Mengukuhkan Penjajahan Barat, Kebodohan Sesungguhnya

0
6

Oleh : Okta DA

Belum lama ini jagat maya dihebohkan terkait berita paska kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia yang menjadi salah satu topik hangat saat ini. Kunjungan ini adalah bagian dari perjalanan apostolik ke empat negara di Asia, yakni  Indonesia, Papua Nugini, Timor Leste dan Singapura. Indonesia menjadi negara pertama dalam kunjungan Paus ke-266 selama 12 hari ke empat negara pada 2-13 September 2024.

 

Hal ini mendapat dukungan kuat dari umat Kristiani, khususnya Katolik. Selama berada di Indonesia, pemimpin Gereja Katolik dunia melaksanakan serangkaian agenda pertemuan dengan Presiden Jokowi, para pejabat dan diplomat, anggota serikat jesuit, tokoh agama kristen, tokoh antar agama dan umat Katolik dalam acara Misa Akbar di Gelora Bung Karno. Lalu siapakah Paus Fransiskus sebenarnya?

 

Paus Fransiskus adalah pemimpin tertinggi Gereja Katolik Roma dan kepala negara di Kota Vatikan. Nama asli Paus Fransiskus adalah Jorge Mario Bergoglio, lahir pada tanggal 17 Desember 1936 di Buenos Aires, Argentina. Pada 13 Maret 2013, ia terpilih menjadi Paus ke-266, menggantikan Paus Benediktus XVI yang mengundurkan diri. Paus Fransiskus dikenal karena kesederhanaan, kerendahan hati, dan pendekatannya terhadap masyarakat. Dia adalah Paus pertama dari Amerika sekaligus dari Jesuit. Sebagai Paus, ia fokus pada isu-isu sosial seperti kemiskinan, perubahan iklim, perdamaian dunia dan dialog antar agama, serta menyerukan reformasi di dalam gereja agar lebih inklusif dan transparan.

 

Lalu apa maksud dan tujuan kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia? Tujuan Paus Fransiskus di Indonesia Michael Trias Kuncahyo, Duta Besar Indonesia untuk Tahta Suci (Vatikan) mengatakan bahwa tujuan kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia adalah untuk menghormati kebebasan beragama, khususnya umat Katolik. Paus Fransiskus juga ingin tahu lebih banyak bagaimana negara yang sangat beragam ini bisa menjaga kerukunan antar agama, kata Michael Trias di Jakarta, Kamis, 29 Agustus 2024.

 

Dubes yang kerap disapa Trias itu menambahkan, tujuan lain kunjungan Paus Fransiskus adalah untuk mengingatkannya bahwa semua orang, meski berbeda, namun tetaplah bersaudara. Mantan jurnalis itu juga menegaskan, kunjungan Paus Fransiskus bukan hanya untuk umat Katolik saja, akan tetapi juga untuk seluruh masyarakat Indonesia.

 

Trias menyatakan, “Paus Fransiskus bukanlah seorang pemimpin politik, melainkan seorang pemimpin moral,” seraya menekankan bahwa ia secara konsisten menganjurkan perdamaian dan selalu memanjatkan doa bagi wilayah-wilayah yang terkena dampak pertikaian. Trias mencatat selama percakapan dengan Uskup Roma itu, ada beberapa faktor Paus bernama asli Jorge Mario Bergoglio ini terpukau ingin datang ke Indonesia, salah satunya adalah Fransiskus memperhatikan bahwa Indonesia sebagai negara yang hidup oleh keberagaman umat beragama. Paus Fransiskus memandang Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim namun komunitas katolik hidup baik disana”, ujarnya.

 

Bukankah sikap toleransi ini sudah selayaknya terjadi di belahan bumi manapun. Namun, sayangnya nasib belum berpihak kepada umat Islam. Umat Islam seringnya mendapatkan perlakuan yang tidak layak meskipun mereka adalah mayoritas. Mirisnya, toleransi yang dilakukan oleh umat Islam terhadap kedatangan Paus Fransiskus tokoh agama katolik sepekan yang lalu adalah toleransi yang kebablasan, toleransi yang tidak dibenarkan dalam ajaran Islam. Apakah seperti ini sikap yang diajarkan Islam dalam bertoleransi, menyambut secara euforia dengan bernyanyi bersama di masjid Istiqlal, dengan pakaian menyerupai kostum sinterklas, dan masih banyak lagi deretan-deretan toleransi kebablasan yang dilakukan oleh sebagian umat Islam itu sendiri.

 

Hal ini tentu saja menjadi polemik tersendiri bagi umat Islam dan menjadi kekhawatiran sebagian umat Islam yang lainnya terkait dampak kunjungan ini. Kerukunan umat beragama menjadi catatan buruk yang sangat memalukan. Sementara sikap pemerintah cenderung memberikan dukungan yang luar biasa agar non muslim leluasa beribadah dengan mempermudah perizinan pendirian gereja dengan mencoret ketentuan adanya rekomendasi dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang mayoritas anggotanya muslim. Kini, pendirian gereja cukup dengan mengantongi izin dari Kemenag. Kebijakan tersebut menunjukkan bahwa keberpihakan pemerintah terhadap non muslim justru lebih besar dibandingkan kepada umat Islam itu sendiri. Padahal para penguasa adalah mayoritas muslim, tetapi justru para penguasa hari ini adalah orang-orang yang melanggengkan keberpihakan mereka pada non muslim. Hal ini membuktikan bahwa sistem saat ini yakni kapitalis sekuler telah melahirkan orang-orang yang tidak memiliki pola pikir dan pola sikap Islam.

