Corona Mengganas, Rezim +62 Tak Trengginas

0
341

Oleh Diana Wijayanti, SP

Kian hari Pandemi Corona makin mengganas, bila kemarin negeri +62 menempati urutan kedua namun hari ini melaju jadi juara pertama dalam jumlah kematian dibandingkan kasus yang positif terkena infeksi.

Case Fatality Rate Corona di Indonesia ada di angka 8,4 persen. Ini artinya Indonesia menjadi salah satu negara dengan tingkat fatalitas tertinggi mengalahkan Italia (7,94%) dan Iran (6,1%) untuk saat ini. Ada 309 orang yang positif kena virus Covid-19, dan 25 meninggal dunia.

Ini warning serius terhadap pemerintah, agar segera melakukan tindakan-tindakan yang luar biasa. Pernyataan ini disampaikan oleh dr Dirga Sakti Rambey, SpPD, MSc dari OMNI Hospitals Pulomas pada detik.com. Rabu (18/03/2020).

Seolah gagap dan tak trengginas Pemerintah dirasakan umat sangat lamban dalam pencegahan dan mengatasi bahaya yang mengancam nyawa warganya. Hal ini nampak dari para pejabat yang ramai mengatakan Indonesia zero Corona. Namun setelah PBB menyatakan Dunia dalam Pandemi Corona baru Presiden mengeluarkan statement bahwa ada 2 orang Indonesia positif Corona.

Diduga keterlambatan mengetahui virus Corona ini karena alat deteksi yang tidak ada, mengingat harganya mahal. Dan terkesan meremehkan penyebaran virus ini. Komentar pejabat publik, seperti ungkapan Menkes Terawan Agus Putranto menyampaikan rasa bahagianya lantaran teori tentang Virus Corona. Bahwasannya virus mematikan itu merupakan self limited disease atau penyakit yang akan sembuh sendiri. detikNews, (13/03/2020).

Meski penderita Corona meningkat sampai 450 orang yang dinyatakan posirif terjangkit virus tersebut, 38 meninggal dunia dan 20 sembuh. Namun seruan Lockdown seluruh wilayah tak kunjung diputuskan Presiden.

Presiden menyerukan tiap kepala daerah untuk menentukan status bencana di daerah masing-masing dengan berkonsultasi bersama BNPB. Namun keputusan ini juga setengah hati.

Sontak saja, Jokowi dinilai seperti melepaskan tanggung jawab kepada daerah. “Dalam kondisi pandemik, kebijakan yang berbeda-beda tidak efektif. Pola Pak Jokowi menyerahkan pada kepala daerah seperti lepas tanggung jawab. Mesti ada satu kebijakan nasional yang diikuti oleh seluruh pihak, termasuk seluruh kepala daerah. Pandemi ini tidak mengenal daerah,” kata Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera ketika dihubungi detikcom, Minggu (15/3/2020).

Akhirnya ketika keputusan daerah berbeda-beda, Jokowi menyalahkan pemerintah daerah yang terkesan mematikan ekonomi karena kebijakan lockdown lokal yang dilakukan.

Nasib Rakyat Tergadai oleh Kapitalisme

Ya, penyebab lambatnya penanganan Corona tak lepas dari Sistem hidup yang diterapkan saat ini. Yaitu sistem Kapitalisme yang mendewakan uang tanpa peduli nasib rakyat.

Hanya alasan ekonomi TKA Cina terus difasilitasi untuk masuk ke negeri ini bahkan Kapolda dan Menteri yang menjamin legalitas mereka masuk ke Indonesia. Hingga dua juta orang masuk pun masih dianggap itu jumlah yang kecil dalam rangka membantu Cina.

Kebijakan Lockdown yang harusnya segera diambil oleh pemerintah pusat pun tak kunjung diputuskan karena diduga sangat merugikan negara. Kebijakan ini berimplikasi pada pemenuhan kebutuhan pokok warga selama masa Lockdown dilakukan. Uang dari mana?

Ya beginilah nasib umat saat Kapitalisme memimpin. Nyawa manusia tak berharga, yang mulia adalah harta. Akankah kita diam melihat kerusakan demi kerusakan akibat sistem ini diterapkan?

