Idul Adha Kembali Berbeda Khilafah Tidak Bisa Ditunda!

0
58

Oleh : Yeni Aryani

Seperti yang telah kita ketahui bersama, perayaan Idul Adha juga sering disebut dengan hari raya kurban. Hari raya ini bertepatan dengan tanggal 10 Zulhijjah berdasarkan kalender Islam atau hijriah. Idul Adha adalah momen untuk memperingati peristiwa dimana Nabi Ibrahim mengorbankan putra kesayangannya yang bernama Ismail demi membuktikan ketaatannya terhadap perintah Allah SWT.

Di Indonesia penetapan hari-hari besar keagamaan seperti idul Adha dan idul Fitri melalui beberapa metode yakni dengan hisab dan Rukyatul hilal. Dilansir oleh kompasid Idul Adha 2024 menurut pemerintah melalui kementerian kementerian agama Republik Indonesia pada tanggal 7 Juni 2024 menghimpun data dan perhitungan posisi hilal yang sudah berada di atas kriteria imkanur Rukyatul hilal. Sehingga di tahun ini warga negara Indonesia dapat berlebaran secara serentak pada tanggal 17 Juni 2024 pada hari Senin. Keputusan ini tentunya berbeda dengan keputusan negara arab Saudi, Arab Saudi mengumumkan Idul Adha adalah pada Ahad 16 Juni 2024.

Perbedaan penetapan hari hari besar agama Islam bukan kali ini saja, perbedaan ini nyaris setiap tahun terjadi. Di sinilah perlunya ada penyadaran kepada Umat agar mengikuti atau kembali ke aturan yang hakiki berdasarkan Kalam ilahi dan hadis Rasulullah SAW bukan mengikuti atau mengambil keputusan berdasarkan pemikiran manusia yang jauh dari syariat Islam yang Kaffa.

Perbedaan yang terus-menerus berulang dikhawatirkan akan semakin menggerus akidah umat yang sengaja dijauhkan dari aturan agama yang sejatinya memberikan solusi tuntas untuk setiap problematika kehidupan manusia. Tugas para pejuang syariat Islam kiat berat di tambah adanya fitnah sebagai kaum intoleran radikal bahkan teroris yang MENGANCAM KESELAMATAN negara. Seruan untuk kembali ke aturan Islam Kaffa di katanya sebagai upaya makar mendirikan negara dalam negara. Khilafah dikatakan sebagai pemecah persatuan bangsa yang telah susah paya dipertahankan oleh para pejuang-pejuang kemerdekaan masa lalu, dan syariat Islam dikatakan sebagai hukum kepengurusan yang tidak relevan jika diterapkan di bumi persada.

Kuatnya cengkraman ideologi selain Islam sudah terbukti menguasai pemikiran manusia nyaris di seluruh dunia. Begitu pula para penguasa negeri yang mayoritas muslim namun sayangnya hukum kepengurusan negaranya mengambil dari hukum bukan berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunah melainkan mengadopsi hukum kepengurusan negara kaum kafir penjajah.

Kerusakan ahli setiap jiwa, rusaknya lingkungan hidup, kemaksiatan dimana-mana dan hilangnya nyawa manusia semakin membuktikan bahwa sistem ini tidak mampu menjaga melindungi mengurus umat dan alam semesta. Ahli-ahli mengadakan perbaikan di disegala aspek kehidupan justru kezaliman kian bertambah.

Lihatlah perbedaan yang sangat nyata antara si miskin dan mereka yang kaya, petinggi negeri yang menyalahgunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi atau komplotannya. Apakah belum ini semua membuat matamu terbuka. Dalam Islam seorang pemimpin adalah pelayan umat ia berkewajiban memberikan pelayanan terbaik untuk setiap warga negaranya, melindungi menjaga mengatasi segala urusan bukan hanya membuat undang-undang sesuai pesanan untuk menghancurkan Islam secara perlahan

Allah SWT berfirman yang artinya “Siapa saja yang tidak berhukum kepada hukum hukum Allah, mereka itulah kaum yang zalim” TQS Al Maidah ayat 47. Dari sinilah umat hendaknya bersegera kembali kepada syari’at Allah SWT yang telah terbukti selama tiga belas abad lamanya berkuasa di dunia, umat manusia khususnya umat Islam sejahtera. Tidakkah umat rindu kekuasaan Islam kembali?
Wallahu alam biswaab

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here