpihakan pada pengusaha,kita lihat ada 7 maskapai pertambangan batu bara besar yang akan segera terminasi (berakhir masa kontrak).

Umumnya merupakan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi pertama dengan kapasitas terbesar.

Tentu ini menjadi perhatian anggota DPR RI agar bisa melihat dengan jelas dan jernih agar bangsa terhindar dari kerugian yang sangat besar bila revisi UU minerba dilaksanakan.

Ini semakin menegaskan watak rezim kapitalis yang berpihak pada kepentingan segelintir elit dan abai terhadap maslahat rakyat. Mereka opurtunis di tengah wabah bahkan hilang empati terhadap derita rakyat.

 

Hukum Islam Solusi Negeri

Berbagai UU bermasalah yang ada bersumber dari Demokrasi.Jika masih mempertahankan sumber masalah takkan memberi perubahan hakiki yang diharapkan. Apalagi mewujudkan keadilan yang mereka suarakan. Energi telah habis dengan sia-sia. Masalah juga tak kunjung selesai.

Islam menegaskan bahwa manusia tidak layak membuat aturan hidup. Allahlah Yang berhak membuat aturan hidup. Sebagaimana firman Allah SWT:

إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ

“Menetapkan hukum hanyalah hak Allah” (QS Al-An’am : 57)

Karena itu Islam menentang demokrasi.
Pasalnya, demokrasi menetapkan bahwa kedaulatan di tangan rakyat dan rakyat adalah sumber kekuasaan. Prinsip ini sangat bertentangan dengan Islam yang menyatakan bahwa kedaulatan milik Allah SWT, bukan di tangan rakyat. Artinya, Allah SWT sajalah sebagai Al-Musyarri’. Sementara manusia hanya pelaksana.

Pemberlakuan hukum buatan manusia berarti menggunakan peraturan yang bukan berasal dari Allah SWT. Ini berarti pemberlakuan hukum kufur. Allah SWT berfirman:

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

“Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin” (Q.S Al Maidah: 50)

Islam mengharamkan seorang Muslim untuk meninggalkan akidah Islam. Siapa saja yang murtad dari Islam akan diberi tempo untuk bertobat selama tiga hari. Jika tidak kembali, dia akan dibunuh, disita hartanya, dan dipaksa diceraikan dari istrinya (jika istrinya Muslim). Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ بَدَّلَ دِيْنَهُ فَاقْتُلُوْهُ

“Siapa saja yang mengganti agamanya maka bunuhlah.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Islam menetapkan bahwa seseorang tidak boleh melakukan suatu perbuatan atau menyatakan suatu pendapat kecuali yang dibenarkan oleh dalil-dalil syariah. Islam mengharuskan kaum Muslim untuk menyatakan kebenaran di mana saja dan kapan saja.

Selain itu, Islam telah menetapkan sebab-sebab kepemilikan harta (bekerja, warisan, kebutuhan harta minimal sekadar mempertahankan hidup, pemberian negara kepada rakyat dari harta negara, dan harta yang diperoleh seseorang tanpa adanya pengorbanan harta maupun tenaga), pengembangannya (berdagang, kerja sama bagi hasil), dan tata cara penggunaannya.

Islam pun telah menetapkan jenis-jenis kepemilikan yang harus dijamin dapat terselenggara sebaik mungkin oleh negara. Islam mewajibkan negara untuk menjamin kepemilikan individu, kepemilikan bersama/umum dan milik negara.

Jadi, tidak ditemukan adanya kebebasan dalam kepemilikan harta dalam Islam. Seluruhnya diatur dan dibatasi dengan hukum syariah yang tidak boleh dilanggar oleh siapa pun.

Begitu juga terkait semua perbuatan seorang Muslim wajib terikat dengan perintah dan larangan Allah SWT, Sang pencipta manusia dan kehidupan. Dari penjelasan itu semua, maka dapat dipahami bahwa umat membutuhkan sistem Islam yaitu Khilafah yang tegak di atas akidah yang benar. ***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here