Ulama Pewaris Para Nabi

0
478

Oleh : Marwah Fidriyanti

Di dalam Al Quran Allah berfirman bahwa
ulama adalah mereka yang takut kepada Allah subhanahu wata’ala sebagaimana firman-Nya:

…إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ

“…Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Fathir: 28).

Imam Hasan al-Bashri menjelaskan ulama adalah orang yang takut kepada Allah Yang Maha Pengasih, dan menyukai apa yang disukai oleh Allah dan menghindari apa yang dimurkai Allah. (Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi)

Ibnu Abbas menjelaskan, ulama adalah orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, yang menghalalkan apa yang telah dihalalkan oleh Allah dan mengharamkan apa yang telah diharamkan-Nya, menjaga perintah-perintah-Nya, dan yakin bahwa dia akan bertemu dengan-Nya yang akan mengisap dan membalas semua amalan manusia. (Imam Al-Qurthubi, Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an).

Kita semua tahu, para Nabi diutus oleh Allah untuk membina dan membimbing umat dari jalan kesesatan menuju jalan kebenaran dengan berlandaskan pada wahyu. Menuntun umat menuju kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat. Mengentaskan umat dari kegelapan dan kehancuran. Menyelamatkan umat dari kebodohan dan kenistaan.

Dan yang terpenting, menyampaikan amanat risalah dari Rabb Semesta Alam. Itulah tugas nabi. Demikian juga sejatinya ulama, ia adalah penerus estafet perjuangan nabi. Ia adalah pemangku tugas nabi. Semua tugas nabi, ia yang mewarisinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ، إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَاراً وَلاَ دِرْهَماً إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنَ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu. Barang siapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. Tirmidzi no. 2681; HR. Ahmad (5/169); HR. Ad-Darimi (1/98); HR. Abu Dawud no. 3641).

Dalam sistem kapitalis sekuler ini muncullah ulama-ulama yang memanipulasi ayat -ayat al qur’an semata-mata demi meraih ambisi pribadi dan keuntungan duniawi. Entah berupa harta, jabatan atau ambisi kekuasaan. Mereka tidak lagi takut kepada Allah, mereka lebih condong kepada penguasa yang dzalim.

Keimanan mereka telah di beli dg dunia.
Semua ajaran Islam yang kira-kira berbenturan dengan akal mereka, maka mereka tolak dan mereka mengkriminalisasi ajaran Islam itu sendiri. Tentu hal ini sangat miris karena mereka adalah orang yang faham tentang agama tapi dia sendiri menolak syariat yang datangnya dari Allah sebagai sang khalik sekaligus sebagai mudabir.

Rasulullah juga pernah mengingatkan akan ada keberadaan ulama jahat (su’), ulama yang dekat dengan penguasa dzalim, yang justru memberikan legitimasi atas kedzaliman penguasa itu.

Anas bin Malik ra menuturkan sebuah hadits : Kebinasaan bagi umatku datang dari ulama su’ mereka menjadikan ilmu sebagai barang dagangan yang mereka jual kepada para penguasa mereka untuk mendapatkan keuntungan bagi diri mereka sendiri. Allah tidak akan memberikan keuntungan dalam perniagaan mereka itu. (H.R Al Hakim )

Menurut Adz Dzahabi
Ulama su’ dalam sayr al a’lam an-Nubaia adalah ulama yang mempercantik kedzaliman dan ketidakadilan yang dilakukan oleh penguasa, ulama yang memutarbalikkan kebatilan menjadi kebenaran untuk penguasa atau ulama yang diam saja di hadapan penguasa, padahal ia mampu menjelaskan kebenaran.

Ulama dengan ilmunya adalah pewaris para nabi. Mereka memiliki tugas mulia dan tanggung jawab besar, yaitu meluruskan berbagai penyimpangan di tengah umat, baik yang dilakukan para penguasa atau yang lainnya, serta meluruskan setiap pemikiran yang salah dan keliru.

Berkat ulama, umat benar-benar bangkit pemikirannya secara menyeluruh tentang alam semesta dan kehidupan, yang membuahkan revolusi mengakar dan radikal, besar dan terus meningkat bagaikan bola salju. Semua itu karena umat mengambil akidah Islam dan hukum-hukumnya sebagai sebuah ideologi yang di terapkan dalam kehidupan nyata, dan mengarah pada rekonstruksi terbaik bagi alam semesta.

Ulama memiliki tugas berat dan tanggung jawab besar dalam menolak dan menyangkal setiap ideologi batil dan setiap pemikiran yang lahir darinya. Hal itu dilakukan dengan menjelaskan kerusakan dan kepalsuannya. Kemudian menghancurkannya dan mencabut dari akarnya. Lalu menggantinya dengan ideologi islam. Yang melahirkan hukum-hukum islam untuk semua aspek kehidupan.

Lantas adakah harapan kebaikan bagi umat Islam di masa depan? Adalah janji Allah dan kabar gembira dari Rasul SAW bahwa umat ini akan kembali mulia dengan kembalinya Khilafah Rasyidah ‘ala Minhajin Nubuwwah. Dan janji itu kini nampak tanda-tanda kedatangannya dengan kian derasnya gelombang kesadaran umat untuk kembali terikat dengan Islam dalam posisinya sebagai sebuah ideologi, dan menerapkan aturan-aturannya dalam seluruh aspek kehidupan.

Terlebih di tengah-tengah mereka, telah kembali tampil para ulama yang memilih istiqamah dan berpegang teguh memegang Sunnah. Meski konsekuensinya, mereka harus siap dipersekusi bahkan dikriminalisasi sebagai musuh negara dan rezim berkuasa.

Mereka inilah mutiara-mutiara dan simpul-simpul umat yang siap menjadi penjaga Islam terpercaya. Dimana loyalitas mereka hanya mereka dedikasikan untuk mencari keridhaan Allah semata. Sementara rasa takut hanya tertuju pada kebesaran Allah SWT.

Mereka tak mudah terjebak oleh hingar bingar kehidupan dunia yang hina dan fana, termasuk oleh tawaran sistem demokrasi yang penuh jebakan untuk berkompromi dengan kebatilan. Mereka inilah para pewaris Nabi, yang siap memimpin umat berjuang agar syariat ini kembali tegak dalam naungan Khilafah yang dijanjikan. ***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here