Kliksumatera.com, PALEMBANG- Di daerah Kecamatan SP Padang OKI Sumsel ada satu kawasan ”Ghaib” hingga dinamakan Desa Pematang Ghaib. Di daerah ini, selama bertahun-tahun hanya ada satu mesjid yang jarang disinggahi, kecuali saat Shalat Jumat. Padahal jumlah KK yang mendiami kawasan tersebut yang memiliki luas sekitar 5 hektare itu cukup banyak, yakni mencapai 400 KK.
Karenanya, diperlukan sebuah rumah ibadah yang letaknya benar-benar strategis, mudah dijangkau, dan berada di tengah-tengah perkampungan. Harapan warga tersebut kini terkabul. Saat Habib Umar Assegaf meresmikan sekaligus memberikan tausyiahnya di rumah ibadah yang diberi nama Masjid/Mushola Nur Fauziah Mut’mainah yang mengandung makna Cahaya Keberhasilan Penuh Kedamaian, Minggu (24/1/21) sore.
Rumah Ibadah yang memiliki luas 10 x 10 meter satu lantai tersebut kini terlihat kokoh, kuat, dan begitu menyejukkan hati di antara pepohonan duku di perkampungan rumah-rumah warga yang langsung berhadapan dengan SDN 1 Pematang Ghaib Kecamatan SP Padang.
Mengapa dinamakan Pematang Ghaib, berdasarkan penelusuran Kliksumatera.com pada Minggu (24/1/2021) itu, daerah tersebut dulunya mirip dengan daerah Kurungan Nyawa yang ada di daerah OKU Timur/Martapura. Siapa yang masuk daerah itu di saat zaman penjajahan dahulu, maka si penjajah mustahil akan keluar hidup-hidup. Sehingga kawasan Pematang Ghaib kerap dijadikan sebagai daerah persembunyian para pejuang guna menyusun kekuatan dan strategi guna menggepur balik pasukan penjajah saat itu.
Bahkan menurut warga setempat bernama Wak Din (68), saat masih dalam masa penjajahan dahulu sekitar tahun 40-an, warga sering menemui para petani dalam suatu kawasan. Mereka bercocok tanam sebagaimana biasanya. Tapi, saat mereka ditemui warga keesokan harinya sudah tidak ada. Bahkan hamparan yang semula sawah sudah tak ada lagi, semuanya berganti menjadi semak belukar.
Sumber lain mengatakan bahwa di tahun 70-an, daerah itu dipenuhi kera-kera ghaib. Karena ratusan binatang itu muncul dan datang saat ada orang baru yang mau masuk ke kampung Pematang Ghaib. Padahal, penduduk asli setempat tak pernah menemui satu pun kera dalam keseharian mereka. ”Tapi Pak, saat itu saya masih SD. Dan saya mau jualan pisang ke desa itu. Tiba-tiba di tengah jalan, muncul ratusan kera menghadang. Tanpa pikir panjang, saya pun ciut nyali dan spontan berlari sambil melemparkan pisang-pisang yang hendak saya jual lagi. Lebih baik cari selamat daripada dikeroyok ratusan kera hitam yang entah dari mana datangnya,” aku seorang tukang ojek yang mengantarkan salah satu jemaah dalam acara peresmian rumah ibadah itu.
Sedangkan versi sekarang, dikatakan Pematang Ghaib dikarenakan listrik sama sekali belum masuk ke daerah tersebut. Sehingga malam hari warga yang mampu hanya mengandalkan genset guna menerangi rumah-rumah mereka hingga pukul 21.00 WIB. ”Karenanya daerah ini disebut ghaib, gelap gulita di saat malam,” ujar Drs. Suparma (60) Tokoh Masyarakat setempat dalam sambutannya saat peresmian Rumah Ibadah… (bersambung….)
Laporan/Posting : Imam Ghazali