Jaminan Kesejahteraan Guru dalam Naungan  Islam

0
492

Oleh : Nelly, M.Pd (Pemerhati Dunia Pendidikan, Aktivis Peduli Negeri)
Menjadi seorang guru dan pendidik itu bukanlah hal yang mudah. Tugasnya berat tak hanya mencerdaskan anak bangsa, guru juga memiliki peran menggantikan orang tua selama berada di sekolah. Oleh sebab itu, guru disebut pahlawan tanpa tanda jasa. Melihat jasa mereka yang begitu besar, di sekolah guru lah yang menggantikan orang tua dalam memberikan bimbingan dan pengajaran kepada generasi  anak bangsa.

Maka, di tangan para guru lah sebenarnya kualitas generasi mendatang dipertaruhkan. Meski tidak bisa dipungkiri, kurikulum pendidikan berperan besar terhadap proses pendidikan, akan tetapi keseriusan proses mendidik yang diberikan seorang guru tidak bisa dipandang remeh. Maka sudah sepantasnya lah para guru mendapatkan penghargaan dan apresiasi yang begitu besar.

Wujud kemuliaan mereka dapat diberikan penghargaan dalam bentuk  baik moral dan penghargaan secara material untuk menjamin kesejahteraan para guru. Namun sangat miris dan prihatin manakala menengok bagaimana nasib para guru terlebih yang honorer di negeri ini. Bayangkan masih ada guru honorer yang hidup dengan gaji Rp 12 ribu per hari.
Namanya Dedi Mulyadi. Sejak tahun 2007 ia menjadi seorang guru honorer di SDN Pasirlancar 2, Desa Pasirlancar, Kecamatan Sindangresmi, Kabupaten Pandeglang. (merdeka.com, 12/5/2020). Lain lagi cerita Nining Suryani, guru honorer SD Negeri Karyabuana 3, Pandeglang terpaksa manfaatkan toilet sekolah jadi bagian rumahnya sejak 2 tahun lalu.

Sebab, dia tak ada pilihan lain setelah rumahnya yang lama hancur. Pendapatannya sebagai guru honorer sejak 2004 di sekolah itu, hanya sekitar Rp 350 ribu yang dibayarkan pertiga bulan. (finance.detik.com). Ini hanya sekelumit kisah pilu para pahlawan negeri yang hidup jauh dari kata sejahtera.

Sungguh ironis nasib yang menimpa mereka, sebab Indonesia adalah negeri yang kaya raya. Terbentang pulau-pulaunya dari Sabang sampai Merauke, di sana banyak sekali ditemukan mineral-mineral dan bahan tambang yang memiliki nilai yang mahal. Negara ini punya pertambangan emas terbesar dengan kualitas emas terbaik di dunia yang sekarang dikelola oleh PT Freeport.

Negara ini juga punya cadangan gas alam terbesar di dunia tepatnya di Blok Natuna. Negara ini juga punya hutan tropis terbesar di dunia. Hutan tropis ini memiliki luas 39.549.447 Hektar, dengan keanekaragaman hayati dan plasma nutfah terlengkap di dunia. Selain itu, memiliki lautan terluas di dunia, dikelilingi dua samudra, yaitu Pasific dan Hindia hingga tidak heran memiliki jutaan spesies ikan yang tidak dimiliki negara lain.
Negara ini memiliki tanah yang sangat subur, karena memiliki banyak gunung berapi yang aktif menjadikan tanah di negara ini sangat subur. Terlebih lagi negara ini dilintasi garis khatulistiwa yang banyak terdapat sinar matahari dan hujan. Yang terakhir, negara ini punya pemandangan yang sangat eksotis dan lagi-lagi tak ada negara yang bisa menyamainya. Bisa dibayangkan, dengan SDA yang melimpah ruah ini jika dikelola dengan baik oleh negara, maka pasti sejahteralah rakyat Indonesia, termasuk para guru sang pahlawan bangsa. Kekayaan alam Indonesia yang begitu melimpah ternyata tidak berkorelasi dengan kesejahteraan guru kita.

Memang, karena kekayaan yang melimpah ternyata tidak dikelola oleh negara secara mandiri untuk dikembalikan kepada rakyat. Sebaliknya, kekayaan itu sebagian besar justru dikuasai asing dan segelintir konglomerat Indonesia. Sekali lagi rakyat menggigit jari. Inilah nasib negeri yang berpijak kepada kapitalisme, dan menjadikan sistem rusak ini untuk mengelola negeri.

