Oleh : Marini Aristia, SE
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang dikeluarkan Presiden Jokowi banjir kritik. Salah satu yang menjadi polemik dalam PP ini adalah pemanfaatan hasil sedimentasi laut berupa pasir laut untuk diekspor keluar negeri.
Hal ini tertuang dalam Pasal 9 Ayat (2) huruf D yang menyebutkan ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Keputusan Presiden tersebut didukung penuh oleh ketiga menterinya, yaitu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif , Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan serta Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono. Dukungan penuh dari ketiga menteri tersebut tidak lain atas nama, keuntungan yang diperoleh dari negara Indonesia ketika hasil laut tersebut diekspor ke luar negeri.
Namun berbanding terbalik dengan Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta yaitu Fahmy Radhi yang justru mendesak Presiden Jokowi, untuk membatalkan izin ekspor pasir laut. Sebab, kata dia, izin ekspor pasir laut berpotensi merusak lingkungan dan ekologi, menyengsarkan rakyat pesisir laut, dan menenggelamkan pulau-pulau, yang mengerutkan wilayah daratan Indonesia.
Senada dengan Fahmy, Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti juga berharap, Presiden Joko Widodo membatalkan keputusannya dalam membuka keran ekspor pasir laut. “Semoga keputusan ini dibatalkan. Kerugian lingkungan akan jauh lebih besar. Climate change sudah terasakan dan berdampak. Janganlah diperparah dengan penambangan pasir laut,” tulis Susi dalam akun resmi Twitternya, Senin (29/5).
Memang Secara sepintas, adanya peraturan
pemerintah ini akan memperoleh keuntungan yang besar bagi pemasukan pendapatan negara. Apalagi indonesia merupakan wilayah yang dikelilingi lautan, yang pastinya akan menghasilkan pasir laut dengan jumlah yang besar.
Namun, keuntungan materi yang didapatkan tidak sebanding dengan dampak yang dihasilkan dari pengerukan pasir laut tersebut. Merusak lingkungan dan ekosistem laut, kerugian masyarakat di pesisir laut, belum lagi dampak jangka panjang bagi seluruh kehidupan manusia.
Indonesia adalah negara yang memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang berlimpah, baik dari hasil hutan, tambang bahkan laut. Namun sayang SDA yang berlimpah tersebut pengelolaannya tidak dikuasai oleh negara justru malah dikuasai swasta dan asing.
Jikalau SDA tersebut dikelola oleh negara pastilah negara tidak akan kesulitan dalam masalah keuangan. Sehingga akan lebih memperhitungkan dalam pengelolaan SDA beserta dampak yang dihasilkan.
Hal itu hanya bisa terjadi jika negara menerapkan aturan islam secara keseluruhan. Aturan Islam sangat sempurna termasuk dalam pengelolaan SDA. Hasil tambang, hutan bahkan laut sepenuhnya akan dikelola oleh negara, bukan hanya mementingkan materi yang didapat namun mempertimbangkan dampak yang dihasilkan.
Apabila dampaknya luar biasa maka negara tidak akan mengeksploitasi SDA tersebut hanya demi mendapatkan keuntungan semata namun akan mencari pendapatan lain tanpa merusak tatanan kehidupan baik manusia maupun lingkungan.
Selain itu, Hasil dari SDA itu pun akan dikembalikan ke masyarakat dalam bentuk pelayanan dari negara ke masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, maupun fasilitas umum lainnya secara gratis. Sehingga masyarakat juga akan merasakan hasil dari SDA tersebut karena hakikatnya SDA merupakan kepemilikan bersama bukan individu, swasta atau asing.
Wallahu a’lam bishawab.