Ironi Kedaulatan Rakyat Rempang

0
67

(Oleh : Ummu Aziz)

Rencana relokasi sebagian warga Pulau Rempang yang dijadwalkan pada Kamis (28/9/2023) urung dilaksanakan. Ratusan aparat kepolisian yang sebelumnya dipanggil untuk mengamankan pengosongan kampung-kampung di Rempang, Kepulauan Riau, disebut sudah dipulangkan.

Polda Kepulauan Riau menyatakan telah memulangkan 200 personel Satuan Brimob Polda Riau yang sebelumnya dikirim untuk mendukung pengamanan unjuk rasa warga Rempang yang bertugas di bawah kendali operasi (BKO). “Sudah dipulangkan lagi, hari ini pelepasannya. Mereka dikembalikan ke Polda Riau,” ujar Kabid Humas Polda Kepri Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad di Batam Kepulauan Riau, Kamis. (https://www.republika.id/ 29 Sep 2023).

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa rencana pembangunan proyek strategis nasional Rempang Eco city tetap berjalan, hanya saja pemerintah “memberi waktu lebih” untuk sosialisai (BBC Indonesia, 28/9/2023). Itu berarti pemerintah tetap berencana menggusur warga, meski entah kapan eksekusinya.

Masyarakat Rempang masih berusaha untuk mempertahankan wilayahnya. Mereka tidak ingin pindah dari wilayah yang sudah lama mereka tempati. Mereka bersikeras menolak penggusuran. Namun, rasa takut dan cemas masih menyelimuti warga karena mereka takut setiap kali ada kendaraan lalu lalang yang masuk kedalam kampung mereka dan akan mengusir mereka dari tanah yang sudah puluhan tahun mereka tempati itu. Perjuangan mereka masih berlanjut.

Kondisi Rempang terancam diusir dari tanahnya sendiri yang sudah berpuluh puluh tahun di sana membuat kita miris dan bertanya. Siapa yang berdaulat di wilayah Rempang? Jika kita bertanya dalam sistem demokrasi saat ini seharusnya “kedaulatan ada di tangan rakyat” bukan? Ironisnya pada sistem kapitalis demokrasi kenyataanya tak begitu. Kedaulatan saat ini ada ditangan segelintir orang, oligarki yang menguasai. Ombudsman RI mengungkap bahwa masyarakat Rempang telah berupaya untuk melegalkan tanahnya. Namun pemerintah menggantung permohonan warga sehingga kini mereka tidak memiliki bukti legal kepemilikan tanah.

Anehnya dengan kondisi Pulau Rempang yang berpenghuni tersebut, pemerintah justru menetapkan. sebagi kawasan pengembangan proyek strategis nasional (PSM). Tentu saja masyarakat menolak kebijakan ini.

Masyarakat merasa tawaran pemerintah terkait ganti rugi “hanya janji pemanis bibir” karena lokasi pemindahan belum siap. Juga belum ada dasar hukum terkait anggaran untuk kompensasi rumah pengganti, uang tunggu, dan hunian sementara bagi warga.

Sementara itu, BP Batam hanya mengantongi Surat Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN terkait pemberian HPL pada 31 Maret 2023. Namun, SK tersebut hanya berlaku sampai 30 September 2023. Jika dalam jangka waktu tersebut sertifikat tidak terbit, pengajuannya gugur. Oleh karena itu, BP Batam buru-buru mendesak warga di kampung tua agar segera keluar dari area itu. Namun, karena warga menolak, kini BP Batam memperpanjang masa pendaftaran relokasi warga hingga batas waktu yang belum ditentukan

Sementara itu, kampung-kampung tua di Pulau Rempang telah ada sejak lama. Mereka memiliki KTP dan membayar pajak bumi dan bangunan. Juga ada banyak bukti seperti makam tua, tapak tugu, patok tanda batas antarkampung, dan ijazah sekolah. Presiden Joko Widodo pernah berjanji untuk memberi sertifikat untuk kampung tua di Batam. Sayangnya, janji tinggal janji.

Demikianlah, konflik agraria di negeri ini kerap terjadi. Pemerintah lebih berpihak pada pengusaha kapitalis daripada rakyatnya. Negara bahkan mengerahkan militer untuk menggusur warga dari kampung halamannya sendiri. Tampak bahwa kedaulatan rakyat yang selama ini digembar-gemborkan demokrasi ternyata hanya sebatas jargon.

Dalam Islam, kedaulatan ada di tangan syarak. Tidak ada tawar menawar dan kompromi. Semua permasalahan akan diselesaikan dengan syariat Islam sehingga terwujudlah keadilan. Tidak ada pihak yang dianakemaskan sebagaimana para kapitalis di sistem demokrasi. Semua pihak setara di hadapan syarak.

Negara dalam sistem Islam berfungsi sebagai pengatur urusan rakyat. Negara akan melindungi rakyat agar terpenuhi kebutuhannya dan mencegah siapa saja yang hendak mengambil hak rakyat. Negara tidak boleh berbuat zalim kepada rakyat dengan alasan pembangunan, apalagi demi kepentingan para kapitalis.
Allah SWT berfirman:

اِنَّمَا السَّبِيْلُ عَلَى الَّذِيْنَ يَظْلِمُوْنَ النَّاسَ وَيَبْغُوْنَ فِى الْاَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّۗ اُولٰۤىِٕكَ لَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ
“Sesungguhnya kesalahan hanya ada pada orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka itu mendapat siksa yang pedih.” (QS Asy-Syura: 42).
Khalifah Umar bin Khaththab pernah menegur Wali Mesir, Amr bin Ash yang hendak menggusur seorang Yahudi yang rumahnya menghalangi proyek pembangun masjid. Umar ra. mengirimi Amr ra. tulang busuk yang berasal dari belikat unta.
Di tulang itu, Umar menggoreskan huruf alif sederhana dari atas ke bawah yang dipalang di bagian tengahnya. Ini adalah tamsil agar Amr bin Ash berlaku adil. Amr pun membatalkan rencananya. Demikianlah profil negara yang melindungi dan mengurusi rakyatnya, bukan justru mengerahkan militer untuk mengusir rakyat. Wallahualam bissawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here