Masyarakat Panik, Negara Lambat Ambil Sikap

0
645

Oleh: Hj. Padliyati Siregar, ST

Merebaknya kasus wabah Corona di Indonesia tak dipungkiri membuat beberapa orang mengalami pembelian panik alias panic buying.

Ketua Pusat Krisis UI Dicky Palupessy mengungkapkan perilaku membeli barang secara berlebihan dalam satu waktu atau panic buying di tengah merebaknya wabah Virus Corona (Covid-19) didasari oleh kecemasan yang tinggi. Kata dia, hal itu merupakan gejala perilaku setiap manusia yang memang dikaji dalam disiplin ilmu psikologi.

“Merebaknya Virus Corona mengakibatkan kita kehilangan untuk mengendalikan perasaan diri atau kehilangan sense of control,” kata Dicky saat konferensi pers di Kantor BNPB, Jakarta, Minggu (22/3).

Kepanikan masyarakat yang lemah nilai takwa sehingga tawakkal tidak mendominasi dalam menyikapi masalah di tambah lambatnya negara memberi jaminan kebutuhan rakyat.

Kebijakan yang disampaikan Presiden Jokowi juga sama sekali tidak memberikan solusi atas dampak yang ditimbulkan. Perintah mengurangi mobilitas dengan bekerja dari rumah jelas memberikan dampak signifikan pada pekerja dan perusahaan. Tidak semua pekerja bisa bekerja dari rumah. Pekerja informal seperti tukang bakso keliling, pedagang sayur, dan ojek daring mengandalkan mobilitas untuk mendapatkan pendapatan.

Pekerja pabrik tidak bisa bekerja dari rumah. Perusahaan pun harus sementara menghentikan operasionalnya atau mengurangi produksi karena perubahan sistem kerja.

Perintah mengurangi kerumunan juga akan berdampak pada pembatalan atau penundaan berbagai acara, yang artinya pekerja seperti kru acara, pekerja harian, dan freelancer kehilangan mata pencaharian. Dengan memerintahkan kerja dari rumah.

Apakah Presiden Jokowi membayarkan kebutuhan dasar rumah tangga mereka yang kehilangan pekerjaan? Apakah Presiden Jokowi juga akan membayarkan cicilan KPR, sewa kontrakan, dan utang lainnya? Jika Presiden tidak memikirkan solusi atas dampak tersebut, jelas kebijakannya tidak inklusif dan meninggalkan masyarakat dari kelas sosial rentan.

Dampak kebijakan bekerja dari rumah tersebut pun tidak mampu diatasi dengan surat edaran menteri ketenagakerjaan tentang perlindungan pekerja atau buruh dan kelangsungan Usaha dalam rangka pencegahan dan penanggulangan Covid-19, yang terbit pada 17 Maret 2020. Di dalam surat edaran itu, ada dua kebijakan yang dimuat, yaitu upaya pencegahan penyebaran dan penanganan kasus Covid-19 di lingkungan kerja dan melaksanakan perlindungan pengupahan bagi pekerja atau buruh terkait pandemi Covid-19.

Kebijakan yang terdapat di dalamnya hanya dapat diberlakukan pada pekerja formal yang berada di bawah naungan perusahaan. Menaker meminta pembayaran upah penuh bagi pekerja yang menjadi orang dalam pemantauan (ODP) dan suspect Virus Corona.

Namun, tidak ada jaminan upah bagi pekerja yang terdampak kebijakan kerja dari rumah. Besaran upah dan cara pembayaran bagi pekerja terdampak kebijakan kerja dari rumah diserahkan kepada kesepakatan pengusaha dan pekerja, yang bisa jadi adalah omong kosong sebagai kesepakatan.

Penentuan upah selama ini yang terjadi adalah keputusan pengusaha. Apalagi, dalam surat edaran itu disebutkan bahwa pembayaran upah mempertimbangkan kelangsungan usaha yang jelas merupakan penilaian dari pengusaha sendiri. Itu artinya, pekerja yang bukan ODP dan suspect virus corona upahnya bisa saja dipotong karena perubahan sistem kerja dari rumah.

Muhasabah dari Kemaksiatan

Sikap yang kedua yang harus kita miliki adalah muhasabah dan evaluasi diri dari segala perbuatan dan kemaksiatan yang telah kita kerjakan. Dengan wabah ini seharusnya lebih membuat kita sadar dan takut kepada Allah serta kembali kepada-Nya. Lebih semangat dan gigih lagi dalam melakukan amalan ibadah serta memenuhi hak-hak Allah dan menjauhi segala larangannya.

