Oleh: Rita Hartati, S. Hum
Harapan untuk segera lepas dari wabah Covid-19 ini, bisa jadi tersirat didalam hati masyarakat dunia saat ini tanpa terkecuali. Namun tentunya harapan tidak selalu harus memaksakan, tanpa upaya yang maksimal dan optimal. Apalagi mengenai Covid-19 ini yang hingga sekarang belum ditemukan vaksin di satu negara pun.
Terdengar memaksakan, jika Prediden Joko Widodo menyatakan pernyataan bahwa target bulan Mei kurva Covid-19 di Indonesia harus turun dengan cara apapun. Kata Jokowi saat membuka rapat kabinet paripurna seperti disiarkan akun You Tobe Sekretariat Presiden, (Rabu 6/5/2020) dilansir dari detikcom.
Juga disampaikan oleh Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Matdono, mengklaim laju kenaikan kasus harian Covid-19 di Jakarta sudah melambat, dan kurva coronavirua mulai melambat. Dasar dari klaim ini karena diterapkannya PSBB yang telah berjalan sejak 10 April lalu.
Namun perdebatan menjadi muncul atas pernyataan ini. Terutama dari Tim Eijman Oxford Clinical Research Unit (EOCRO) menulis, hingga hari ini Indonesia belum menampilkan kurva kasus Virus Corona turun. Mereka meragukan klim adanya penurunan kasus Covid-19 ini, masalah utamanya sudah 68 hari setelah kasus pertama Covid-19 ini pemerintah Indonesia belum memiliki kurva epidemi Covid-19 yang sesuai dengan standar ilmu epidemilogi. Dikutip dari detikcom sabtu (9/5).
Banyak mensinyalir bahwa upaya pemerintah untuk menyelamatkan dan menenangkan ekonomi para pembisnis segelintir kapitalis yaitu dengan berbagai macam cara. Dengan mengorbankan keselamatan nyawa rakyatnya, mesti dengan banyolan murah sebagai topeng kobohongan. Sungguh mengkhawatirkan jika di balik kampaye kurva landai, justru nyawa rakyat yang digadaikan.
Kampanye kurva landai disosialisasikan di tengah masyarakat dengan menyampaikan data-data bohong. Sehingga masyarkat percaya akan keberhasilan pemerintah dalam menekan penyebaran virus kasus Covid-19 ini. Dan dengan dalih klim kurva landai ini, tujuannya adalah sebagai legitimasi kesehatan masyarakat untuk melonggarkan atau merelaksasi kebijakan PSBB yang baru di sahkan beberapa minggu terakhir.
Kebijakan Pemerintah untuk merelaksasi PSBB, dinilai justru akan memberikan dampak yang buruk bagi masyarakat. Sikap tidak waspada masyarakat terhadap sebaran virus Covid-19 ini, akan lebih membahayakan nyawa rakyat juga termasuk akan membahayakan ekonomi bangsa ke arah yang lebih terpuruk.
Karena desakan kepentingan segelintir para pembisnis, negara tidak memikirkan dampak kemunculan penyebaran gelombang ke dua dari virus Covid-19 ini. Dan diprediksi itu akan lebih berbahaya dibandingkan gelombang pertama, karena penyelesaian pada gelombang pertama saja penanganan pemerintah masih sangat amburadul.
Tidak mengherankan dalam sistem kapitalis liberal saat ini, penyokong kekuasaan dipegang oleh segwlintir para pengusaha. Sehingga apapun kebijakan pemerintah tidak terlepas dari pesanan para pembisnis, dengan menutup rapat – rapat celah demi kepentingan rakyatnya.
Cara Islam Menyelesaikan Masalah Wabah
Kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat, kebohongan, manipulasi data, kekurangan alat medis, dan sebagainya, tidak akan pernah terjadi dalam sistem Islam. Islam adalah agama yang sempurna yang mengatur seluruh sendi kehidupan masyarakat, termasuk mengatur penyelesaian masalah penyebaran wabah.
Ada beberapa kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam sistem Islam, dalam menangani wabah.
1. Penerapan karantina wilayah, Rasulullah juga pernah memperingatkan umatnya untuk jangan mendekati wilayah yang sedang terkena wabah. Sebaliknya, jika sedang berada di tempat yang terkena wabah, mereka dilarang untuk keluar. Beliau bersabda:
“Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah tersebut. Sebaliknya jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian janganlah kalian meninggalkan negeri tersebut” (HR. Bukhori muslim).
Jika wabah itu sudah menyebar didalam wilaya negeri Islam, maka Negara akan melakukan tes pada seluruh masyarakat untuk memastikan penyebaran virus. Negara akan mengklasifikasi tertular berat, sedang dan ringan.
Seluruh yang sakit akan diisolasi secara medis di suatu wilayah, sehingga tidak menyebarkan di wilayah yang masih aman.
2. Fasilitas dan pelayanan kesehatan yang memadai seperti APD, masker, tenaga kesehatan yang profesional akan ditanggung oleh negara.
Negara membangun rumah sakit, klinik, sekolah kedokteran, apotek, laboratorium untuk menunjang kesehatan masyarkatnya. Negara pun membangun pabrik yang memproduksi alat-alat kesehatan dan obat – obatan. Bukan hanya di saat wabah, namun sebelum musibah wabah datang negara sudah menyiapkan segalanya.
Dan yang penting semua biaya itu diambil dari baitulmal dan seluruh rakyat mendapatkan segala fasilitas secara gratis tanpa terkecuali.
3. Edukasi dan informasi yang benar dan menyeluruh. Disaat wabah pandemi, negara wajib memberikan edikasi dan informasi yang benar kepada seluruh masyarkat dari hulu ke hilir.
Negara menjamin informasi yang disampaikan tidak mengandung kobohongan atau banyolan murah. Tidak memanipulasi data dan informasi yang diberikan terpusat. Jadi tidak terjadi tumpang tindih imformasi atau kebijakan, sehingga membingungkan masyarakat.
4. Berusaha menciptakan obat atau vaksin.
Negara akan mendorong dan akan memfasilitasi para doktor dan profesor untuk meneliti wabah virus tersebut sehingga ditemukan vaksin atau obat untuk segera diberikan secara gratis kepada masyarakat yang tertular.
Kesempurnaan hukum Islam ini akan bisa dirasakan masyarakat ketika negara berhukum dengan hukum Islam, bukan hanya dalam ibadah maqhdo saja namun hukum Islam itu harus diterapkan dalam berpolitik dan bernegara. Maka apa yang harus kita tunggu, kecuali dengan mengubah sistem sekuler kapitalis liberal yang jelas kerusakannya dengan sistem yang maha sempurna yaitu sistem Islam dalam naungan khilafah.
Wallahu’lam ….