Legalisasi Seks Berkedok Undang-Undang

0
48

Oleh : Dian Novianti Ria

 

Pemerintah telah mengeluarkan peraturan (PP) nomor 28/2024 terkait pelaksanaan UU kesehatan nomor 17/2023 tentang pengadaan alat kontrasepsi bagi anak siswa sekolah dan remaja, kebijakan ini menuai kontroversi dari berbagai pihak, sejak PP tersebut diluncurkan. Menteri kesehatan Menkes Budi Gunadi Sadikin menegaskan, penyediaan alat kontrasepsi bukan untuk pelajar, melainkan untuk remaja yang sudah menikah, DetikNews (6/8/2024).

 

Dekan fakultas ilmu kesehatan universitas Muhammadiyah Sidoarjo (umsida), Evi Rinata ST Mkeb turut memberikan tanggapannya. “Program kesehatan, terutama kesehatan reproduksi sudah sangat kompleks, ditambah dengan persoalan penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar dan remaja,” ujar dosen prodi kebidanan itu.

 

Kebijakan ini menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat, terlalu banyak celah penyalahgunaan di lapangan nantinya. Dosen lulusan S2 kebidanan Universitas Brawijaya itu berpendapat, bahwa pemerintah harus bisa mengevaluasi dan mengawasi jalannya PP ini. Kebijaksanaan ini menimbulkan polemik di masyarakat, apalagi dikaitkan dengan agama, yang mana warga Indonesia mayoritas adalah muslim.

 

Di samping itu penerbitan PP 28/ 2024 semakin menegaskan, status Indonesia sebagai negara sekuler yang memaklumi dan menormalkan zina atas nama kebebasan berperilaku. Negeri ini sedang berjalan di ambang kehancuran generasi, akibat rusaknya moral generasi dan pejabat negeri ini yang tiada henti membuat aturan-aturan sekuler liberal. Meski mayoritas penduduknya muslim, aturan yang dipakai sangat jauh dari Islam dan lebih memilih menggunakan aturan manusia, inilah yang disebut sekularisme. Begitu juga dengan sistem pendidikan sekuler yang tidak menghasilkan generasi bertakwa dan berkepribadian Islam.

 

Dengan adanya PP nomor 24/2024, merupakan hasil dari ideologi sekularisme liberalisme yang menjamin kebebasan individu, termasuk kebebasan hak reproduksi, yang salah satunya adalah seks di luar nikah, dan dengan difasilitasinya pelayanan alat-alat kontrasepsi ini justru menjerumuskan masyarakat, terutama pelajar dan remaja ke dalam jurang kehancuran.

 

Secara turun-temurun orang tua kita mengajarkan untuk mematuhi perintah agama dan menjauhi larangannya, dengan menjaga hubungan terhadap lawan jenis, bahwa zina adalah dosa besar. Keharaman zina juga telah Allah SWT tegaskan dalam firman-Nya; (TQS.Al-Isra :32).

 

Artinya: “dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk.”

 

Selain itu zina juga bisa mengundang azab bagi masyarakat, Rasulullah SAW pernah bersabda, “jika zina dan riba tersebar luas di suatu kampung, maka sungguh mereka telah menghalalkan atas diri mereka sendiri AzabĀ  Allah.” (HR. Al-Hakim, Al-Baihaqi dan Ath- Thabrani).

 

Bahwa perzinahan menimbulkan bencana, merusak nasab dan hukum waris, mendorong aborsi, pembuangan bayi, penyebaran berbagai penyakit kelamin, dan menghancurkan keluarga.

 

Sebab paradigma liberalisme menganggap kehidupan dan perbuatan manusia bebas diatur sesuai kehendak manusia itu sendiri. alhasil, melahirkan perilaku hedonis permisif. Standar perbuatan tidak bersandar pada halal dan haram, tetapi berkiblat pada nilai kebebasan yang dijajakan paham liberalisme.

 

Hanya Islam mempunyai solusi yang hakiki, negara memiliki peran sebagai ra’in, yaitu melayani dan mengurusi setiap urusan masyarakat, termasuk dalam membina moral masyarakat.

 

Bahkan Islam mengancam pelaku zina dengan sanksi yang sangat tegas, berdasarkan syariat Islam, hukuman bagi pelaku zina yang belum menikah di cambuk 100 kali. Dan hukuman bagi pelaku zina yang sudah menikah diganjar dengan hukuman rajam.

 

Bahwa Islam menjadikan pernikahan sebagai satu-satunya jalan untuk membangun keluarga yang di Redhoi Allah SWT, juga akan mendatangkan pahala, pernikahan akan menjaga kehidupan masyarakat, mampu mencegah penularan penyakit sosial.

 

Islam mendorong para pemuda untuk menikah agar pandangan dan kemaluan mereka terjaga, jika telah memiliki kemampuan hendaklah dia menikah, dan jika belum mampu hendaklah dia berpuasa, sebab hal itu dapat meredakan nafsunya.”

 

Bagi mereka yang ingin berumah tangga harus membekali diri dengan ilmu agama, sehingga dapat menjalankan tugas dan kewajiban mereka secara baik dan benar, serta menjadikan rumah tangganya yang baik pula. Dalam sistem Islam setiap perbuatan manusia harus dinilai dengan paradigma syariat Islam dan menerapkan hukum- hukum Allah SWT, Islam merupakan sistem sempurna yang mengatur segala aspek kehidupan secara menyeluruh (kafah), Insya Allah.

Wallahua’lam bishawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here