Site icon

Hukum Syariah Islam Memberikan Keadilan Manusia

WhatsApp Image 2021-01-31 at 16.36.24

Oleh : Riyulianasari

Gugatan anak kepada ayah kandungnya senilai Rp 3 miliar di Bandung, Jawa Barat, menjadi sorotan. Selain karena nilai gugatan, perseteruan antara anak dan ayah ini juga menjadi sorotan karena melibatkan anggota keluarga kandung lainnya sebagai pengacara kasus ini.

Karena warung kelontong inilah, gugatan seorang anak kepada ayah kandungnya bermula. Deden sang penggugat adalah pemilik warung kelontong yang menyewa tanah milik almarhum kakeknya sejak 2012 lalu.

Saat ini salah satu ahli waris tanah itu adalah ayah Deden, yakni R E Koswara.
Koswara dan saudaranya ingin menjual tanah itu, sehingga meminta Deden untuk menutup warungnya. Singkat cerita, Deden tidak terima.

Kemudian terjadi dinamika termasuk pelaporan Deden oleh ayahnya dengan tuduhan pencurian listrik PLN untuk warungnya. Deden pun menggugat ayah dan saudaranya, serta PLN dan BPN ke pengadilan.

Sementara itu, pihak Pengadilan Negeri Bandung berharap kasus ini bisa diselesaikan di tingkat mediasi dan berujung damai.

Sementara itu, pakar hukum Universitas Trisakti, Asep Iwan Iriawan menjelaskan, kasus gugatan adalah hak keperdataan yang merupakan hak setiap orang untuk menggugat siapapun termasuk orang tua maupun saudara kandung.

Meski demikian, kasus keluarga seperti ini lebih baik bisa diselesaikan secara mediasi. Dalam perjalanan kasus ini, pengacara Deden yang merupakan adik kandungnya, yakni Masitoh meninggal dunia karena sakit jantung, pada Senin 18 Januari lalu. Saat ini kasus ini masih berada di tahap mediasi oleh Pengadilan Negeri Bandung, Kompas TV.

Sungguh menyakitkan bagi para orang tua jika mendapat perlakuan demikian. Anak yang di kandung, dilahirkan dan dibesarkan, tapi setelah dewasa menggugat orang tuanya senilai 3 miliar. Mengapa hal ini bisa terjadi? Tentu penyebabnya adalah sistem/ideologi yang diterapkan dan diberlakukan di negara ini adalah sistem Kapitalisme yang berasaskan aqidah sekulerisme (menolak aturan agama) di dalam kehidupan individu, masyarakat dan negara. Yang selanjutnya akan menciptakan anak-anak yang beraqidah sekuler dan berwatak kapitalisme. Sehingga orang tua sendiri pun dituntut dan dipenjarakan. Negara pun menjamin kebebasan kepada individu untuk menentukan pilihannya dalam menyelesaikan persoalan waris. Apakah sesuai hukum waris adat, hukum waris Islam atau hukum waris perdata.

Di Indonesia, belum ada hukum waris yang berlaku secara nasional. Hukum waris yang berlaku di Indonesia adalah hukum waris adat, hukum waris Islam, dan hukum waris perdata. Masing-masing hukum waris itu memiliki aturan yang berbeda-beda.

Barat berhasil meracuni pemikiran umat Islam atas nama hak asasi manusia ataupun toleransi, sehingga setiap manusia khususnya kaum muslimin berbeda pemikiran tentang bagaimana pembagian warisan. Bisa jadi di dalam sebuah keluarga menginginkan pembagian warisan berdasarkan hukum adat, hukum Islam atau hukum perdata.

Artinya bagaimana cara membagi harta warisan diserahkan kepada setiap individu. Inilah yang menimbulkan perselisihan dan perbedaan pandangan yang dapat berakhir dengan konflik.

Sistem/ideologi Islam mampu menciptakan anak anak yang sholeh sholehah seperti yang menjadi harapan dan cita cita para orang tua. Aqidah islam mampu membentuk pribadi pribadi yang taqwa, taat kepada Allah SWT, taat kepada Rasulullah SAW dan taat kepada orang tua yang berlandaskan pada hukum hukum syariah Islam.

Benarlah hadis Rasulullah SAW: Ridho Allah itu tergantung pada ridho orang tua, dan kemurkaan Allah itu tergantung pada kemurkaan orang tua.

Islam telah memberikan tuntunan tentang tata cara pembagian harta warisan. Syariat Islam juga memberikan rincian dan ketentuan tentang siapa saja yang berhak menerima harta waris.

Pembagian Harta Waris dalam Islam merupakan harta yang diberikan dari orang yang telah meninggal kepada orang-orang terdekatnya seperti keluarga dan kerabat-kerabatnya. Pembagian harta waris dalam Islam diatur dalam Al Quran, yaitu pada An-Nisaa yang menyebutkan bahwa Pembagian harta waris dalam Islam telah ditetukan ada 6 tipe persentase pembagian harta waris, ada pihak yang mendapatkan setengah (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua per tiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/6).

Allah SWT berfirman di dalam Al-Quran surah An-Nisaa ayat 7 :
[ لِّلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ ۚ نَصِيبًا مَّفْرُوضًا

Artinya, “Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.” (QS. An-Nisaa : 7)

Di dalam surat An-Nisaa ayat 11 Allah SWT berfirman yang artinya, “Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya fauqotsnataini (maksudnya dua keatas), maka bagian mereka 2/3 dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh 1/2 (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-masing 1/6 dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu bapaknya (saja), maka ibunya mendapat 1/3. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat 1/6. (pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) hutangnya. (tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di Antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisaa : 11).

Dalil lainnya adalah surat An-Nisaa ayat 12 yang artinya, “Dan bagianmu (suami-suami) adalah 1/2 dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapat 1/4 dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) utangnya. Para istri memperoleh 1/4 harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh 1/8 dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) utang-utangmu. Jika seseorang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu 1/6 harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian yang 1/3 itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris). Demikian ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Penyantun.” (QS. An-Nisaa : 12).

Dalil yang lainnya adalah Al-Quran surah An-Nisaa ayat 176 yang artinya, “Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) 1/2 dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya 2/3 dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisaa’ : 176).

Inilah ketentuan hukum waris di dalam hukum Islam. Ketika semua orang memahami hukum dan negara sebagai pelaksana penerapan hukum., Inshaa Allah tidak akan terjadi persengketaan begitu rupa seperti yang terjadi di dalam sistem kapitalisme sekuler saat ini. Karena Islam adalah agama yang universal, sesuai dengan fitrah manusia, mampu memuaskan akal dan mampu menentramkan hati. Negara yang mampu menerapkan semua hukum hukum syariah adalah negara Khilafah. ***

Wallahualam bishawab.

Exit mobile version