kliksumatera.com

Kesalahan Pola Asuh, Cermin Abainya Negara Menyiapkan Orang Tua Dalam Mendidik Anak

Oleh : Ambuk Biru

Maraknya kasus kekerasan oleh para pemuda menjadi berita yang viral beberapa hari terakhir ini. Seperti Kasus penganiayaan Mario Dandy Satriyo (20) terhadap Cristalino David Ozora (17).

Menko Polhukam Mahfud Md menegaskan negara akan tetap menyeret Mario Dandy Satriyo (MDS), anak pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu Rafael Alun Trisambodo ke pengadilan.

Mario Dandy merupakan tersangka kasus penganiayaan terhadap David, putra dari salah satu pengurus pusat GP Anshor.

Mahfud mengaku tak habis pikir ada anak pejabat pajak yang tega menganiaya seseorang hingga koma. Menurut Mahfud, orang tua Mario, yakni Rafael juga harus bertanggungjawab atas tindakan sang anak.

“Kalau lihat videonya, itu jahat sekali. Anak tidak berdaya diinjak kepalanya, dipukul perutnya, dan macam-macam. Itu jahat sekali. Kalau perlu bapaknya dipanggil juga kok bisa punya anak kayak begini,” ujar Mahfud dalam keterangannya, Jumat (24/2/2023). Jakarta, Krjogja.com

Salah satu hal yang dikaitkan dengan perilaku buruk anak adalah kesalahan pola asuh dalam keluarga.

Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Rohika Kurniadi Sari mengatakan saat ini masih banyak anak Indonesia yang mendapatkan pola pengasuhan tidak layak. Padahal, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 telah mengamanatkan bahwa setiap anak berhak mendapatkan pengasuhan yang layak dari orang tuanya.

“Berdasarkan data Susenas 2020, masih terdapat 3,73 persen balita yang pernah mendapatkan pola pengasuhan tidak layak. Selain itu, ada 15 provinsi dari 24 provinsi yang memiliki pola pengasuhan di bawah rata-rata Indonesia. Padahal, pengasuhan anak merupakan salah satu agenda nasional untuk memberikan yang terbaik bagi anak. Hal ini mengakibatkan berbagai dampak negatif bagi perkembangan anak karena pemenuhan hak-hak anak tidak terpenuhi dengan baik, seperti hak kesehatan dan hak perlindungan,” ujar Rohika, di Temanggung.

Menurut Rohika, pengasuhan yang tidak layak akan menimbulkan perasaan mudah tersinggung dan mudah putus asa bagi anak. Bahkan, dapat mengakibatkan anak memiliki daya juang yang lemah. “Dalam hal ini, orangtua memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk memberikan pengasuhan yang baik, termasuk memberi semangat, pujian, menghargai waktu, dan lain sebagainya,” imbuh Rohika.

Kasus Mario bukan satu-satunya kasus penganiayaan yang terjadi dikalangan para pemuda, tapi masih banyak kasus lain yang sekarang tengah terjadi di kalangan para pemuda.

Hal ini dapat terjadi karena ketidak siapan seseorang dalam perannya sebagai orangtua. Kesiapan mental dibutuhkan bagi calon suami dan istri saat mengambil keputusan untuk menikah. Bukan karena aktivitas pacaran lalu mendapat dispensasi nikah dini. Pada akhirnya ketidak siapan berperan sebagai orang tua menimbulkan pola asuh yang salah pada anak.

Pendidikan keluarga merupakan pondasi utama untuk mencetak para pemuda yang berakhlak mulia, tentunya butuh orang tua yang juga memahami perannya sebagai seorang pendidik, kesadaran akan pentingnya ilmu menjadi orang tua.

Peran ini adalah satu keniscayaan, sehingga seharusnya menjadi bagian dalam kurikulum pendidikan dalam semua jenjang pendidikan. Namun saat ini hal tersebut justru tidak didapatkan dalam sistem pendidikan Indonesia. Kesadaran akan pentingnya ilmu menjadi orang tua malah menjadi salah satu peluang bisnis dalam sistem kapitalisme.

Islam memahami peran penting orang tua dalam mendidik generasi. Bila para pemuda sejak dini sudah mendapatkan pendidikan yang baik dari keluarga khususnya dari sosok ayah dan ibu mereka, maka para calon pemuda akan tumbuh menjadi sosok yang matang serta bijak pada usia balig. Tidak ada yang namanya pencarian jati diri atau krisis identitas, karena identitasnya telah terbentuk disaat proses pola asuh didikan keluarga yang terjadi sejak dalam kandungan seorang ibu, dimana orang tua yang baik menurut islam tentunya melaksanakan perintah Allah SWT dan melaksanakan ajaran RosulNya dalam menerapkan pola pengasuhan dan pendidikan anak dimana menjadikan Al Quran dan Hadits sebagai landasan dalam kehidupan.

Oleh karena itu Islam memiliki tuntunan bagaimana menjadi orang tua, tidak saja dalam menyiapkan anak untuk mengarungi kehidupan di dunia, namun juga agar selamat di akherat.

Sebagaimana dalam firman Allah SWT, Q.S At-Tahrim Ayat 6 :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ

Artinya :
Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Tuntunan tersebut akan diintegrasikan dalam sistem pendidikan mengingat setiap orang, laki-laki atau perempuan akan menjadi orang tua.

Orang tua adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya, tapi yang tak kalah penting adalah peran negara dalam pendidikan generasi. Kita membutuhkan peran negara untuk tata aturan kehidupan. Hanya dalam naungan Daulah Islam saja syariat Islam kaffah bisa diterapkan di setiap lini kehidupan.

Ini adalah bentuk tanggung jawab yang Islam bebankan kepada negara, karena Islam menyadari pentingnya generasi dalam membangun peradaban yang mulia.

Wallahu ‘alam bishawab

Exit mobile version