Miskin Visi Misi Ideologis, Hasilkan Pemimpin yang Tak Amanah

0
92

Oleh : Hj. Padliyati Siregar, ST

Debat Pasangan Calon Gubernur/Wakil Gubernur Sumatra Selatan akan dilakukan sebanyak 3 kali. Debat digelar untuk mencermati visi misi para Paslon yang bersaing di Pilgub Sumsel 2024.

 

“KPU Sumsel akan menggelar debat tiga kali, pada 28 Oktober, 10 November dan 21 November,” ujar Anggota KPU Sumsel Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu Handoko, Senin (30/9/2024).

 

Tiga paslon yakni Herman Deru-Cik Ujang (HDCU), Eddy Santana Putra-Riezky Aprilia (ERA), dan Mawardi Yahya-Anita Noeringhati (Matahati) akan memaparkan arah kebijakan ketika memimpin Sumsel selama 5 tahun ke depan.

 

Di tengah kehidupan yang diatur dengan aturan-aturan sekuler dan bukan aturan-aturan Islam, pertimbangan orang memilih dan dipilih sebagai pemimpin (baik kepala negara/kepala daerah ataupun para wakil rakyat) bukanlah didasarkan pada tolok ukur Islam atau berlandaskan Al-Qur’an dan Sunah. Mereka yang terpilih hanyalah yang paling populer di tengah masyarakat.

 

Ironisnya, popularitas mereka sebagian karena keartisan mereka atau ketokohan mereka yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan tingkat ketakwaan ataupun keilmuan Islam. Bahkan sebagian besar dari mereka populer dan memopulerkan diri hanya karena selembar spanduk atau baliho yang kebetulan dipasang di ratusan, bahkan ribuan tempat.

 

Umat sendiri hanya mengenal nama dan gambar/fotonya. Umat tidak pernah tahu visi-misinya, penguasaannya atas ilmu-ilmu Islam, apalagi kesalehan dan ketakwaannya.

 

Akibatnya, wajar saja jika dalam sistem demokrasi sekuler yang jauh dari Islam ini, lahir para pemimpin dan wakil rakyat yang juga jauh dari Islam. Bahkan, mereka sering berlawanan dengan Islam.

 

Alhasil, saatnya kita menyadari bahwa sistem demokrasi selamanya hanya akan melahirkan para pemimpin hipokrit. Mereka hanya baik dalam pencitraan, tetapi buruk dalam kenyataan, apalagi jika diukur dengan standar Al-Qur’an.

 

Padahal sejatinya kepemimpinan adalah amanah untuk mengurus rakyat yang dipimpin. Oleh karena itu, pemimpin harus mampu mengurus urusan publik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumpamakannya laksana penggembala (ra’in).

 

Dalam sebuah hadis diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

“Imam yang diangkat untuk memimpin manusia itu adalah laksana penggembala, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya).” (HR. Imam al-Bukhari dari sahabat Abdullah bin Umar r.a.). Dari hadis ini kita bisa melihat bahwa memilih pemimpin sama halnya memilih seorang pelindung.

 

 

Saatnya ganti sistim bukan hanya sekedar orang.

 

Untuk menuju perubahan mendasar, sekadar mengganti sosok pemimpin jelas tidak cukup. Sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan saat ini terbukti menghasilkan pemimpin ruwaibidhah, orang bodoh yang turut campur dalam urusan masyarakat luas, seperti yang digambarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

 

Ruwaibidhah lahir dari sistem yang hanya bermodalkan kapital untuk meraih kekuasaan, bukan kapabilitas yang ditopang visi berorientasi akhirat. Pemimpin bervisi akhirat itu sejatinya hanya akan lahir dari rahim Islam yang diterapkan kaffah melalui pendidikan formal maupun nonformal, yang ditunjang subsistem sosial kemasyarakatan dan subsistem lainnya.

 

Fakta menunjukkan, pergantian orang atau rezim sudah berkali-kali dilakukan. Namun, tanpa mengubah sistem, terbukti kondisi tak pernah membaik. Itu akibat kerusakan memang bukan sekadar ada pada orang, tapi ada pada sistem yang diterapkan, yaitu sistem sekuler demokrasi kapitalis neoliberal yang memang rusak sejak dari asasnya.

 

Oleh karena itu, sudah saatnya sistem batil ini dicampakkan. Umat Islam harus bersegera kembali menerapkan hukum-hukum Allah yang dipastikan akan membawa keberkahan. Yakni dengan berjuang menegakkan institusi penerap syariat Islam, yang tidak lain adalah sistem Khilafah.

 

Khilafah adalah kepemimpinan umum kaum muslimin yang akan menerapkan syariat Islam dan mengemban dakwah ke seluruh alam. Sistem inilah yang secara empirik pernah menaungi umat Islam bahkan nonmuslim selama belasan abad.

 

Di masa itu, kesejahteraan dan persatuan hakiki pun terwujud dalam kadar yang tak pernah ada bandingannya. Hingga umat Islam mampu tampil sebagai umat terbaik, memimpin peradaban cemerlang sekaligus menebar rahmat ke seluruh alam.

 

Jika kita menghendaki perubahan ke arah yang lebih baik, maka Islam adalah satu-satunya pilihan untuk negeri ini, bukan yang lain. ***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here