Dispensasi Usia Pernikahan Bukan Solusi Maraknya Perceraian

0
255

Oleh : Riyulianasari

Dikutip dari JawaPos.com–Pengadilan Agama Jepara, Jawa Tengah, menjelaskan, sebanyak 240 permohonan dispensasi nikah tidak semuanya karena hamil terlebih dahulu. Melainkan, ada yang karena faktor usia belum genap 19 tahun sesuai aturan terbaru, Minggu (26/7).

Akhir-akhir ini, banyaknya permohonan dispensasi nikah tidak hanya terjadi di Pengadilan Agama Jepara, melainkan hampir menyeluruh setelah ada penambahan batas minimal usia perkawinan dari 16 tahun menjadi 19 tahun.

Dispensasi terhadap usia pernikahan ini tidak ada artinya jika negara tidak menerapkan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Islam mewajibkan negara mengurus rakyatnya sesuai aturan Allah SWT baik urusan ekonomi, politik, pendidikan, sosial, budaya dll. Pernikahan termasuk dalam aspek kehidupan sosial, semua aspek saling berpengaruh terhadap aspek yang lainnya, pada akhirnya negaralah yang memastikan agar setiap individu dan keluarga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya berupa pangan, sandang, dan pangan.

Oleh karena itu, sebuah ideologi yang diterapkan oleh negara sangatlah menentukan arah kebijakan ekonomi, politik, pendidikan, sosial budaya dll dalam seluruh sendi sendi kehidupan baik individu maupun masyarakat.

Islam tidak mensyaratkan usia bagi laki laki dan perempuan yang akan menikah. Usia yang dianjurkan adalah ketika laki laki atau perempuan sudah baligh dan memiliki kemampuan. Hukum menikah adalah sunah yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW ketika seseorang yang memang sudah mampu untuk melaksanakannya sebagaimana hadits Nabi riwayat Al-Bukhari nomor 4779 berikut ini:

يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج، فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج، ومن لم يستطع فعليه بالصوم، فإنه له وجاءٌ

Artinya, “Wahai para pemuda, jika kalian telah mampu, maka menikahlah. Sungguh menikah itu lebih menentramkan mata dan kelamin. Bagi yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa bisa menjadi tameng baginya.”

Sangat disayangkan, meningkatnya kasus perceraian yang terjadi, penyebabnya didominasi oleh persoalan ekonomi pasangan usia muda yang justru semakin menimbulkan persoalan baru, yaitu terjadinya pernikahan kembali yang tidak harmonis hubungan antara ayah tiri atau ibu tiri dengan anak dan berakhir dengan penyiksaan terhadap anak bahkan pembunuhan. Hal ini dikarenakan tujuan dari pernikahan hanya sebatas terpenuhinya kebutuhan seksual saja. Sedangkan kebutuhan pokok belum terpenuhi.

Adapun tujuan pernikahan yang diinginkan oleh Islam adalah terciptanya keluarga yang sakinah, mawaddah, warohmah. Inilah yang tidak mampu diwujudkan dalam sistem hidup kapitalisme Demokrasi yang diterapkan saat ini. Sehingga walaupun program pemerintah seolah olah memberikan solusi, tetapi faktanya banyak rumah tangga yang berakhir dengan perceraian

Ideologi kapitalisme yang berdasarkan aqidah sekularisme sangat bertentangan dengan aqidah Islam yang mulia. Aqidah Sekularisme tidak menginginkan aturan agama dalam kehidupan, sebaliknya islam menginginkan agar hidup manusia sesuai aturan Allah SWT. Untuk menjalani kehidupan ini, manusia membutuhkan aturan, bagaimana kehidupan antara suami istri, hubungan anak dengan orang tua, dengan mertua, semuanya diatur oleh Islam. Islam mewajibkan seorang suami untuk mencari nafkah, sementara negara tidak menyediakan lapangan pekerjaan untuk rakyat sendiri, tapi untuk orang asing. Inilah yang menimbulkan konflik dalam rumah tangga dan memicu terjadinya perceraian.

Islam membolehkan perceraian jika ada pelanggaran hukum syariah antara suami istri, Islam tidak membolehkan jika perceraian karena alasan ekonomi. Di Indonesia jumlah permohonan perceraian yang masuk (604.997 kasus), 79 % permohonan telah dikabulkan pengadilan. Berarti, lebih dari 479.618 pasangan menikah telah resmi bercerai selama 2019.

Selama tahun 2019 ini perkara kasus perceraian yang diajukan dari pihak istri (Cerai Gugat) totalnya mencapai 355.842 kasus. Sedangkan kasus perceraian yang diajukan dari pihak suami (Cerai Talak) mencapai 124.776 kasus.

Masih sesuai dengan data yang ada di Badan Pengadilan Agama, perkara perceraian tertinggi di seluruh Indonesia berada di Surabaya yang mencapai 136.261 kasus. Kota selanjutnya ialah Bandung sebanyak 133.981 kasus, dan yang ketiga adalah Semarang yang mencapai 112.399 kasus.

Direktur Pembinaan Tenaga Teknis Peradilan Agama Mahkamah Agung Candra Boy Seroza mengatakan penyebab tingginya angka perceraian di Indonesia adalah masalah ekonomi.

Ketidakmampuan suami dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga menjadi masalah yang cukup besar pada banyak kasus perceraian. Pada akhirnya, pihak istri pun lebih banyak yang mengambil pilihan bercerai ketika dihadapkan pada masalah tersebut.

“Di Surabaya dan Bandung cerai karena masalah ekonomi mencapai 39.988 perkara, selanjutnya adalah Semarang,” ujar Chandra kepada NET.Z, Rabu (12/2/2020).

Belum lagi banyak kasus perceraian yang tidak dilaporkan. Inilah kegagalan ideologi kapitalisme Demokrasi sekulerisme dalam mengurus umat manusia khususnya umat Islam, kegagalan setiap program selalu berganti dengan program yang baru, tanpa menelaah apa yang menjadi penyebab kesulitan ekonomi yang mendominasi.

Para suami selalu menjadi kambing hitam karena tidak mampu memenuhi kebutuhan ekonomi, padahal terciptanya rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warohmah sulit diwujudkan dalam kehidupan masyarakat.

Padahal pemerintah sendiri yang menciptakan banyaknya pengangguran sehingga rakyat merasakan kesulitan ekonomi dan tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup. Bukankah faktor faktor penyebabnya sudah kita ketahui bersama yaitu kebijakan ekonomi yang tidak berpihak kepada rakyat tetapi berpihak kepada pengusaha. Walaupun secara teori, keinginan pemerintah berpihak kepada rakyat, tapi kenyataannya berpihak kepada pengusaha.

Oleh karena itu, selama Islam tidak diterapkan sebagai ideologi negara, pemikiran pemikiran Islam sulit diwujudkan secara sempurna. Maka tidak layak seorang muslim mempertahankan hidupnya diatur oleh ideologi kapitalisme demokrasi yang terbukti gagal dan menyengsarakan. Solusinya adalah terapkan Islam secara kaffah dalam kehidupan individu, masyarakat dan negara. ***

Wallahu’alam bisa ashawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here