Kliksumatera.com, LAHAT- Dari ratusan gedung penangkaran walet di Kabupaten Lahat, terdata hanya ada 25 – 30 pengusaha walet saja yang mengantongi izin resmi. Selebihnya, diduga Ilegal alias tidak memegang izin dari Pemkab Lahat.
“Benar, menurut data ada sekitar 25 sampai 30 pengusaha walet yang ada di Kabupaten Lahat, dinyatakan resmi alias mengantongi izin dari Pemkab Lahat,” kata Ketua Asosiasi Walet Kabupaten Lahat Syamsulrizal Nusir SE MSi, Minggu (20/10/2019).
Ia menjelaskan, memang kalau mau dihitung secara transparan gedung penangkaran walet dalam Kecamatan Kota Lahat bisa mencapai 60 hingga 70 gedung. Namun, masih puluhan gedung diketahui Ilegal.
“Seperti, gedung milik Toko Andi di depan Masjid Jami Pasar Lama Lahat, dari 2 gedung baru 1 yang mengantongi izin. Lalu, milik Meky itu masih dalam pengurusan. Sedangkan, milik Kunghu ada 4 titik lokasi penangkaran, juga belum mengantongi izin resmi dari Pemkab Lahat,” katanya apa adanya.
Diakui Syamsulrizal, si pengusaha walet biasanya yang produktif dalam satu tahun bisa melakukan pemanenan satu sampai dua kali panen. Untuk hasil dari walet ini, dijual dengan harga kisaran 2 juta perkilogram.
“Tidak bisa dipungkiri, bangunan penangkaran walet masih banyak sekali yang Ilegal. Sehingga, berlindung di balik Asosiasi,” tuturnya.
Memang kalau sebelumnya, hasil walet tersebut dihargai cukup tinggi karena dapat dikonsumsi serta dijadikan minuman berenergi. Tapi, kalau sekarang bisa lebih tinggi lagi karena bisa dijadikan bahan untuk alat kecantikan (kosmetik).
“Intinya, si pengusaha walet yang harus dan wajib mereka pegang. Pertama Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan Izin Penangkaran Walet. Nah, untuk masalah Pajak secara produktif terus dibayar. Si pengusaha walet baru bayar pajak setelah dapat hasil dari walet tersebut,” tambahnya.
Untuk diketahui, kata Syamsulrizal, dalam satu tahun si pengusaha walet membayar pajak sebanyak dua kali. Si pengusaha walet setiap panen membayar pajak sebesar Rp 2,5 juta perorang. Kalau kali dua artinya si pengusaha membayar pajak Rp 5 juta dalam satu tahunnya. Dan, dibayarkan ke Dinas Badan Keuangan Daerah (BKD).
“Artinya, si pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi ada kisaran 25 – 30 orang pengusaha walet. Mereka membayar pajak perorang 2,5 juta setiap panen. Sedangkan, panen dari walet ini dalam 1 tahun dua kali. Sehingga, satu orang pengusaha walet membayar pajak sebesar Rp 5 juta pertahun, dan dibayarkan ke BKD Kabupaten Lahat,” ucap Syamsukrizal dengan berapi-api.
Terpisah, Kadis Penanaman Modal PM dan PTSP Kabupaten Lahat, Herry Alkafi AP MM diwawancarai membenarkan bahwa pengusaha penangkaran walet yang ada di Kabupaten Lahat masih banyak belum mengantongi izin resmi dari Pemkab Lahat.
“Terdata dari tim dinas PM dan PTSP yang langsung terjun ke lapangan mencata ada puluhan sampai ratusan penangkaran walet belum mendapat izin resmi dari Pemkab Lahat,” urainya, dibincangi wartawan keluar dari ruang Sekda Lahat usai menerima aksi demo dari GNPK-RI.
Dari data hasil laporan timnya, sambung Herry, sudah disampaikan kepada Bupati Lahat. Ke depan pihaknya masih menunggu keputusan serta petunjuk dari beliau. Dan, waktu dekat diakuinya, akan menggelar pertemuan terhadap dinas terkait, juga Asosiasi walet Lahat.
“Action di lapangan pasti akan kita lakukan. Kita tinggal menunggu petunjuk saja. Namun, sebelumnya, kami akan melakukan pertemu terhadap sejumlah dinas terkait yang membidangi soal walet. Karena, hasil walet ini, sangat mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Lahat,” pungkas Herry.
Laporan : Idham/Novita
Editor/Posting : Imam Ghazali