PP Tapera Tambah Beban Iuran Pekerja

0
366

Oleh: Hj. Padliyati Siregar, ST

Pemerintah kembali mematangkan rencana program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Hal ini ditandai dengan penandatanganan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera.

PP tersebut adalah penajaman dari aturan sebelumnya, yakni Undang-undang Nomor 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. Salah satu poin penting yang diatur dalam PP yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 20 Mei lalu adalah poin iuran peserta Tapera.

Untuk peserta pekerja, pasal 15 PP Nomor 25 Tahun 2020 mengatur besaran iuran simpanan sebesar 3 persen dari gaji atau upah. Iuran berasal dari pemberi kerja dan pekerja sendiri.

Besaran simpanan peserta untuk peserta pekerja ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5 persen dan pekerja sebesar 2,5 persen. Demikian bunyi aturan tersebut.

Sementara itu, besaran iuran simpanan peserta mandiri ditetapkan berdasarkan penghasilan rata-rata setiap bulan dalam satu tahun sebelumnya dengan batas tertentu. Seluruh simpanan peserta mandiri menjadi tanggung jawab pribadi.

Sebelumnya, pemerintah juga menetapkan iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan yang kemudian bersulih nama menjadi BP Jamsostek.

Banyak pihak yang kurang menyetujui PP ini, termasuk dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) hanya membuat kegaduhan baru dan sangat memberatkan pengusaha dalam kondisi pandemi Covid-19 ini.

Tentu dalam kondisi lagi susah. Hal-hal yang masih sifatnya masa depan, seperti tabungan itu sifatnya seharusnya dihindarkan dulu, jangan menambah-nambah kerunyaman. Lima puluh persen bagi karyawan kan berat. Selain itu, juga banyak sekali pungutan-pungutan. Pengusaha juga berat. Bukan itu dulu yang harus dikeluarkan, hanya membuat kegaduhan baru saja,” kata Ketua Kebijakan Publik Apindo Sutrisno Iwantono kepada Liputan6.com, Senin (8/7/2020).

Pemerintah beranggapan bahwa rencananya program ini diadakan untuk memudahkan masyarakat dalam mendirikan hunian. Namun, tidak hanya fasilitas kemudahan membuat rumah. Tapera pun diperuntukkan bagi yang telah memiliki rumah pribadi.

Tentu saja banyak pihak yang berpandangan bahwa melalui PP ini,pemerintah seolah-olah lepas tangan dari tanggung jawabnya dalam pemenuhan atas tempat tinggal yang layak bagi warganya. Peran Pemerintah sebagai penanggung jawab penyediaan rumah rakyat menjadi tidak berfungsi.

Pandemi Covid-19 telah membawa dampak besar ekonomi dunia maupun nasional. Akibatnya, negara pun perlu cari suntikan dana sana sini untuk menutupi defisit anggarannya. Setelah sebelumnya ada wacana penggunaan dana haji untuk menutupi kesulitan keuangan. Apakah nantinya ada jaminan Tapera tidak digunakan?

Berkaca dari program pembiayaan rumah serupa yang digagas oleh BJ Jamsostek maupun PT Asabri menuai kendala ketika mengklaim tabungan mereka.

Belum lagi perlu transparansi pengelolaan danaTapera. Karena sifatnya iuran dalam jangkan panjang, tentunya dana berpotensi menjadi dana besar. Tentu harapannya dana ini tidak menjadi Bancakan oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab lantaran mengendap dalam kurun waktu lama.

Tentu saja ini dana Tapera ini termasuk yang paling sedikit memberi manfaat pada pekerja karena jangka waktu iurannya yang sangat panjang dan tidak ada kemudahan bagi peserta untuk melakukan klaim pengambilan dana tersebut

Ini semakin mempertegas pemerintah hanya ingin mengeruk sebanyak mungkin dana masyarakat tanpa memperhatikan kondisi rakyat yang sedang kesulitan wabah.

Kepemimpinan Dalam Islam
Sementara dalam Islam, pemimpin memiliki dua fungsi utama, sebagai raa’in dan junnah bagi umat. Kedua fungsi ini dijalankan oleh para Khalifah sampai 14 abad masa kegemilangan Islam. Pasang surut kekhilafahan secara sunnatullah memang terjadi, tapi kedua fungsi ini ketika dijalankan sesuai apa yang digariskan syara’, terbukti membawa kesejahteraan dan kejayaan umat Islam.

Khalifah adalah Raa’in
Khalifah sebagai pemimpin tunggal kaum Muslim di seluruh dunia memiliki tanggung jawab yang begitu besar dalam mengurusi urusan umat. Rasulullah SAW bersabda:

الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).

Khalifah sebagai Junnah
Nabi Muhammad SAW bersabda:
إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ

”Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll)

Imam al-Mala al-Qari secara gamblang menyatakan:

”Makna kalimat (إنما الإمام) yakni al-Khalifah atau Amirnya”

Kedudukan al-Imam, dan apa yang diungkap dalam hadits yang agung ini pun tidak terbatas dalam peperangan semata, seperti penegasan beliau:

”Frase (وَيُتَّقَى بِهِ) sebagai penjelasan dari kedudukan al-Imam sebagai junnah (perisai) yakni menjadi pemimpin dalam peperangan yang terdepan dari kaumnya untuk mengalahkan musuh dengan keberadaannya dan berperang dengan kekuatannya seperti keberadaan tameng bagi orang yang dilindunginya, dan yang lebih tepat bahwa hadits ini mengandung konotasi dalam seluruh keadaan; karena seorang al-Imam menjadi pelindung bagi kaum muslimin dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya secara berkelanjutan.”( ‘Ali bin Sulthan Muhammad Abu al-Hasan Nuruddin al-Mala’ al-Qari, Mirqât al-Mafâtiih Syarh Misykât al-Mashâbiih, juz VI, hlm. 2391).

Islam menjadikan kepemimpinan sebagai periayah (pengurus) urusan rakyat. Amanah itu harus dijalankan karena tanggungannya dunia dan akhirat. Seorang pemimpin yang bertakwa tak akan menyalahi tugasnya. Ia bahkan tak akan berani membebani rakyat dengan beban sekecil apa pun.

Mereka akan mengelola keuangan sesuai dengan pandangan Islam. Tak akan benari bermain-main dengan riba. Apalagi menjerumuskan rakyatnya pada dosa besar itu. Pemimpin yang beriman akan mencari uang dengan cara halal. Ia akan mendapatkan pemasukan utama dari mengelola SDA yang ada.

Dari fa’i dan kharaj seperti ghanimah, jizyah, kharaj, fa’i, status kepemilikan tanah, dan dharibah. Bukan hanya dengan mengandalkan pajak dan pungutan lainnya.

Itulah kepemimpinan Islam. Yang hanya bisa dimiliki saat sistem Islam yang dipakai. Atas dorongan takwa kepada Allah. Dalam sebuah kepemimpinan bernama khilafah. Bukan atas nama kepentingan dan kekuasaan. ***
Waallahu ‘alam bishowab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here