Hal yang paling penting juga kita evaluasi adalah perbuatan-perbuatan dosa dan kemaksiatan yang telah kita kerjakan. Bahwa, dosa yang kita lakukan secara personal dan berjamaah, bisa menjadi sebab datangnya setiap penyakit dan musibah yang menimpa setiap kaum.

Suatu hari, di hadapan kaum Muhajirin, Nabi ﷺmemberikan pesan penting untuk diperhatikan. Kata beliau, “Wahai golongan Muhajirin, lima perkara apabila kalian mendapat cobaan dengannya, dan aku berlindung kepada Allah semoga kalian tidak mengalaminya!” Beliau menlanjutkan:

Artinya: “Tidaklah kekejian menyebar di suatu kaum, kemudian mereka melakukannya dengan terang-terangan kecuali akan tersebar di tengah mereka penyakit Tha’un dan sakit yang belum pernah terjadi terhadap para pendahulu mereka. Tidaklah mereka mengurangi timbangan dan takaran kecuali mereka akan disiksa dengan kemarau berkepanjangan dan penguasa yang dhalim. Tidaklah mereka enggan membayar zakat harta-harta mereka kecuali langit akan berhenti meneteskan air untuk mereka, kalau bukan karena hewan-hewan ternak niscaya mereka tidak akan beri hujan. Tidaklah mereka melanggar janji Allah dan Rasul-Nya kecuali Allah akan kuasakan atas mereka musuh dari luar mereka dan menguasainya. Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan menjalankan hukum-hukum Allah dan tidak menganggap lebih baik apa yang diturunkan Allah, kecuali Allah akan menjadikan rasa takut di antara mereka.” (HR. Ibnu Majah).

Benar bahwa menebarnya wabah serta penyakit yang sebelumnya belum ada karena adanya kekejian yang merajalela dan dilakukan secara terang-terangan. Kemaksiatan menjadi sesuatu yang lumrah di tengah masyarakat, zina pelacuran, perselingkuhan dan bukankah hal tersebut nampak terjadi di tengah kehidupan masyarakat hari ini.

Kemaksitan yang dianggap biasa-biasa saja, bahkan mereka dengan lancang membela segala bentuk kemaksiatan dan mencela segala bentuk kebaikan. Para wanita muslimah yang terjaga auratnya mereka caci maki dan cela, akan tetapi para wanita yang mengumbar aurat, mulai dari rambutnya sampai dada dan pahanya mereka bela bahkan mereka dukung secara terang-terangan.

Hadits ini pula mengajarkan ilmu yang sangat bermanfaat bagi para pemimpin, agar mereka senantiasa memperhatikan rakyatnya. Mereka menegakkan keadilan yang seadil-adilnya, tidak berbuat dzalim terhadap masyarakatnya. Tidak berhukum dengan hukum selain hukum Allah. Karena dengan inilah apa yang ia pimpin akan mendapatkan rahmat dan membuat negerinya di berkahi oleh Allah.

Jika kemaksiatan dan kedzaliman terus merajalela, maka sepantas nya sebagai seorang muslim untuk senantiasa menegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar, senantiasa bersaura lantang dalam menyampaikan keberanan dan menolak segala bentuk kebatilah dan keburukan. Rasulullah pernah bersabda:

Artinya: “Sesungguhnya Allah ‘azza wajalla tidak mengadzab manusia secara umum hanya karena perbuatan dosa segelintir orang, sehingga mereka melihat kemungkaran dan mereka pun mampu untuk mengingkarinya, namun mereka tidak mengingkarinya. Jika mereka telah melakukan hal itu, maka Allah akan menyiksa segelintir orang itu dan juga manusia secara menyeluruh.” (HR. Ahmad).

Oleh karena itu, solusi dalam menghadapi virus dan wabah yang menyebar hari ini dengan senantiasa berenung dan beristighfar dengan segala kemaksiatan yang telah kita kerjakan. Mulai sekarang, mari jauhkan diri kita dari segala bentuk kemaksiatan, keburukan, kedzhaliman serta memerkuat amar ma’ruf dan nahi mungkar untuk mencegah datangnya adzab dari Allah Azza wajalla. Berkata Ibnu Syubrumah rahimahullah:

Artinya: “Aku heran kepada manusia, sangat berhati-hati dalam mengkonsumsi makanan karena takut penyakit, tapi tidak hati-hati dari dosa karena takut neraka”. (Siyar A’laam AnNubalaa 6/348). ***

Wallahu ‘alam bishowab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here