Dunia Butuh Sistem Islam dalam Menangani Pandemi Corona

Kian hari, kita menyaksikan kehancuran tatanan kehidupan manusia tatkala kesombongan untuk mentaati Allah SWT. Lihatlah wabah Corona ini, bermula dari keserakahan manusia dalam mengonsumsi makanan berdampak luar biasa pada kebinasaan manusia.

Tak hanya orang yang mengonsumsi yang merasakan dampaknya, orang tak berdosa pun ikut merasakannya. Saat ini wabah ini telah mendunia karena daya sebar virus ini yang sangat cepat. Orang yang terkena virus sangat mudah menularkan virus tersebut pada orang lain dengan jumlah yang sangat banyak.

Al hasil wabah Cocid-19 yang pertama kali muncul di Wuhan, China, pada Desember lalu telah menjangkiti hampir 130 ribu orang di seluruh dunia.

Menurut Worldometers, per Kamis (12/3/2020), wabah ini sudah menginfeksi 126.277 orang dan menelan 4.633 korban jiwa. Sementara jumlah pasien sembuh mencapai 68.286 orang.Jakarta, CNBC Indonesia, (12/3/20).

Ketika dunia buntu, tak tahu solusi maka Islam hadir menyelesaikan seluruh persoalan manusia, termasuk mengatasi wabah penyakit. Rasulullah SAW 14 abad yang lalu telah memberikan teladan bagaimana memberikan solusi.

Dalam penjelasan KH Hafiz Abdurrahman, kita bisa pahami bahwa wabah adalah musibah yang ditimpakan kepada siapapun, termasuk orang yang beriman dan tidak. Yang membedakan adalah sikap dalam menyikapi wabah ini.

Bagi orang beriman, yang meyakini, bahwa semua wabah ini adalah makhluk Allah, tentara Allah, maka sikap pertama adalah menguatkan keimanan kepada Allah. Dengan berserah diri kepada-Nya. Introspeksi, bertaubat hingga terus meningkatkan hubungan dengan Allah SWT.

Di sisi lain, karena Allah memerintahkan ikhtiar, maka memaksimalkan ikhtiar. Nabi menyatakan, “Jika kamu melihat bumi tempat wabah, maka jangan memasukinya. Jika kamu berada di sana, maka jangan keluar darinya” (Ini seperti kebijakan lockdown).

Umar bin Khatthab meminta masukan ‘Amru bin Ash, sarannya memisahkan interaksi. Maka, tak lama kemudian wabah itu selesai. Dalam kasus di Amwash, ‘Umar mendirikan pusat pengobatan di luar wilayah itu. Membawa mereka yang terinfeksi virus itu berobat di sana.

Tapi, bukan hanya kebijakan negara yang penting, kunci lain adalah peran umat. Umat yang mempunyai pemahaman, standarisasi dan keyakinan yang sama dengan negara, mudah diatur.

Bahkan, ketika negara dalam kondisi kesulitan, umat dengan suka rela mengasuh, mendukung, menjaga dan membantu negara. Bayangkan, jika negara yang selama ini memusuhi umat, pemahaman, standarisasi dan keyakinan mereka, tentu akan sangat sulit diasuh, didukung dan dijaga oleh umat.

Apalagi, jika negara itu terus-menerus melakukan tindakan yang diskriminatif terhadap rakyatnya. Nah, inilah pentingnya membangun negara dengan kekuatan umat. Karena dibangun dengan keyakinan dan pandangan yang sama, yang dimiliki oleh umat.

Krisis dan pandemi sudah terjadi dalam sejarah kehidupan umat manusia, termasuk era kejayaan Islam. Tapi, semua berhasil dilalui oleh kaum Muslim, dan dalam kondisi krisis, umat berdiri menjadi pengasuh, penjaga dan penopang utama kekuasaan negara.

Karena selama ini, negara mengurus urusan mereka. Memberikan apa yang menjadi haknya. Sandang, papan, pangan, pendidikan, keamanan dan kesehatan dengan sempurna.

Negara dan umat bergandengan tangan. Inilah rahasia, mengapa Khilafah bisa bertahan hingga 14 abad. Semua karena dukungan umat. ***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here