Ilusi Zero Stunting dalam Kapitalisme

0
54

Oleh : Ummu Aziz

Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo, menyoroti penanganan stunting di Indonesia yang belum optimal. Ia pun meminta, agar pemerintah dapat melibatkan masyarakat untuk mendorong program stunting.

Rahmad mengatakan, masyarakat perlu dilibatkan lantaran program stunting, seperti penyediaan makanan-makanan bergizi untuk anak di daerah-daerah kerap di bawah standar. Padahal, kata dia, pemerintah telah menggelontorkan dana yang banyak untuk stunting.Beritasatu.com, Jumat (1/12/2023).

Indonesia dinyatakan berada pada urutan ke-4 dunia dan kedua di Asia Tenggara dalam hal balita stunting. Pemerintah diingatkan melakukan evaluasi pembangunan keluarga agar persoalan ini teratasi (merdeka.com, 21/12/2020). Terkait hal ini, anggota Komisi IX DPR, Netty Prasetiyani Aher menyatakan, pemerintah harus mengevaluasi pembangunan keluarga. Karena di situlah hulu perkara yang harus diatasi, demi bisa mencetak SDM unggul agar stunting tak terus menerus menghantui calon generasi bangsa. Netty merinci riset kesehatan dasar Kementerian Kesehatan Tahun 2019 mencatat sebanyak 6,3 juta balita dari populasi 23 juta atau 27,7 persen balita di Indonesia menderita stunting. Jumlah tersebut masih jauh dari nilai standard WHO yang seharusnya di bawah 20 persen. Sebab itu dia meminta agar pemerintah memberikan otoritas yang lebih besar pada BKKBN untuk menjadi leading sector pengentasan stunting.

Demokrasi, Mimpi Kosong Atasi Stunting

Menko PMK telah menyebutkan pemerintah sedang mempersiapkan satu badan khusus yang menangani persoalan stunting di tanah air. Harapannya agar hasilnya lebih maksimal. Pasalnya, permasalahan stunting selama ini ditangani 21 lembaga pemerintah. Namun, problem utama di negeri ini sejatinya tak semata pada minimalisnya penanganan stunting. Justru tegaknya sistem demokrasi sebagai sistem penegak kehidupan itulah yang meniscayakan beragam kepentingan, hingga stunting tak dapat dihindari. Kita lihat bagaimana disparitas ekonomi begitu tinggi, kesenjangan gaya hidup antara si kaya dan si miskin juga sangat dikotomis. Belum lagi beragam kebijakan impor pangan berikut masuknya korporasi pangan asing, ternyata masih belum cukup mendeskripsikan niat baik pemerintah untuk mengatasi ketersediaan dan aksesibilitas pangan. Alih-alih mengatasi stunting, jelas masih jauh dari kata layak.

Padahal, mandat untuk mengatasi stunting yang digali dari UU Pembangunan Keluarga (UU Nomor 52 Tahu 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga), kualitas penduduk adalah kondisi penduduk dalam aspek fisik dan nonfisik yang meliputi derajat kesehatan, pendidikan, pekerjaan, produktivitas, tingkat sosial, ketahanan, kemandirian, kecerdasan, sebagai ukuran dasar untuk mengembangkan kemampuan dan menikmati kehidupan sebagai manusia yang bertakwa, berbudaya, berkepribadian, berkebangsaan, dan hidup layak.

Namun semua mandat itu hanya akan ada di atas kertas jika sistem pelaksananya dikuasai motif kapitalistik. Sebagai UU produk manusia, “niat baik” yang coba disuguhkan dalam UU ini pasti akan bertabrakan dengan berbagai kepentingan manusia yang lain. Yang diharuskan “mengalah” ketika bertanding dengan sistem ekonomi, selaku jargon utama ideologi kapitalisme.

Agar dapat disolusi tuntas, kasus stunting hendaknya diatasi dengan Islam politik pula. Karena Islam adalah ideologi yang ketika diterapkan akan memberikan solusi yang sesuai fitrah, memuaskan akal, dan memberikan ketenangan jiwa. Mekanisme Islam mengatasi stunting berawal dari pemenuhan kebutuhan pangan dan nutrisi masyarakat individu per individu. Negara juga tidak mendominasikan ketersediaan pangan semata-mata pada impor. Sebaliknya, negara akan fokus pada peningkatan produksi pertanian dan pangan, berikut segala riset dan jaminan kelancaran seluruh proses pengadaannya. Negara juga memiliki akurasi data untuk ketersediaan dan distribusi pangan agar tepat sasaran. Negara Khilafah benar-benar menunaikan mandatnya selaku khadimul ummah (pelayan umat) dengan melaksanakan sabda Rasulullah saw., “Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya.” (HR Bukhari). Selanjutnya, Islam memberikan jaminan ketahanan dan pembangunan keluarga yang berlandaskan akidah Islam. Agar keluarga mampu menjadi pilar peradaban. Islam juga akan menjamin keberlangsungan pendidikan generasi. Agar di samping menjadi generasi muslim kuat dan sehat, mereka juga terjaga dalam keimanan dan ketakwaan. Wallahua lam BI shawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here