Ironis, Bersuka Cita di Tengah Penderitaan Rakyat Gempa Cianjur

0
159

Oleh : Nur HS

Pemilihan presiden 2024 masih sekitar dua tahun lagi, tetapi upaya politik untuk menunjukkan kualitas diri sudah banyak dilakukan oleh para pasangan calon presiden. Seperti acara yang digelar oleh para relawan Presiden Jokowi di Gelora Bung Karno (GBK) yang bertajuk “Nusantara Bersatu”.

Acara Nusantara Bersatu yang digelar Relawan Jokowi menyisakan sampah berserakan yang mengotori Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (26/11). Penampakan lautan sampah di GBK tersebut menjadi sorotan publik dan berujung viral di media sosial.

Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengerahkan 500 personel pasukan orange untuk membersihkan dan mengangkut sampah dan berhasil mengumpulkan total 31 ton beragam jenis sampah usai acara tersebut.

“Semua terlibat dalam membereskan sampah ini, baik dari kasudin, kasatpel, hingga petugas jasa layanan perorangan semua terlibat,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta Asep Kuswanto di Jakarta, dikutip Antara. Total 31 ton sampah yang dikumpulkan oleh pasukan oranye pada lokasi itu di antaranya sampah plastik dari botol kemasan air minum.

Selain personel, pihaknya juga mengerahkan puluhan kendaraan yang terdiri dari mobil lintas (pick up), mobil sapu jalanan serta truk sampah anorganik. DLH DKI Jakarta mengerahkan 28 unit mobil lintas, 14 unit mobil sabu jalanan serta 10 unit truk.

Dalam acara tersebut Presiden Jokowi memaparkan sejumlah pencapaiannya selama memerintah, terutama di bidang infrastruktur. Jokowi pada kesempatan itu juga menjabarkan sejumlah catatan yang dia anggap penting untuk dicermati oleh relawan terkait sosok dan kriteria calon presiden 2024 (sumber https://www.cnnindonesia.com).

Sangat disayangkan, adanya pertemuan besar yang digelar oleh para relawan Jokowi di tengah duka yang dirasakan rakyat Cianjur akibat bencana gempa, seolah menunjukkan sudah semakin terkikisnya rasa empati para penguasa terhadap rakyat yang sedang berduka. Para korban masih sangat membutuhkan pertolongan dan bantuan. Gempa yang terjadi pada Senin, 21 November 2022 itu telah meluluh lantakkan wilayah pemukiman dan menelan ratusan korban jiwa.

Dilansir dari BBC News.Com, data terakhir hingga Sabtu 28 November 2022, pukul 17.00 WIB korban meninggal dunia di Cianjur, Jawa Barat bertambah menjadi 318 orang, dan korban hilang 14 jiwa. Hal itu disampaikan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam konferensi pers di pusat posko bencana, Kantor Bupati Cianjur.

Pertemuan besar tersebut tentunya menghabiskan biaya besar. Apalagi di tengah suasana politik menjelang pemilihan umum 2024, pertemuan dengan relawan ‘rawan’ dengan kepentingan ‘pribadi’ dalam hal jabatan/kekuasaan. Adanya ‘penipuan kegiatan’ makin menguatkan dugaan tersebut.

Padahal alangkah lebih baiknya jika biaya yang tidak sedikit itu dialokasikan dan diutamakan untuk kepentingan para korban bencana yang lebih membutuhkan. Rakyat yang membutuhkan biaya untuk bisa melanjutkan kehidupan sangatlah banyak, bahkan mereka tidak hanya kehilangan orang orang terdekatnya, tapi juga kehilangan tempat tinggal.

Akan tetapi, ternyata sudah menjadi tabiat penguasa dalam sistem yang diterapkan dalam kehidupan saat ini, yaitu sistem demokrasi kapitalisme. Mereka lebih mengutamakan kepentingan pribadi, daripada urusan rakyatnya. Bahkan kapitalisme hanya memandang segala sesuatunya dari segi keuntungan semata. Segala orientasi kebijakannya hanya terfokus pada adanya manfaat. Apabila kebijakan yang ditentukannya dinilai banyak manfaat dan dapat melanggengkan eksistensinya dalam kepemimpinan, maka hal itu akan terus dipertahankan. Penguasa akan melihat, mana peluang besar yang bisa menaikkan citra kepemimpinannya dimata publik.

