Kriteria Calon Pemimpin dalam Islam

0
183

Oleh: Hj Padliyati Siregar ST

Baru saja memenangi kontestasi Pilkada OKU 2020, Johan Anuar yang menjadi calon wakil bupati OKU langsung ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Johan Anuar yang berpasangan dengan Kuryana unggul 66,3 persen melawan kolom kosong yang memperoleh suara 33,7 persen.

Hari itu (10/12/2020), Penyidik KPK melaksanakan tahap II dengan penyerahan tersangka dan barang bukti untuk tersangka Johan Anuar Wakil Bupati periode 2015-2020 kepada Tim JPU KPK. “Tersangka JA, dilakukan penahanan di Rutan oleh Penuntut Umum KPK selama 20 hari. Terhitung sejak tanggal 10 Desember 2020 sampai dengan 29 Desember 2020, tersangka di tahan di Rutan Polres Jakarta Pusat,” ujar Jubir KPK Ali Fikri, Kamis (10/12/2020).

Menurut Ali Fikri, penahanan terhadap Johan Anuar, setelah perkaranya diambil alih penyidik KPK. Ini sebagai bentuk koordinasi dan supervisi yang dilakukan KPK bersama dengan Polda Sumsel.

Sebelumnya kasus ini dilakukan penyidikan dari Subdit Tipidkor Polda Sumsel, namun pada tanggal 24 Juli 2020 diambil alih penanganannya oleh KPK.

“Sebelumnya JA telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sumsel. Tersangka, melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP,” kata Ali Fikri, (TRIBUNSUMSEL.COM).

Dalam sistem demokrasi kapitalisme kasus serupa sudah tidak lagi menjadi hal yang tabu atau memalukan,selagi ada partai yang mengusung pencalonannya akan tetap dilangsungkan.

Berkaca pada pemilu pada 30 Januari 2019, terdapat 49 nama caleg DPRD dan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang diketahui sebagai mantan narapidana kasus korupsi.

Lalu, pada 19 Februari 2019, KPU mempublikasi 32 nama tambahan. Total, 81 nama dinyatakan pernah divonis sebagai koruptor.

Daftar itu memuat 23 caleg eks koruptor tingkat DPRD provinsi, 49 caleg eks koruptor tingkat DPRD kabupaten/kota, dan sembilan calon anggota DPD.

Dari 16 partai politik (parpol) nasional peserta Pemilu 2019, 14 partai tercatat mengajukan 72 caleg berlatar belakang mantan napi korupsi. Dua parpol yang tak mengajukan caleg eks koruptor adalah Partai Nasional Demokrat (Nasdem) dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Dari 16 partai politik (parpol) peserta pemilu, 14 partai tercatat mengajukan caleg mantan napi korupsi. Adapun Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) merupakan parpol yang terbanyak mengusung caleg eks koruptor. Sebanyak 11 nama eks koruptor dicalonkan partai yang sekarang dipimpin Oesman Sapta Odang.

Jauh-jauh hari sebelumnya, menanggapi polemik terkait pencalonan dan langkah KPU, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan, mantan narapidana kasus korupsi punya hak untuk mencalonkan diri dalam pemilu legislatif. “Kalau saya, itu hak. Hak seseorang berpolitik,” kata Jokowi di Jakarta, Selasa (29/5/2018).

Jokowi menegaskan, konstitusi sudah menjamin, memberikan hak kepada seluruh warga negara untuk berpolitik, termasuk bagi mantan napi kasus korupsi, (KOMPAS.com).

Meski demikian, sejumlah kalangan mewanti-wanti bahwa fakta ini rentan menggerus harapan dan optimisme publik tentang pemberantasan korupsi. Mantan napi korupsi yang kembali menjadi calon anggota legislatif akan merusak integritas Pemilu.

Integritas Pemilu tidak hanya menyangkut hal-hal administratif seperti Daftar Pemilih Tetap atau penyelenggara yang jujur, tetapi juga terkait calon-calon yang ditetapkan KPU. Para calon itu, harus bisa dipertanggungjawabkan secara moral.

Kalau Pemilu sudah rusak integritasnya, maka akan terjadi terus kasus-kasus yang terjadi seperti di DPRD Malang itu. Maka perlu sekali caleg yang maju dilihat rekam jejak dan integritasnya.

Orang yang sudah melakukan korupsi, dia kan sudah berkhianat kepada bangsa dan tanah air. Kenapa dipilih. Selagi masih ada orang-orang yang bersih, orang inilah yang harus kita terima sebagai pemimpin.

Masa depan bangsa ini harus kita berikan pencerahan, bangsa kita ini berhak untuk melihat masa depan negara kita ini lebih baik. Bebas dari korupsi. Jangan dibebani lagi oleh orang-orang yang sebenarnya telah mengkhianati amanah rakyat ini. Jadi untuk masa depan Indonesia yang lebih baik, seharusnya kita ini bersifat zero tolerance terhadap korupsi.

