Pembakaran Al-Quran Kembali Terjadi, Umat Butuh Junnah Bukan Kecaman

0
110

Oleh: Putri Sakinatul Kirom

Aksi pembakaran Al-Quran kembali terjadi di Swedia, kali ini berlangsung di tengah perayaan besar umat Islam yakni Idul Adha.

Pembakaran Alquran tersebut dilakukan oleh pria bernama Salwan Momika, ia diketahui merupakan seorang atheis sekuler asal Iran.

Dilansir dari Bbc, 30 Juni 2023 lalu, Sebelum melancarkan aksinya membakar Al-Quran, Slawan Momika menginjak-injaknya terebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan memasukkan potongan halaman ke dalamnya, dan membakar halaman Alquran sebelum menutupnya, serta menendangnya sambil melambai-lambaikan bendera Swedia.

Meskipun menimbulkan pro dan kontra di kalangan warga swedia karena dinilai melakukan aksi provokasi, namun pada akhirnya Momika mendapatkan izin dari kepolisian dan pemerintah setempat, dengan dalih kebebasan berekspresi dan berbicara.

Kendati begitu, di sisi lain gelombang protes juga banyak bermunculan dari berbagai Negeri-negeri muslim seperti Maroko, Yordania, Mesir, Arab Saudi, Turki, Malaysia, termasuk Indonesia mengecam dan mengutuk aksi pembakaran Alquran tersebut.

Melihat respons umat Islam dan para pemimpin negeri Muslim yang dibuat mati kutu dan tak bisa berbuat banyak, hal ini menunjukkan betapa lemahnya negeri-negeri Muslim di hadapan Barat.

Karena setiap kali ada penistaaan, penghinaan, dan pelecehan terhadap islam, para pemimpin negeri muslim hanya mentok marah, mengutuk, mengecam secara diplomatis. Tak ada tindakan tegas yang diberikan setelah itu.

Nyatanya pembelaan terhadap Al-Quran terbatas hanya ucapan lisan semata. Negeri-negeri muslim bak anak ayam yang kehilangan induknya. Banyak jumlahnya, namun tak berdaya karena tak ada kepemimpinan Islam atau Junnah yang melindungi dan menjaga kehormatan serta kemuliaan Islam dan kaum muslim.

Hal ini disebabkan karena saat ini umat Islam tersekat oleh nation-state. Konsep negara bangsa membuat persatuan umat Islam terkoyak-koyak dan terpisahkan.

Kalaupun umat bersatu menunjukkan amarahnya, itu hanya sesaat dan akan berakhir. Akhirnya, penistaan terhadap Islam terulang dan para pembenci Islam terus berulah.

Bagaikan buih di lautan, yah itulah yang digambarkan rasul dalam sabdanya kala itu, umat Islam yang jumlahnya banyak tak memiliki pengaruh dihadapan dunia.

Negeri muslim cenderung menjadi negara pengekor untuk kepentingan Barat. Alhasil gelar umat islam sebagai “Khoiru Ummah” atau umat terbaik hilang hal ini disebabkan karena renggangnya ikatan akidah Islam yang menjadi spirit persatuan umat Islam.

Barat benar-benar bermuka dua dengan dalih kebebasan berekspresi seolah kecaman umat tiada arti. Barat yang menyeru demokrasi dengan teori yang seolah indah, nyatanya praktiknya tak sesuai yang dikoar-koarkan seperti halnya menyuarakan kebebasan berekspresi dan berpendapat hanyalah omong kosong belaka. Hal ini karena tidak berlaku untuk Islam.

Sikap Barat sangat berbeda ketika seandainya umat Islam menghina agama non-Islam. Narasi radikalisme dan terorisme pasti terdengar secara internasional, seolah hanya Islam agama yang radikal dan teroris, yang lain tidak.

Aungguh para penista Islam akan terus bermunculan jika sikap umat Islam saat ini tidak tegas dan bersatu dalam satu kesatuan kepemimpian Islam yaitu Khilafah.

Dalam Islam, agama wajib dijaga dan dimuliakan. Salah satu tujuan diterapkannya Syariat Islam adalah memelihara dan melindungi agama. Ketegasan Islam terhadap penista bisa dilihat ketika Khalifah Abdul Hamid saat merespons pelecehan kepada Rasulullah SAW.

Saat itu, beliau memanggil duta besar Prancis meminta penjelasan atas niat Prancis yang akan menggelar teater yang melecehkan Nabi SAW. Beliau berkata seperti ini kepada duta Prancis, “Akulah Khalifah umat Islam, Abdul Hamid! Aku akan menghancurkan dunia di sekitarmu jika kamu tidak menghentikan pertunjukan tersebut!”

Itulah sikap tegas pemimpin kaum muslim. Umat akan terus terhina jika tak ada yang menjaga agama ini dengan berani dan lantang. Tak adanya Khilafah mejadi bencana terbesar dan kepiluan panjang bagi umat Islam saat ini. Umat tersekat-sekat oleh negara bangsa, terpisah karena kepentingan nasional masing-masing negeri, dan terhalang oleh sekulerisme yang menjadi penyakit menggenjala umat saat ini.

Persatuan umat Islam dalam Khilafah dianggap hal yang sulit terwujud, namun inilah yang Barat harapkan dari umat Islam yakni hilangnya keyakinan dan kepercayaan diri umat sebagai umat terbaik.

Solusi dari semua persoalan ini adalah hanya dengan tegaknya syariat Islam secara Kaffah (keseluruhan), agama ini dapat terlindungi.

Alhasil seruan penegakan syariat Islam Kaffah harus terus disuarakan tujuannya agar umat memahami bahwa satu-satunya yang mampu memilihara, menjaga pilihan hidup terbaik saat ini dan selamanya adalah dengan diterapkannya syariat Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah.
Wallahu’alam Bishawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here