Berbagai cara bisa dilakukan, mulai dari pencitraan, mengunjungi korban bencana alam demi formalitas, atau mengumpulkan masal dengan klaim bahwa mereka itu relawan. Bagi penguasa dalam sistem kapitalisme, hal seperti itu dinilai lebih penting daripada fokus mengurusi korban bencana secara mutlak. Dengan demikian publik bisa menyaksikan sendiri, masih saja ada penguasa yang melakukan pencitraan di tengah bencana, melakukan kampanye di tengah himpitan ekonomi. Bukan tuntas menyelesaikan persoalan, malah semakin menambah sesak di dada bagi siapa saja yang menyaksikannya.

Hal ini sangat berbeda dengan penguasa dalam negara khilafah, yang menerapkan sistem Islam. Dalam pandangan Islam, penguasa dan rakyat harusnya saling menguatkan. Islam memandang urusan rakyat adalah hal yang sangat penting yang harus diutamakan daripada kepentingan pribadi.

Hal ini sesuai dengan Sabda Rasulullah dalam hadits yang berbunyi “Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat. Dia akan diminta pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (Shahih al-Bukhari).

Penguasa atau pemimpin dalam Islam adalah ra’in (pengurus rakyat), yang wajib mewujudkan kemaslahatan siapa saja yang berada di bawah kepemimpinannya. Sudah pernah terjadi dalam sejarah peradaban Islam, ketika khilafah berdiri selama kurang lebih seribu tiga ratus tahun lamanya, dapat ditemukan para pemimpin yang begitu luar biasa dalam menjalankan kepemimpinannya dan memberi perhatian terhadap rakyatnya.

Salah satu di antaranya adalah kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab RA. Pada masa kekuasaan beliau pernah terjadi bencana paceklik pada akhir tahun ke-18 Hijriyah, tepatnya pada bulan Dzulhijjah dan berlangsung selama sembilan bulan. Pada masa itu, masyarakat mengalami kesulitan, dan kekeringan melanda seluruh bumi Hijaz, dan orang orang mulai merasakan sangat kelaparan. Banyak dari mereka yang berbondong-bondong pergi ke Madinah untuk mencari bantuan kepada Khalifah Umar. Khalifah pun bersikap sangat sigap dan tanggap, beliau mendirikan tungku-tungku dan posko-posko bantuan makanan yang dananya diambil dari Baitul Mal.

Pada saat itu bantuan tersebut bisa mencukupi 6000 penduduk. Ditengah usaha kerasnya untuk tetap mencukupi kebutuhan rakyatnya sang Khalifah pun juga sangat tegas pada dirinya sendiri. Beliau rela untuk ikut menanggung rasa lapar seperti yang diderita oleh rakyatnya. Pada saat itu Khalifah hanya makan roti dan minyak sehingga kulitnya berubah warna menjadi hitam. Bahkan beliau menolak untuk makan daging dan hati unta yang disediakan untuk dirinya. Justru beliau menyuruh untuk membagikan makanan tersebut kepada rakyatnya.

Inilah sosok pemimpin dalam Islam. Mereka mengurus rakyatnya dengan sepenuh hati, bukan untuk kepentingan eksistensi kekuasaannya. Melainkan demi menjalankan amanah besar dan kewajiban yang Allah berikan kepadanya. Semuanya dia lakukan, semata mata hanya untuk mencari ridho Allah. Begitu sejahtera kehidupan para rakyatnya apabila memiliki sosok pemimpin seperti ini.
Tetapi, pemimpin seperti ini sangatlah sulit kita jumpai dalam kehidupan yang menerapkan sistem demokrasi kapitalisme. Pemimpin seperti ini hanya akan dijumpai dalam sistem pemerintahan yang menerapkan hukum hukum Islam secara menyeluruh, yaitu dalam naungan negara khilafah. Dan hanya dengan cara menerapkan sistem Islam secara menyeluruh, segala persoalan seperti diatas bisa diatasi secara tuntas, serta kesejahteraan dalam kehidupan rakyat bisa terwujud.

Wallaahu a’lam bisshowab….

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here