Oleh: Rizkika Fitriani
Wacana akan adanya kenaikan iuran BPJS, hal ini muncul karena adanya ancaman defisit terkait dengan adanya penyesuaian tarif. Pengamat merespons rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan mulai Juli 2025. Anggota BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan iuran BPJS justru harusnya naik mulai 2024. Pasalnya dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 tahun 2020 tentang perubahan kedua atas Perpres 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, besaran iuran ditinjau paling lama dua tahun sekali.
Ia menyebut terakhir kenaikan iuran terjadi pada 2020. Dengan begitu, harusnya kenaikan terjadi pada 2022. Meski demikian, sampai saat ini kenaikan belum terjadi. (cnnindonesia.com, 22/07/2023)
Lagi-lagi, kenaikan biaya rencanakan, apalagi yang dikenakan tarif ini merupakan kesehatan, yang seharusnya memang sudah menjadi tanggung jawabnya negara untuk memberikan layanan kesehatan. Jika biaya dinaikkan, bagaimana nasib para masyarakat kalangan bawah? Jangankan dinaikkan, untuk biaya yang diberlakukan sekarang saja masih banyak masyarakat yang tidak terpenuhi akibat tidak sanggupnya memenuhi biaya yang diberlakukan. Lihatlah banyak kasus masyarakat yang mengidap penyakit tapi lebih memilih mendiamkan dan tidak diobati, karena faktor ekonomi. Dan lihatlah di daerah pelosok, karena minimnya fasilitas kesehatan yang tidak bisa dijangkau karena jauhnya lokasi pelayanan kesehatan. Banyak para bayi yang menderita stunting kurangny asupan gizi, lagi-lagi faktor biaya.
Apalagi diberlakukannya iuran BPJS, sehingga masyarakat untuk bisa mendapatkan pelayanan kesehatan, harusnya membayar iuran, itupun dibedakan kelasnya. Sehingga yang mengikuti BPJS ini tidaklah menjamin bahwa diberikan pelayanan yang maksimal. Banyak dari kalangan masyarakat yang mengeluh akibat tidak diberikan pelayanan maksimal karena termasuk kelas golongan bawah. Berbeda bagi masyarakat yang berbayar non-BPJS, mereka diprioritaskan dan diberikan pelayanan terbaik. Inilah fakta memilukan, padahal sama-sama manusia yang sangat membutuhkan pelayanan yang maksimal, hanya saja faktor materi menjadi pembeda untuk pelayanan.
Kapitalisasi layanan kesehatan ini merupakan bukti nyata bahwa negara lepas dari tanggung jawabnya. Memberikan layanan kesehatan pun harus ada timbal balik dengan memeras uang rakyat, tanpa memikirkan rakyat yang semakin dibuat sengsara akibat dikenakannya biaya.
Hanya Islam yang mampu menjamin memberikan fasilitas kesehatan, karena bagaimanapun juga, Islam menerapkan sistem Islam yang mengatur kehidupan. Teruntuk masalah kesehatan, ini menjadi tanggung jawab negara, dan pemimpin (Khalifah) akan dimintai pertanggung jawaban diakhirat nanti terkait jabatannya sebagai seorang pemimpin.
Islam akan menjamin memberikan fasilitas kesehatan dengan adil dan maksimal, setiap masyarakat wajib mendapatkan fasilitas kesehatan tanpa biaya yang menjadi syaratnya. Tidak boleh kesehatan dijadikan ajang untuk memperoleh keuntungan, karena sudah menjadi tugasnya negara untuk menjamin itu semua.
Islam juga akan menjamin bahwa setiap masyarakat mendapatkan pelayanan yang maksimal tanpa membeda-bedakan golongan masyarakat.
Untuk itu, khilafah memiliki sumber pemasukan yang cukup untuk memberikan fasilitas bagi setiap masyarakat, dengan mengelola pemasukan di Baitul mal yang tata kelola nya sesuai dengan syariat Islam, dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Apalagi bumi ini kaya akan SDA, wajib dikelola sendiri, bukan malah diberikan kepada asing.
Setiap ada masyarakat yang terlantar akibat lalainya negara, ini akan menjadi pertanggungjawaban pemimpin diakhirat kelak, untuk itu, Islam menjamin bahwa pemimpin bertanggung jawab atas tugasnya. Sudah seharusnya kita kembali melanjutkan kehidupan Islam, dengan mengganti sistem kapitalis dengan sistem Islam. Agar masyarakat memperoleh perubahan.
Wallahu a’lam bishawab.