Objek Wisata Sungai Kasie Ditutup Imbas Banyak Keluhan Warga

0
46

Oleh : Titin Agustina

 

Melihat pemandangan yang indah dan air yang jernih, menjadi sesuatu yang memberikan ketenangan dan kebahagiaan tersendiri ketika menikmati keindahan alam yang terbentang luas seperti objek wisata Sungai Kasie di Kelurahan Lubuk Tanjung Kecamatan Lubuklinggau Barat 1,kota Lubuklinggau Sumatera Selatan yang menawarkan keindahan alam dan aliran air sungai yang sangat jernih menjadi primadona untuk masyarakat yang ada di sana.

 

Masyarakat sangat antusias dengan wisata Sungai Kasie itu, namun permasalahan mulai muncul ketika para masyarakat yang ingin ke kebun pun diminta untuk membayar karcis sebesar Rp 25.00 dikarenakan melewati wisata tersebut.

 

Para petani pun mengeluhkan pengairan air sawah mereka mulai kering karna pengerukan dan pelebaran Sungai Kasie ini,semenjak para pengunjung wisata ramai mengunjungi wisata  tersebut.

 

Puncaknya masyarakat mengadukan hal tersebut kepada pihak Kelurahan Lubuk Tanjung Kecamatan Lubuk Linggau Barat 1, mengadakan rapat di kantor kelurahan.

Dalam kegiatan rapat yang dilaksanakan di Kantor Lurah Lubuk Tanjung yang dihadiri Ketua Rt Lubuk Tanjung, Babinkamtibmas Polsek Lubuklinggau Barat 1, pemangku adat, ketua karang taruna dan perwakilan pedagang Wisata Kasie, petani dan pemilik lahan persawahan wilayah Sungai Kasie.

 

Rudi warga setempat mengungkapkan dalam rapat muncul berbagai keluhan mulai dari adanya dugaan pengerukan aliran sungai Kasie yang menggunakan alat excavator oleh pengurus wisata dan ternyata objek wisata  Sungai Kasie ini juga belum memiliki izin resmi.

 

“Adanya karcis retribusi sebesar Rp 25.00 dengan alibi uang kebersihan dan pengunjung harus bayar kalau mau menyeberang jembatan Sungai Kasie,” ujar pada wartawan, Minggu (29/7/2024) TRIBUNSUMSEL.COM.

 

Melihat masyarakat sekarang yang haus dengan tempat-tempat wisata alam maupun tempat hiburan lainnya, sejatinya menggambarkan masyarakat yang secara fisik dan  mentalnya tergoncang dengan berbagai cobaan baik itu cobaan secara finansial, pekerjaan, pendidikan, kesehatan dan bahkan masalah rumah tangga yang tidak baik.Sehingga menjadikan liburan sebagai “obat penenang jiwa”.

 

Sistem kapitalisme yang menjadi pangkal kerusakan yang ada pada saat ini.Di sistem ini pemerintah menjadikan tempat wisata sebagai tempat meraup rupiah dengan memberikan izin kepada pemilik modal (oligarki) dan sudah menjadi rahasia umum kalau tempat-tempat yang indah dan berpotensi menghasilkan uang untuk di berikan kepada oligarki tanpa melihat dampak yang akan di hadapi masyarakat sekitarnya.

 

Kebebasan kepemilikan juga menjadi asas dari sistem demokrasi, untuk bisa menguasai dan mengeksploitasi tempat -tempat yang menarik, walaupun terkadang harus merusak alam. Seperti penebangan hutan, pengerukan tanah dan penimbunan yang pada akhirnya akan menyebabkan longsor, kebanjiran dan pengikisan tanah.

 

Dan lagi-lagi masyarakat yang menjadi korban dalam kerakusan para oligarki (pemilik modal)

 

Pembangunan tempat wisata yang memanfaatkan potensi alam suatu daerah dan harapnya untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi warga sekitarnya,namun nyatanya yang mendapatkan keuntungan adalah oligarki yang berinvestasi di sektor tempat wisata tersebut.

 

Namun di sisi lain,rakyat hanya mendapatkan sedikit keuntungan,lalu pemasukan warga yang menjadi tulang punggung pun kalah dengan oligarki, sungguh miris.

 

Inilah gambaran sistem yang menerapkan aturan manusia yang hanya mengandalkan akal dan hawa nafsu,tanpa menjadikan aturan Allah SWT sebagai petunjuk dalam setiap lini kehidupan. Sehingga kita akan tergambar kerakusan para oligarki untuk terus mencari keuntungan tanpa melihat dampak dari pada kerusakan lingkungan. Dan sayangnya pemerintah hanya menjadi regulator (penengah) antara pemerintah dan oligarki.

 

Keberpihakan pemerintah kepada oligarki semata-mata hanya untuk mendapatkan keuntungan dan tidak memikirkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. jika ini terus terjadi maka kerusakan alam, kesenjangan sosial dan kemiskinan akan terus ada dihadapan kita.

 

Kita sebagai muslim hendaknya kembali kepada aturan sang pencipta kita.

Sebagaimana firman Allah SWT : “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka,agar mereka kembali ke jalan yang benar.” (TQS.Ar rum ayat 41).

 

Ketika aturan Allah SWT yang bersumber dari Al Qur’an dan Sunnah ini di jalankan dalam bingkai negara yaitu khilafah yang memimpin seorang Khalifah,maka aturan yang di jalankan akan selalu bertujuan untuk kemaslahatan umat dan kesejahteraan rakyat. Termasuk dalam hal mengelola tempat -tempat wisata maka negara akan mengambil alih tempat itu, untuk bisa dikelola dan keuntungannya akan diberikan kepada rakyat berupa fasilitas-fasilitas yang memang dibutuhkan seperti pendidikan, kesehatan, keamanan secara cuma-cuma.

Dan negara khilafah juga berkewajiban untuk menjaga ekosistem tumbuhan dan hewan yang ada di wilayah wisata itu agar tidak punah.

 

Menjaga kelestarian alam menjadi tugas kita bersama dan tentu negara juga harus ikut melaksanakannya.Supaya kita bisa melihat alam yang terbentang luas, sehingga kita bisa melihat kebesaran ciptaan Allah SWT dan menambah keimanan kita  atas karunia-Nya.

Keseimbangan antara manusia dan alam akan sama-sama memberikan manfaat masih-masing dan itu semua hanya bisa terwujud dalam sistem Islam yaitu khilafah.

 

Wallahualam ….

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here