Kliksumatera.com, PALEMBANG- Adian Napitupulu politisi PDIP secara blak-blakan membantah dirinya meminta jatah kursi komisaris di BUMN kepada Menteri BUMN Erick Thohir.
Dalam live streaming diskusi virtual ‘Bincang Santai Bersama Adian Napitupulu Uncensored’, di Kantor DPD Pospera Sumsel, Kamis (23/7/20).
Dalam kesempatan di live streaming, Adian Napitupulu mempertanyakan bukti dirinya meminta jatah tersebut. Karena dia mengaku tak pernah berkomunikasi dengan Erick Thohir selepas Pilpres berakhir.
“Jika dikatakan saya meminta jatah komisaris, buktinya apa? Saya tidak pernah berkomunikasi dengan Erick Thohir. Saya tidak pernah bertemu dengan dia, saya tidak pernah WhatsApp-an dengan dia, terakhir telponan dengan dia sejak selesai pilpres,” ujar Adian Napitupulu
Adian Napitupulu selaku Politisi PDIP tersebut ingin meluruskan bahwa bukan pihaknya yang meminta jatah kursi komisaris BUMN atau kursi menteri. Justru sebenarnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta nama.
Adian mengatakan dirinya dan kawan-kawan aktivis 98 memang sempat bertemu sebanyak tiga kali dengan Presiden Joko Widodo. “Dulu ada tiga kali pertemuan, kami dengan teman-teman 98 dengan Presiden Jokowi. Saya tidak sendirian dan ada sekian banyak orang yang bicara dan mendengarkan sama-sama. Jadi kalau saya meminta jatah komisaris kayaknya tidak benar, yang ada presiden meminta nama-nama dari kita,” ucapnya.
Adian melanjutkan, pada pertemuan terakhir pada 16 Juni 2019 di Hotel Sahid Jaya, Jokowi mengungkap kesempatan dari para aktivis 98 untuk membantu dirinya karena ada banyak posisi yang bisa diisi mulai dari menjadi menteri, duta besar, hingga kursi direksi atau komisaris BUMN. “Kita nggak minta, kita diminta dan ditawarkan. Kalau mau, (kata Jokowi) serahkan nama-namanya ke Mensesneg,” katanya.
Namun, Adian mengatakan tidak ada lagi pembahasan ataupun pertemuan dengan Jokowi selepas itu. Hanya saja Adian sempat bertemu dengan Jokowi saat dilantik menjadi Presiden kedua kalinya pada 20 Oktober 2019.
Dia kemudian bercerita mendapatkan pesan melalui aplikasi percakapan WhatsApp dari pihak istana pada 30 Oktober 2019. Dimana meminta nama-nama untuk mengisi posisi komisaris BUMN hingga duta besar.
“Tiba-tiba 30 Oktober, saya dapat WhatsApp dari Istana. Apa isinya? Minta nama-nama, longlist. Saya tanya nama-nama untuk apa, (kemudian dijawab) bisa untuk komisaris dan dubes,” kata Adian.
“Mungkin 2-3 hari setelahnya (daftar nama itu) saya antar. Nah itu kronologis sesungguhnya. Saya nggak mau kemudian dibalik seolah-olah kita yang minta. Kita yang bawa-bawa map kayak mau ngelamar pekerjaan, nggak seperti itu,” tambahnya.
Sementara itu Ketua DPD Pospera Sumsel, Tumpal Simare-mare yang menggelar diskusi tersebut mengatakan bahwa Adian menjawab apa sebenarnya terjadi mengenai pemberitaan di salah satu media nasional. “Untuk memberitahukan bahwa ini tanpa ada rekayasa bisa langsung ditanyakan, apa yang diungkapkan Adian itu adalah yang sebenarnya,” ujarnya.
Menurutnya, hal ini harus dijelaskan bahwa berita itu harus berimbang terang benderang tidak berdasarkan pendapat sepihak. “Misalnya ada pemberitaan yang tidak seimbang tentang Adian minta jatah komisaris, tadi kawan-kawan pers lihat sendiri bukan Adian yang meminta, siapa meminta sudah jelas, kawan-kawan media sudah tahu,” katanya kepada para wartawan.
Laporan : Andrean
Editor/Posting : Imam Ghazali