Bangsa kita ini bangsa besar dan didesain untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur,begitulah harapan besar sebagian kalangan. Namun akankah semua harapan itu akan terwujud selama sistim yang diterapkan saat ini sistem demokrasi kapitalisme dimana hasrat kepentingan yang lebih dominan.

Adanya pemimpin merupakan tugas yang sangat mulia dan memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam Islam. Karenanya, adanya pemimpin merupakan kewajiban demi tegaknya agama dan dunia,

Dalam Islam, pemimpin haruslah amanah. Pemimpin amanah adalah pemimpin yang bukan hanya tidak mengkhianati rakyat yang telah memilih dirinya, tetapi yang lebih penting adalah tidak mengkhianati Allah dan Rasul-Nya. Di dalam Al Quran Allah SWT telah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul-Nya serta jangan mengkhianati amanah-amanah kalian, sementara kalian tahu (TQS al-Anfal [8]: 27).

Menurut Ibnu Abbas ra., ayat tersebut bermakna, “Janganlah kalian mengkhianati Allah dengan meninggalkan kewajiban-kewajiban-Nya dan jangan mengkhianati Rasulullah dengan menanggalkan sunnah-sunnah (ajaran dan tuntunan)-nya…” (Al-Qinuji, Fath al-Bayan fî Maqâshid al-Qur’ân, 1/162).

Adapun yang dimaksud dengan amanah dalam ayat di atas—yang haram dikhianati—adalah apa saja yang telah diamanahkan oleh Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya (Lihat: Ash-Shabuni, Shafwah at-Tafâsir, 1/367).

Tentu, kekuasan adalah bagian dari amanah, bahkan salah satu amanah yang amat penting, yang haram untuk dikhianati. Keharaman melakukan pengkhianatan terhadap amanah, selain didasarkan pada ayat di atas, juga antara lain didasarkan pada hadis penuturan Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ فَهُوَ مُنَافِقٌ وَ إِنْ صَامَ وَ صَلَّى وَ زَعَمَ أَنَّهُ مُؤْمِنٌ: إِذَا حَدَثَ كَذَبَ، وَ إِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَ إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ.

Ada tiga perkara, yang siapa pun melakukan tiga perkara tersebut, dia tergolong orang munafik—meski dia shaum, shalat dan mengklaim dirinya Muslim—yaitu: jika berkata, dusta; jika berjanji, ingkar; dan jika diberi amanah, khianat (Ibn Bathah, Al-Ibânah al-Kubrâ, 2/697).

Karena itu siapa pun yang menjadi pemimpin wajib amanah. Haram melakukan pengkhianatan. Apalagi Rasulullah SAW telah bersabda:

مَا مِنْ عَبْدٍ اسْتَرْعَاهُ اللَّهُ رَعِيَّةً فَلَمْ يَحُطْهَا بِنَصِيحَةٍ إِلاَّ لَمْ يَجِدْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ

Tidak seorang hamba pun yang diserahi oleh Allah untuk mengurusi rakyat, lalu tidak menjalankan urusannya itu dengan penuh loyalitas, kecuali dia tidak akan mencium bau surga (HR al-Bukhari).

Pemimpin yang Adil

Selain amanah, seorang pemimpin juga wajib memimpin dengan adil. Sayang, sistem demokrasi sekular saat ini sering melahirkan pemimpin yang tidak adil alias fasik dan zalim. Mengapa? Sebab sistem demokrasi sekular memang tidak mensyaratkan pemimpin atau penguasanya untuk memerintah dengan hukum Allah SWT. Saat penguasa tidak memerintah atau tidak berhukum dengan hukum Allah SWT, jelas dia telah berlaku zalim. Allah SWT sendiri yang menegaskan demikian:

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Siapa saja yang tidak memerintah dengan wahyu yang telah Allah turunkan, mereka itulah pelaku kezaliman (TQS al-Maidah [5]: 5).

Alhasil, seorang pemimpin baru bisa dan baru layak disebut sebagai pemimpin yang adil saat memerintah berdasarkan Al Quran dan As Sunnah, bukan dengan yang lain.

Sifat dan karakter mulia dari para gubernur atau pejabat Khilafah tak pernah bisa diragukan lagi. Mereka semua mempunyai sifat dan karakter yang terbaik. Bukan karena semata aspek budi pekerti, namun karena mereka semata menjalankan syariah Islam. Berpegang teguh pada halal dan haram.

Itulah yang menjamin mereka semua mempunyai sifat dan karakter terbaik tersebut terus kontinu. Tidak lekang oleh waktu, himpitan dan godaan jabatan, wanita maupun uang. Mereka yakin bahwa Allah SWT melihat dan mencatat semua perbuatannya. Mereka yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa balasan perbuatan buruk/maksiat sungguh menyakitkan kelak di neraka.

Sejak Rasulullah SAW diutus, tidak ada masyarakat yang mampu melahirkan para pemimpin yang amanah dan adil kecuali dalam masyarakat yang menerapkan sistem Islam. Sudah seharusnya umat kembali berjuang untuk mewujudkan sistem Islam ini yaitu khilafah islamiyah yang mampu melahirkan pemimpin yang adil dan amanah. ***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here