 

Sungguh menyedihkan ketika umat Islam terzalimi, sedangkan mereka harus diam dan pasrah, tidak boleh menuntut haknya, misalnya ketika ada larangan hijab, negara tidak turun tangan membela umat Islam, bahkan negara (dalam hal ini BPIP) justru menjadi pelaku pelarangan hijab. Penguasa malah menyalahkan muslimah yang teguh berhijab. Begitu juga ketika muslim diwajibkan mengenakan topi Sinterklas dan atribut agama lainnya, pemerintah diam saja, tidak membela.

 

Demikianlah, polemik yang terjadi pada umat Islam terutama yang ada di Indonesia, maka sudah seharusnya kita membuka mata bahwa sebenarnya penguasa meskipun beragama Islam, tetapi tidak pernah membela hak-hak umat Islam. bahkan penguasa ikut mengamputasi hak-hak umat Islam.

 

Toleransi Dalam Islam

Lalu bagaimana toleransi dalam Sistem Islam? Islam memiliki konsep toleransi yang khas berdasarkan akidah Islam. Konsep toleransi inilah yang harus kita gunakan, bukan toleransi kebablasan ala Barat. Konsep toleransi dalam Islam berawal dari keyakinan tentang kebenaran dinul Islam sebagaimana firman Allah SWT,

 

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah adalah Islam.” (QS Ali Imran [3]: 19).

 

Dengan demikian, Islam merupakan satu-satunya agama yang diridhai Allah, sedangkan agama yang lain tertolak. Terkait hubungan dengan agama lain, umat Islam harus meyakini bahwa Islam adalah agama yang tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi dari Islam. Rasulullah SAW bersabda,

 

“Islam itu tinggi dan tidak ada yang mengalahkan ketinggiannya.” (HR Ad-Daruquthni).

 

Oleh sebab itu, umat Islam tidak boleh menyamakan Islam dengan agama lain. Umat Islam juga tidak boleh mengikuti agama lain, baik ibadahnya, aturannya, pakaiannya, maupun kebiasaannya. Allah SWT berfirman,

 

“Untukmu agamamu dan untukku agamaku.” (QS Al-Kafirun [109]: 6).

 

Dengan demikian, sikap toleransi dalam Islam adalah sebatas menghormati, menghargai, dan membiarkan umat agama lain meyakini dan beribadah menurut agamanya. Toleransi dalam Islam bukan dengan bekerja sama (kolaborasi), menghadiri (berpartisipasi), atau bahkan penyatuan (unifikasi) dengan keyakinan dan ibadah mereka. Dialog antar agama juga menjadi perkara yang diharamkan dalam Islam, sebab menyamakan semua agama, meyakini tidak ada kebenaran mutlak, dan menuduh agama (Islam) sebagai penyebab konflik. Dialog antar agama merupakan hal yang berbahaya karena melemahkan umat Islam, membuat mereka ragu dengan ajaran Islam, sekaligus melanggengkan penjajahan Barat atas umat Islam.

 

Umat Islam tidak boleh terjebak dalam narasi-narasi yang dibangun oleh Barat, seperti toleransi, moderasi, dan dialog antar agama. Umat Islam harus merespon semua kezaliman sistem dan penguasa hari ini terhadap umat Islam, umat seharusnya marah dan tidak ridha, bukan diam saat dizalimi. Wala’ (loyalitas) umat Islam hanya layak kepada akidah Islam dan bara’ (berlepas diri) dari orang kafir.

 

Umat Islam harus menyadari bahwa saat ini posisinya terjajah oleh orang-orang kafir. Negara-negara dan orang-orang kafir tidak akan ridha hingga umat Islam mengikuti millah (ideologi) mereka. Dengan demikian, umat Islam harus kembali pada syariat Islam kaffah dan berjuang mewujudkan tegaknya Khilafah. Khilafah akan menjadi pembebas umat Islam dari penjajahan dan melindungi mereka dari kezaliman musuh.

 

Khilafah akan menerapkan syariat Islam secara kaffah, sehingga terwujud kesejahteraan dan kemuliaan di tengah-tengah umat Islam. Umat Islam akan menjadi umat terbaik yang akan menggelorakan dakwah dan jihad ke luar negeri, termasuk ke Roma. Khalifah akan mengunjungi Roma, bukan untuk dialog antar agama atau bermesraan dengan Paus, tetapi untuk mendakwahkan Islam dan merealisasikan janji Allah Ta’ala, yaitu membebaskan Roma.

 

Rasulullah SAW pernah ditanya, “Dua kota ini, manakah yang dibuka lebih dahulu, Konstantinopel atau Roma?” Rasulullah Saw. menjawab, “Kota Heraklius dibuka lebih dahulu, yaitu Konstantinopel.” (HR Ahmad, Ad-Darimi, dan Al-Hakim).

 

Wallahualam bissawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here