Komnas HAM Beberkan Potongan Rekaman CCTV, Ternyata Irjen Sambo Masuk Rumah Terlebih Dahulu dan Brigadir J Saat Itu Masih Hidup

0
247

Kliksumatera.com, JAKARTA- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM RI mengungkapkan isi rekaman CCTV di Duren Tiga.

Terkait kasus meninggalnya Brigadir J, Komnas HAM mengatakan berdasarkan rekaman video memperlihatkan Brigadir J masih hidup. Saat tiba di Duren Tiga. Sepulangnya dari Magelang, Jawa Tengah, Jumat (8/7/2022). “Kami diperlihatkan 20 video dari Magelang sampai area Duren Tiga, bahkan sampai Rumah Sakit Kramat Jati,” kata anggota Komnas HAM Mohammad Choirul Anam di Jakarta, Rabu 27 Juli 2022.

Menurut dia, yang paling penting dalam video tersebut adalah di area Duren Tiga, tempat video memperlihatkan ada Irjen Polisi Ferdy Sambo yang masuk terlebih dahulu.

Beberapa waktu kemudian ada rombongan dari Magelang. “Di situ terlihat ada Ibu Putri, ada Brigadir Yoshua, dia masih hidup sampai di Duren Tiga. Rombongan lainnya dalam kondisi hidup dan sehat,” kata Anam.

Disebutkan pula bahwa 20 video yang diperlihatkan oleh siber Polri dan Labfor Polri kepada Komnas HAM tersebut tersebar di 27 titik, mulai dari Magelang, Duren Tiga, hingga Rumah Sakit Kramat Jati.

Khusus video dari Magelang sampai Duren Tiga, salah satu hal penting yang dilihat oleh Komnas HAM adalah soal Brigadir J yang masih hidup.

Selain diperlihatkan soal video, tim dari Komnas HAM juga ditunjukkan soal monitoring keberadaan atau jejaring komunikasi yang terdapat di area Duren Tiga dan Magelang.

Bahan yang diberikan kepada Komnas HAM tersebut akan kembali dipelajari. Hal ini guna memastikan dan mengusut tuntas kematian Brigadir J.

Terkait dengan permintaan keterangan siber dan digital forensik, kata Anam, akan kembali dilanjutkan Komnas HAM pekan depan.

Hal ini mengingat ada beberapa penggalian informasi yang membutuhkan dukungan teknologi. “Tinggal sekitar 20 persen lagi yang kami butuhkan untuk memperkuat terangnya peristiwa,” ujarnya.

Publik Diminta Sabar

Kriminolog dari Universitas Indonesia Kisnu Widagso meminta masyarakat untuk tidak berspekulasi terkait kejanggalan kematian Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Dia meminta publik untuk menunggu Tim Khusus mengungkap ‘puzzle’ atau teka-teki terkait kasus ini. “Idealnya, puzzle-nya ngumpul dulu baru kemudian bisa dijelaskan,” kata Kisnu.

Kejanggalan demi kejanggalan yang menjadi sorotan publik, menurut Kisnu, diakibatkan asumsi yang terbentuk ketika kepingan “puzzle” masih belum lengkap.

Oleh karena itu, ia meminta kepada publik untuk menunggu Tim Khusus yang dibentuk Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo untuk melengkapi kepingan “puzzle” tersebut.

Kuncinya, kata Kisnu, sebenarnya keterbukaan informasi. Menurut dia, untuk melengkapi sebuah “puzzle”, terdapat informasi yang bisa diperoleh dari berbagai sumber, salah satunya korban, saksi, dan bukti lainnya. “Lalu digital evidence (bukti/jejak digital). Digital evidence apakah CCTV doang? CCTV di luar rumah itu kan hanya menentukan bahwa si A ada di situ,” ucapnya.

Selain itu, Kisnu menyebut ponsel dari para yang diduga terlibat dalam kasus ini juga diperiksa oleh ahlinya. Tindakan ini bertujuan untuk memeriksa call data record, pertukaran pesan, dan lainnya. Namun, kata dia, belum tentu langkah tersebut bisa memudahkan untuk memberikan penjelasan. “Ya tentu saja belum, karena data itu hanya menunjukkan telah terjadi komunikasi antara jam sekian sampai jam sekian, kemudian tidak terjadi komunikasi lagi jam sekian,” ucapnya.

Di samping itu, Kisnu mengingatkan publik jangan beranggapan bahwa setiap orang yang meninggal dalam kasus kejahatan itu merupakan korban. “Luckenbill bilang, biasanya kekerasan itu ada trigger, ada yang memulai, ada yang melemparkan simbol, dan ada yang men-trigger munculnya simbol,” katanya.

Tapi masalahnya, tutur Kisnu, sering seseorang yang memulai itu memunculkan definisi situasi yang baru. Definisi situasi baru itulah menyebabkan audiens merespons, dan ketika mendapatkan respons, sosok yang memulai ini kemudian merespons balik. Sampai pada satu titik, pertukaran simbol ini mencapai titik kritis.

“Di situlah kemudian terjadi pembunuhan, kekerasan yang menyebabkan seseorang meninggal dunia,” katanya.

Sumber : NKRIPOST
Editing : Imam Ghazali

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here