Haji Kembali Bermasalah

0
33

Oleh : Ummu Aziz

Ibadah Haji adalah ibadah yang sangat ditunggu dan diharapkan oleh semua kaum muslimin. Ibadah haji sebagai bentuk untuk menunaikan rukun iman yang terakhir oleh kaum muslimin. Namun untuk bisa berangkat dan melakukan ibadah ke sana tentulah tidak mudah. Kita harus bersabar menunggu antri panjang serta biaya ongkos yang tentunya tidak murah. Bagi kebanyakan masyarakat butuh bertahun tahun untuk mengumpulkan dana haji.

Dengan biaya yang semakin tahun tarif haji semakin tinggi tentunya bagi calon jamaah haji menginginkan fasilitas yang juga setara dengan kocek yang mereka keluarkan untuk menambah kekhusyukan dalam ibadah. Akan tetapi dari tahun ketahun fakta menunjukan kabar pelayanan jamaah haji Indonesia khususnya mendapatkan pelayanan yang kurang baik, baik dari tenda yang sempit ,kamar mandi maupun makanan.

Ketua Timwas Haji Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menyayangkan tenda sempit membuat ruang gerak jemaah tak lebih dari 1 meter. Kondisi ini mengakibatkan banyak jemaah yang tidak kebagian tempat tidur di dalam tenda. Tak cuma masalah tenda, kondisi toilet jadi keluhan jemaah RI lantaran jemaah bisa antre berjam-jam, (https://www.cnnindonesia.com/20/6/2024).

Selain itu, Anggota Komisi VIII DPR sekaligus Anggota Timwas Haji John Kenedy Azis juga menyoroti adanya penambahan kuota haji sebanyak 20.000. Dalam penambahan tersebut, pihak penyelenggara langsung membagi dua, masing-masing 10.000 untuk haji reguler dan ONH plus. Sedangkan menurut UU 8/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, harusnya jatah haji reguler 92% dan sisanya ONH plus. Menurutnya, pembagian kuota ini ilegal dan melanggar aturan.

Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah RI (DPP AMPHURI) Firman Muhammad Nur meyakini bahwa penambahan kuota ini untuk mendukung visi Arab Saudi 2030 agar jemaah haji meningkat 5 juta orang dalam 6 tahun ke depan. Tujuannya tidak lepas dari motif ekonomi. Ia juga menduga pihak Arab perlu menambah kuota ONH plus agar dapat mengisi okupansi hotel-hotel bintang lima. (VOA, 20-6-2024).

Penyelenggaraan haji memerlukan biaya besar. Saat ini, jemaah harus mengeluarkan kocek Rp93,41 juta/orang. Bagi masyarakat Indonesia, ini jumlah yang sangat besar. Mereka harus menabung sekian puluh tahun agar bisa pergi Makkah. Namun, sangat disayangkan, biaya yang besar itu ternyata tidak cukup membuat jemaah merasa nyaman dalam beribadah. Mereka harus menghadapi berbagai masalah teknis.
Di sisi lain, masih banyak pula masyarakat di Indonesia yang tidak bisa berangkat karena terbentur biaya. Kesulitan hidup membuat mereka hanya mampu bermimpi bisa ke Tanah Suci. Sedangkan mereka yang beruang banyak, bisa bolak-balik ke tanah suci dengan ONH plus.

Saat ini, haji adalah ibadah yang tampak sekali dikomersialkan. Para pengusaha berlomba-lomba mendirikan hotel berbintang. Jika ingin mendapatkan fasilitas bagus dan dekat dengan tempat ibadah, jemaah harus rela merogoh kocek lebih dalam. Namun, jika uang pas-pasan, harus rela tinggal di hotel yang letaknya jauh dari Makkah.

Begitu pula dengan penambahan kuota. Tujuannya diduga bukan untuk memudahkan kaum muslim berhaji, melainkan agar kamar-kamar di hotel-hotel itu terpenuhi, terutama hotel bintang lima.

Bagi Indonesia, penambahan kuota haji memang merupakan kesempatan besar, terlebih Indonesia merupakan salah satu negara pengirim jemaah terbanyak. Sayangnya, penambahan kuota itu justru melahirkan masalah baru. Pembagian jumlah kuota tersebut nyatanya menyalahi aturan. Separuh dari penambahan kuota dibuka untuk haji ONH plus. Artinya, hanya orang-orang yang punya banyak uang yang bisa berangkat duluan. Wajar jika pelayanan haji dipandang sekadar untuk menunjang kelangsungan ekonomi.

Persoalan ini hanya bisa diatasi dengan bersatunya kaum muslim di bawah satu naungan sistem Islam (Khilafah). Sebagaimana masa lalu, tanpa ada sekat negara bangsa. Dengan begitu, tidak ada perbedaan antara Indonesia dan Arab Saudi. Semua satu negara dalam naungan Khilafah. Alhasil, ketika berhaji, kaum muslim tidak perlu repot mengurus visa/paspor, juga tidak dengan biaya yang mahal.

Sosok khalifah juga bukan sebagai pebisnis, melainkan pemimpin yang mengayomi rakyatnya. Salah satunya adalah menjamin seluruh kaum muslim bisa berhaji dengan tenang, aman, nyaman, dan tidak terbebani. Khalifah tidak boleh membedakan fasilitas antara muslim satu dengan yang lain. Semua akan diurus sama karena tujuan penyelenggaraan haji bukan keuntungan, tetapi untuk beribadah menyempurnakan rukun Islam. Penyediaan fasilitas akan sama rata, jemaah tidak perlu membayar lebih mahal hanya demi bisa mendapatkan fasilitas terbaik. Wallahua’lam bi shawab.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here