Walhasil, yang seharusnya negeri ini bisa maju, berdaulat, sejahtera dan mampu memakmurkan seluruh rakyat Indonesia termasuk menjamin kesejahteraan para guru. Namun, faktanya akibat pengelolaan negara dengan sistem kapitalisme negeri ini miskin papa. Bahkan untuk membiayai negara harus berutang dan mengambil pajak dari rakyat.
Hal ini sangat berbeda dengan pengaturan dalam sistem Islam, sistem yang berasal dari wahyu Ilahi.

Guru Sejahtera Dalam Naungan Islam

Sungguh kondisi ini berbeda dengan saat sistem Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Dalam sistem Islam, aspek pendidikan mendapat perhatian sedemikian besar sejalan dengan pandangan syariat Islam yang menempatkan pendidikan sebagai salah satu pilar peradaban. Secara konsep, Islam menempatkan ilmu, orang yang berilmu dan mempelajari ilmu ada dalam posisi yang mulia. Menuntutnya, dihukumi wajib.

Bahkan majelis-majelis ilmu diibaratkan sebagai taman-taman surga. Dan para penuntutnya diberi jaminan doa terbaik dari para malaikat dan seluruh makhluk yang ada di muka bumi. Inilah yang mempengaruhi visi negara Islam (Khilafah) dalam berbagai kebijakan pendidikan. Khilafah memberikan perhatian maksimal dalam mewujudkan sistem pendidikan terbaik bagi rakyat dan semua yang terlibat dalam mewujudkannya, termasuk para guru.

Dalam sistem Khilafah, tak pernah terdengar kasus-kasus kekisruhan akibat diskriminasi dalam penyelenggaraan pendidikan termasuk soal jaminan kesejahteraan para guru. Banyak literatur menyebutkan kisah-kisah heroik menyangkut perhatian besar penguasa dan berbagai kemudahan yang disediakan negara terhadap layanan pendidikan bagi umat dan para pelaksananya.

Sebut saja dalam urusan pendidikan dalam Islam akan digratiskan negara, adanya santunan bagi pelajar, terdapat lembaga-lembaga pendidikan berkelas dan mudah diakses, pengajihan guru yang fantastis, dan lain-lain adalah perkara-perkara yang lumrah ditemui sepanjang sejarah peradaban Islam yang pernah diterapkan selama kurang lebih 1300 tahun lebih lamanya.

Hingga dunia pendidikan yang diatur oleh khilafah berhasil menghantarkan umat Islam sebagai umat terbaik bahkan menjadi mercusuar peradaban dunia di era kegelapan saat itu. Sejarah telah mencatat bahwa guru dalam naungan Khilafah mendapatkan penghargaan yang tinggi dari negara termaksud pemberian gaji yang melampaui kebutuhannya.

Diriwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah, dari Sadaqoh ad-Dimasyqi, dar al- Wadl-iah bin Atha, bahwasanya ada tiga orang guru di Madinah yang mengajar anak-anak dan Khalifah Umar bin Khattab memberi gaji lima belas dinar (1 dinar setara dengan 4,25 gram emas, berarti 15 dinar = 63,75 gram emas. Bila saat ini 1 gram emas seharga Rp. 700 ribu, berarti gaji guru pada saat ini setiap bulannya sebesar 44.625.000).

Sungguh luar biasa, dalam naungan Khilafah para guru akan terjamin kesejahteraannya dan dapat memberi perhatian penuh dalam mendidik anak-anak muridnya tanpa harus dipusingkan lagi untuk membagi waktu dan tenaga untuk mencari tambahan pendapatan. Tidak hanya itu, negara dalam naungah Khilafah juga menyediakan semua sarana dan prasarana secara cuma-cuma dalam menunjang profesionalitas guru menjalankan tugas mulianya.

Sehingga selain mendapatkan gaji yang besar, mereka juga mendapatkan kemudahan untuk mengakses sarana dan prasarana untuk meningkatkan kualitas mengajarnya. Hal ini tentu akan membuat guru bisa fokus untuk menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pencetak SDM berkualitas yang dibutuhkan negara untuk membangun peradaban yang agung dan mulia.

Maka dari itu kesejahteraan guru seperti yang tergambar diatas hanya akan didapatkan jika Islam diterapkan secara kaaffah dalam seluruh aspek kehidupan baik dalam urusan individu, masyarakat, maupun negara. Karena hanya sistem Islam yang datang dari Allah SWT, zat yang Maha Sempurna dan Maha Benar dalam naungan Khilafahlah yang akan memberikan kesejahteraan dan rahmatan lil alamin akan tercipta. Sudah waktunya untuk kembali pada sistem aturan Islam yang akan membawa keberkahan dan kemuliaan dirasakan baik muslim maupun nonmuslim. ***Wallahu A’lam Bisshawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here