Kliksumatera.com, PALEMBANG- Kita awali dengan sejarah lahirnya Dana Kelurahan yaitu adanya Dana Desa. Katakanlah ada kecemburuan di level Pemerintah Kelurahan kepada Pemerintah Desa pada saat itu sehingga ada sebagian Kota di Provinsi Sumsel Khususnya di Pulau Jawa bahkan se-Indonesia ingin terminologi kelurahan itu ke desa. ‘’Karena sebelumnya ada pengucuran dana desa sehingga dikabulkan oleh Pemerintah dan mengucurlah Dana Kelurahan sehingga hari ini ada alokasi Dana Kelurahan yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar 95 persen dan 5 persen pendamping dari APBD yang kurang lebih tujuan dan penggunaannya hampir sama dengan dana desa. Yang terpenting yang harus kita soroti adalah pemanfaatannya mungkin saja dapat kita bedakan dan pahami kalau di desa itu secara keilmuan dari Pemerintah Desa yang memiliki hak otonomi desa untuk mengatur dan mengelola rumah tangganya sendiri,’’ papar Andies Leonardo, Dosen Fisip Unsri, Kamis (3/10).
Kemudian kalau di kelurahan sendiri sifatnya satu garis lurus dengan Pemerintah Kecamatan kemudian dengan Pemerintah Kota itu sendiri. Jadi mungkin mekanismenya bisa jadi agak sedikit berbeda. Kalau di desa terkadang Kadesnya punya keinginan bersama-sama dengan desanya itu luas, kalau di lurah ini ada peluang Pak Lurah ini mengikuti Visi dan Misi nya Kepala Daerah yakni Walikota. Jadi Dana Kelurahan ini merupakan Dana Rakyat yang bersumber dari APBN & APBD yang peruntukannya digunakan untuk pendekatan partisipasi sehingga dana kelurahan ini sebaiknya digunakan pendekatan persuasif yang secara kelembagaan lurah ini memang sangat tunduk sama Camat dan Camat tunduk kepada Walikota. Akan tetapi alangkah eloknya di Zaman Demokrasi seperti ini publik dilibatkan seperti halnya Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Tokoh Pendidikan, Karang Taruna, Tokoh Pemuda, LSM dan Media,’’ cetusnya.
Mengenai pembangunan Bank Sampah hampir di beberapa Kelurahan yang ada di Kota Palembang dia menanggapi memang kalau kita lihat dari sisi kebutuhan bahwa kita paham hari ini pengelolaan sampah tidak tuntas bahkan sampai menjadi isu internasional. ‘’Betul bahwa pengelolaan sampah itu penting akan tetapi di samping itu pula ada hal-hal penting yang menjadi skala prioritas. Jangan sampai ada istilah kata ada program yang generalis nah, dengan program generalis itu yang laju samo galo itu kan,’’ ujarnya dalam logat Palembang.
Apakah memang mereka ini takut atau mengacu kepada VISI Kecamatan, dan VISI nya Walikota. Padahal sebenarnya Lurah itu juga punya kebijakan yang secara tidak langsung punya otonomi juga untuk mengelola Dana Kelurahan ini.
‘’Sedangkan menurut perspektif saya bahwa pembangunan Bank Sampah ini akan tumpang tindih dengan Tupoksi DLHK Kota Palembang yang kebutuhan masyarakat itu beda-beda. Jadi hat-hati. Kota Palembang sendiri yang memiliki 18 Kecamatan dan 107 Kelurahan ini tentunya banyak kebutuhan misalnya seperti Pembangunan Saluran Air, Trotoar, Taman Bermain, mungkin juga ada yang butuh infrastruktur Kesehatan dan Pendidikan yang nonformal yang bisa dibantu oleh Kelurahan. Jadi untuk bisa menangkap apakah betul Bank Sampah itu kebutuhan pokok setiap Kecamatan, itu harus dilakukan mekanisme forum rembuk atau stakeholder forum meeting yang bisa digelar dengan pertemuan terbuka. Harapan ke depan kepada, Pemerintah Kelurahan harus paham tentang Peraturan Terkait Dana Kelurahan. Sebab Dana Kelurahan ini adalah Uang Rakyat yang penggunaannya satu rupiah pun harus dipertangggungjawabkan dan harus dipelajari regulasi-reglasi misalnya tentang Pengadaan Barang dan Jasa sesuai dengan Juklak dan Juknisnya,’’ tandasnya.
Laporan : Andrean
Posting : Imam Ghazali