Garuda dan Pemegang Saham

0
209

Oleh : Bila Syahidah

Urusan negosiasi utang PT Garuda Indonesia sebesar Rp 70 triliun masih saja menggantung. Beberapa opsi telah dilontarkan, namun pro kontra antara manajemen, karyawan dan publik masih terjadi.

“Garuda kan perusahaan publik, kalau PEMERINTAH dlm hal ini BUMN mau-nya sendiri, tanpa kordinasi dengan publik jangan GO PUBLIC dong!,” ujar Peter dalam postingan di akun Instagramnya seperti dikutip MNC Portal, Minggu (31/10/2021). Menurutnya, sebagai perusahaan terbuka seharusnya Garuda berkonsultasi dengan para pemegang saham. Dengan demikian kegiatan internal perusahaan dapat berjalan secara transparan. Islam menetapkan industry vital ini adalah milik umum sedangkan moda transportasi dan asetnya adalah milik negara yg harus dikelola sbg milik rakyat, bukan ditangani dg pengelolaan swasta yg berhitung komersialisasi Ada tiga prinsip sistem Islam dalam mengelola ?layanan publik. Pertama, prinsip bahwa pembangunan infrastruktur adalah tanggung jawab negara, bukan hanya karena sifatnya menjadi tempat lalu lalang manusia, tetapi juga telalu mahal dan rumit untuk diserahkan ke investor swasta. Kedua, prinsip bahwa perencanaan wilayah yang baik akan mengurangi kebutuhan transportasi. Sebagai contoh, ketika Baghdad dibangun sebagai ibu kota, setiap bagian kota direncanakan hanya untuk jumlah penduduk tertentu, dan dibangun masjid, sekolah, perpustakaan, taman, industri gandum, area komersial, tempat singgah bagi musafir, hingga pemandian umum yang terpisah antara laki-laki dan perempuan. Sebagian besar warga tak perlu menempuh perjalanan jauh untuk memenugi kebutuhan sehari-harinya serta untuk menuntut ilmu atau bekerja, karena semua dalam jangkauan perjalanan kaki yang wajar, dan semua memiliki kualitas yang standar.

Maka solusi yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah adalah menata ulang basis pengelolaan transportasi. Tidak boleh dikelola dari aspek bisnis. Tidak boleh dikelola dengan tata cara muamalah yang melanggar aturan Islam. Negara harus mengelolanya dalam rangka melayani kebutuhan rakyatnya. Sehingga bisa saja bahkan digratiskan. Seperti yang pernah dilakukan pada masa Khilafah Utsmaniyah. Jika BEP sudah tercapai, maka dimungkinkan untuk operasional selanjutnya, bahkan bisa digratiskan. Hal ini karena dalam menjalankan sarana transportasi, infrastruktur yang terlibat semuanya adalah milik publik. ***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here