Oleh Diana Wijayanti, SP
Masyarakat mengeluhkan tarif listrik, yang makin melonjak di bulan ini. Mereka mengaku bahwa tagihan listrik naik cukup drastis.
Sejak awal bulan Juni, keluhan warga dilontarkan di Twitter. Mereka merasa sudah menghemat penggunaan listrik semampunya agar minim biaya listriknya. Namun nyatanya beban listrik kian melonjak.
Masyarakat menduga bahwa PLN diam-diam menaikan tarifnya atau ada subsidi silang antara warga antara golongan berKWH tinggi ke yang rendah. Tentu saja keluhan ini segera direspon oleh pihak PLN, bahwa PLN merasa tidak pernah menaikkan tarif listrik.
PT PLN (Persero) menekankan tidak ada kenaikan tarif listrik. Sebab, menaikkan tarif adalah kewenangan Pemerintah bukan PLN.
Direktur Human Capital Management PT PLN (Persero), Syofvi F. Roekman menegaskan, bahwa pihaknya juga tidak pernah melakukan manipulasi dalam penghitungan tarif. Penghitungan dilakukan berdasarkan hasil meteran yang juga bisa dilakukan oleh pelanggan sendiri.
“Prinsipnya kami tidak pernah melakukan adjustment terhadap tarif karena itu domainnya pemerintah, dan bukan domain PLN,” ujarnya melalui video conference, Sabtu (6/6/2020).
Anggota komisi VII DPR, dari fraksi PKS Mulyanto menyarankan agar PLN menjelaskan secara gamblang kepada publik, dengan membuka posko pengaduan baik on-line maupun offl-ine. Agar publik tidak semakin gaduh.
Terlebih lagi, Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Syahril mengatakan, perhitungan yang dilakukan PLN secara transparan. Oleh sebabnya, masyarakat yang tagihannya mengalami kenaikan bukan karena manipulasi atau kenaikan tarif melainkan karena pembatasan sosial. Sehingga anggota keluarga melakukan aktivitas di rumah sehingga meningkatkan pemakaian listrik hariannya.
Akhirnya diakui juga oleh PLN, bahwa perhitungan tarif bulan ini bukan berdasarkan catat meteran namun catatan rata-rata per tiga bulan. Inilah yang menyebabkan lonjakan dibilang ini.
Mengapa kenaikan listrik ini terus berkala terjadi?
Hal ini disebabkan oleh liberalisasi bidang kelistrikan yang dimulai sejak lahirnya UU Kelistrikan no 20 tahun 2002. Pengesahan UU Kelistrikan inilah yang menjadi cikal bakal lonjakan tarif dasar listrik di Indonesia.
Salah satu hal yang diatur dalam Undang-undang ini adalah mengatur Unbudling vertikal yaitu memisahkan proses bisnis PLN menjadi beberapa bagian. Di antaranya adalah pembangkit tenaga listrik, transmisi listrik, distribusi listrik dan penjualan tenaga listrik.
Unbudling vertikal inilah yang diduga kuat menyebabkan kenaikan harga tarif dasar listrik. Dalam UU ini juga diberi peluang besar bagi swasta untuk masuk dalam bisnis kelistrikan. Padahal harusnya PLN sebagai BUMN adalah pihak yang bertanggung jawab terhadap pelayanan listrik bagi rakyat di Indonesia.
Penyunatan peran PLN sebagai BUMN ini menyebabkan negara tak mampu menjamin pemenuhan kebutuhan listrik dengan mudah dan murah. Hal ini disebabkan aturan kelistrikan dari hulu hingga hilir bertumpu pada prinsip mencari keuntungan.
Prinsip meraih keuntungan sebanyak-banyaknya oleh negara ini akibat penerapan Sistem Kapitalisme dibidang Ekonomi. Akibatnya penguasa bukan lagi berperan sebagai pelayan umat namun berlaku seperti pebisnis yang menjadikan keuntungan adalah tujuannya.
Meskipun Indonesia memiliki penduduk yang mayoritas memeluk agama Islam, namun ternyata solusi Islam dalam menyelesaikan persoalan kelistrikan belumlah diketahui oleh seorang muslim.
Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT mengatur seluruh aspek kehidupan bukan hanya masalah ibadah saja.
Masalah kelistrikan ternyata juga diatur dalam Islam. Dalam Islam, Listrik termasuk dalam kepemilikan umum. Listrik termasuk dalam pembahasan api (energi).
Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW:
اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ
Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Sumber energi pembangkit tenaga listrik berasal dari migas dan batu bara yang termasuk dalam kepemilikan umum. Yang memiliki aturan tersendiri dalam mengelolanya.
Barang tambang yang sifatnya sebagai energi tidak boleh dikomersialkan dalam pengelolaan dan hasilnya. Barang tambang ini harus dikelola oleh negara (Khilafah) dan diperuntukkan bagi kepentingan seluruh warga negara.
Negara bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan listrik atas seluruh rakyat nya baik miskin maupun kaya, muslim maupun nonmuslim, di perkotaan atau dipedalaman.
Islam memandang negara sebagai ra’in, yaitu sebagai penggembala atau pengatur seluruh kepentingan warga negaranya. Negara bukanlah pedagang yang bertujuan mencari untung dari rakyatnya.
Dengan pengaturan listrik sesuai syariah Islam maka masyarakat akan bisa menikmati listrik sesuai kebutuhan dengan biaya yang sangat murah dan terjangkau. Karena negara berfungsi mengelola listrik untuk kemaslahatan umat bukan bisnis.
Saatnya umat memahami Islam dan memperjuangkan penerapan Islam secara kaffah agar pemenuhan kebutuhan, khususnya listrik bisa terpenuhi dengan baik. ***