Marak Kasus Revenge Porn, PPKS Bukan Solusi

0
94

Oleh : Serlida Fitriananda

Istilah Revenge Porn kembali mencuat setelah kejadian di Pandeglang, Banten belakangan ini viral di media sosial.

Kasus ini pertama kali diungkap oleh Kakak korban bernama Iman Zanatul Haeri yang curhat di akun twitternya terkait kejadian naas yang menimpa adiknya yang diperkosa dan dipaksa oleh terdakwa Alwi Husain Maolana untuk menjadi pacarnya dan diancam akan menyebarkan video asusila korban.

Selain membeberkan kejadian itu, sang kakak juga menyatakan bahwa ia dan keluarga dipersulit untuk memperjuangkan keadilan bagi sang adik.

Tak hanya itu, ia juga menceritakan beberapa hal janggal selama proses persidangan yang dilakukan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Pandeglang terhadap terdakwa kasus pemerkosaan Alwi Husain Maolana.

Selain vonis enam tahun penjara, hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak akses penggunaan internet selama 8 tahun.

Apa Itu Revenge Porn?

Dilansir dari suara.com Istilah Revenge Porn sendiri mengacu pada aktivitas penyebaran gambar atau video seksual eksplisit dari seseorang, yang diunggah di internet. Aktivitas ini terjadi dan dilakukan oleh mantan pasangan seksual, tanpa persetujuan subjek dan dengan tujuan memicu rasa tertekan atau malu dari korbannya.

Secara sederhana, Revenge Porn adalah distribusi konten pornografi di mana korban adalah pihak yang dilecehkan dan dilecehkan secara seksual dan pelaku merekam atau mendistribusikan video atau mengancam akan menyebarkannya.

Tak diragukan lagi, sekulerisme yang telah merasuki jiwa manusia telah menjadikan agama sebagai barang yang dipakai jika butuh atau perlu.

Agama hanya berbicara dalam ranah spiritualitas. Liberalisme yang diusung pun semakin memperparah kebobrokan masyarakat.

RUU PKS Bukan Solusi Kekerasan Seksual

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk melindungi perempuan dari kekerasan seksual, salah satunya dengan melegalisasikan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS) pada 2021 lalu, meskipun banyak pro dan kontra.

Namun apakah dengan diberlakukan RUU PKS lantas menjadi solusi penanganan kekerasan seksual? Nyatanya tidak.

Kasus kasus semacam ini malah semakin masif terjadi, bahkan parahnya lagi RUU PKS seolah mendukung perzinahan asalkan suka sama suka (consent seksual) maka pelaku terbebas dari jeratan hukum

Padahal, ‘seks bebas atau perzinahan, mutlak Haram hukumnya. Seperti yang tertuang di Q.S Al-Isra ayat 32. “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”

Allah sudah mention terhadap manusia. Agar tak mendekati zina, karena itu merupakan perbuatan yang keji juga buruk. Namun, manusia mengabaikannya.

Demi asmara cinta yang menggebu, ia melakukan hal yang harusnya tabu. Agama dan norma dilanggar.

Padahal faktanya RUU-PKS dibangun di atas narasi paham dan teori feminisme, tanpa adanya perspektif agama, maka sanksi dari masyarakatpun, tak acuh juga tak lagi terdengar.

Kemana, perhatian umat pada kejahiliyahan ini?

Dampak dari tak adanya negara yang melindungi juga mengayomi. Tontonan porno juga negatif sangat mudah didapatkan oleh anak-anak entah itu dari media internet ataupun TV.

Konten buka aurat dan pornografi seolah di normalisasi sehingga kita dapati konten konten yang merusak moral dan akhlak berseliweran dimana-mana hingga membuat syahwat semena-mena. Tak bisa terbendung hingga naluri na’u meraung.

Kemudian tidak menerapkan sistem pergaulan Islam yang mengatur interaksi laki-laki dan perempuan baik dalam ranah sosial maupun privat. Dasarnya adalah akidah Islam. Sistem Islam akan menutup celah bagi aktivitas yang mengumbar aurat atau sensualitas di tempat umum. Sebab, kejahatan seksual bisa dipicu rangsangan dari luar yang kemudian memengaruhi naluri seksual (gharizah an-nau’).

Islam membatasi interaksi laki-laki dan perempuan kecuali di sektor yang memang membutuhkan interaksi tersebut, seperti pendidikan (sekolah), ekonomi (perdagangan, pasar) dan kesehatan (rumah sakit, klinik, dll.).

Kenapa ummat tak mau mengambil Islam sebagai pedoman dalam hidupnya? Padahal, Islam tak hanya tentang syariah namun juga tentang siyasah. Islam tak hanya mengatur tentang bangun rumah tangga namun juga bangun negara.

Kasus seperti ini tidak akan terjadi apabila umat berada dalam naungan daulah islam (Khilafah) para pemimpin (Khalifah) niscaya tidak akan pernah mendiamkan kemaksiatan terjadi karena akan merusak dan membinasakan.

Khilafah akan mencegah dan menutup segala kemungkinan yang akan terjadi entah itu kemaksiatan, kemudharatan, ataupun hal-hal yang melanggar syariat-Nya.

Misalnya saja memberlakukan sanksi tegas terhadap pelaku kejahatan seksual. Contohnya, sanksi bagi pelaku tindak perkosaan berupa had zin, yaitu dirajam (dilempari batu) hingga mati, jika pelakunya muhshan (sudah menikah); dan dijilid (dicambuk) 100 kali dan diasingkan selama setahun, jika pelakunya ghairu muhshan (belum menikah).

Hukuman tegas ini akan memberikan efek jera (zawajir) kepada si pelaku, sekaligus menjadi penghapus dosa (jawabir) yang telah dilakukannya ketika sampai waktunya di yaumul hisab nanti.

Kemudian Khikafah juga akan menanamkan akidah yang kuat lagi kokoh kepada seluruh ummatnya. Sehingga ummatnya tahu mana yang tidak boleh juga mana yang boleh sesuai dengan aturan dari Sang Illahi.

Jika ideologi sekularisme dan liberalisme tetap diusung juga tetap dipertahankan. Maka, siap-siap saja peradaban manusia akan mengalami kerusakan yang parah.

Wallahu A’lam Bisshawab

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here