Predator Seksual Buah dari Sekularisme Liberal

0
46

Oleh : Qomariah

Kasus kekerasan seksual terhadap anak semakin masif terjadi, akibat dari penerapan sistem kehidupan sekuler liberal, karena agama Islam tidak dijadikan sebagai pedoman hidup, sehingga para pelaku kejahatan tidak merasa takut dengan apa yang mereka perbuat.

Seperti yang terjadi kepada seorang kakek berinisial BS (58 tahun), tega mencabuli keponakan perempuannya yang berusia 11 tahun, si Kakek itu pun dibekuk pada Kamis (21/3 /2024) kemarin.

Kasi Humas Polres Tapanuli Utara (Taput), Aiptu Walpon Baringbing mengatakan pencabulan itu terungkap berkat tetangganya, seorang saksi 14 tahun yang tak sengaja memergoki pelaku sedang melecehkan korban, di belakang rumah pelaku kata Baringbing pada KumparanNews, Jumat (22/3/2024).

Saksi langsung melapor ke ibu korban, korban lalu ditanya oleh ibunya, dengan rasa takut korban pun menceritakan pencabulan itu kepada ibunya, jadi seminggu sebelum pelecehan itu korban sudah pernah disetubuhi oleh pelaku di lokasi yang sama.

Baringbing mengatakan, selama ini korban tak berani mengadu lantaran diancam akan dibunuh oleh pelaku. mengetahui kejadian itu, Ibu korban langsung melapor ke Polres Tapanuli Utara.

Kasus pencabulan anak bukanlah kali pertama terjadi, sebelumnya sudah banyak kasus sejenis yang terjadi berdasarkan data KPAI 2021, terdapat 859 kasus anak sebagai korban kejahatan seksual.

Sungguh ngeri! Tidak ada lagi tempat yang aman bagi anak, sosok yang semestinya menjadi pelindung mereka, bisa menjadi pelaku pelecehan seksual, bukan hanya meninggalkan luka secara fisik, tetapi kasus pencabulan terhadap anak tentu menyisakan trauma yang mendalam bagi korban, mental dan psikologisnya dirusak oleh para predator yang mengintai di manapun dan kapanpun.

Adapun di mana penyebab, mengapa kasus ini berulang dari tahun ke tahun; pertama kontrol diri yang lemah, akibat penerapan sistem kehidupan sekuler liberal, sehingga memungkinkan keimanan seseorang gampang memudar. Alhasil, para pelaku tidak takut untuk melakukan kejahatan.

Kedua, teknologi ibarat pisau bermata dua, bisa untuk kejahatan dan kebaikan. Misalnya maraknya kasus cyber crime, perundungan, prostitusi online, hingga tontonan porno yang merangsang syahwat bejat pelaku.

Ketiga, sistem sanksi yang tidak tegas.
Sebenarnya Indonesia sudah memiliki regulasi payung hukum dan upaya melindungi anak dari kejahatan seksual. Diantaranya UU No. 35 tahun 2014 perubahan dari UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, dalam pasal 76E UU No. 35 tahun 2014 disebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan, atau dibiarkan dilakukan perbuatan cabul.”

Hanya saja kehadiran UU ini, tampak tidak bergigi menghadapi pelaku pedofilia atau predator anak, hukuman yang diberikan belum memberikan efek jera bagi para pelaku, sekalipun ada ancaman hukuman mati dan kebiri hal itu belum cukup menyelesaikan kasus kejahatan seksual terhadap anak. Masih terkendala pandangan HAM yang menyebut menghukum mati seseorang adalah bentuk pelanggaran hak hidup.

Dalam pandangan Islam, mempunyai langkah strategis dan ideologis, untuk melakukan tindakan pencegahan melalui penerapan sistem Islam secara Kaffah, adapun tindakan penanganan bagi pelaku kejahatan dilakukan melalui sistem sanksi Islam.

Inilah langkah yang semestinya dilakukan dalam mengatasi masalah kejahatan seksual terhadap anak;
Pertama, negara menerapkan sistem sosial dan pergaulan sesuai Islam.(1) Kewajiban menutup aurat dan berhijab syar’i, (2) larangan berzina, berkhalwat dan ikhtilat.(3) Larangan eksploitasi perempuan dengan memberikan keindahan dan kecantikan saat bekerja, (4) larangan melakukan safar (perjalanan) lebih dari sehari semalam tanpa disertai mahram.
Kedua, mengumpulkan lembaga media dan informasi dengan menyaring konten dan tayangan yang tidak mendukung dan perkembangan generasi seperti konten porno, media yang menyeru kemaksiatan dan lain-lain.
Ketiga, menegakkan sistem sanksi yang tegas, dengan menghukum para pelaku berdasarkan kadar kejahatannya menurut pandangan syariat.
Keempat, menerapkan sistem pendidikan berbasis aqidah Islam.
Kelima, melaksanakan sistem politik ekonomi Islam.

Hanya Islam satu-satunya agama yang memiliki mekanisme, untuk mencegah dan mengatasi masalah kekerasan seksual terhadap anak. Upaya perlindungan negara, agar anak tidak menjadi pelaku maupun korban kekerasan seksual, merupakan perlindungan terpadu yang utuh dalam semua sektor, negara memantau konten-konten yang bertentangan dengan akidah dan nilai-nilai Islam, dengan mekanisme ini pornografi, budaya kekerasan, dan sebagainya.

Sehingga anak-anak dapat tumbuh dengan aman menjadi calon-calon pemimpin, pejuang dan calon generasi terbaik. Tetapi hanya daulah Islam (Khilafah) yang mampu menjalankan fungsi dan tanggung jawab secara utuh dalam melindungi anak dan generasi dari predator seksual dan kejahatan lainnya, Insya Allah.
Wallahu a’lam bishawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here