Prostitusi Menjerat Para Remaja, Sekuler Biangnya!

0
11

Oleh: Desi Marzani

Kliksumatera.com – Makin ke sini makin miris. Sistem kehidupan sekularisme telah melahirkan pola hidup hedonistik, permisif, dan liberal. Kehidupan generasi remaja saat ini begitu dekat dengan perilaku maksiat. Peredaran berita tentang remaja meliputi kecanduan jud1 online, sex bebas, bahkan terjerat prostitusi online. Usia muda yang semestinya menjadi usia produktif dan menjadi generasi cemerlang dalam karakter, akhlak, prestasi, dan kebaikan, justru kondisinya sangat kontradiktif dengan fakta hari ini.

Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan, ada lebih dari 130.000 transaksi terkait praktik prostitusi dan pornografi anak. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan bahwa berdasarkan hasil analisis, praktik prostitusi dan pornografi tersebut melibatkan lebih dari 24.000 anak berusia 10 tahun hingga 18 tahun. Menurutnya pula, frekuensi transaksi yang terkait dengan tindak pidana tersebut mencapai 130.000 kali, dengan nilai perputaran uang mencapai Rp 127.371.000.000.

Sementara itu, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri juga membongkar sindikat pelaku eksploitasi perempuan dan anak di bawah umur melalui media sosial. Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Dani Kustoni menjelaskan, sindikat ini mempekerjakan serta menawarkan pekerjaan seks komersial (PSK), serta menjual video pornografi melalui aplikasi X dan Telegram.

Pada bulan Mei 2024, ditangkap seorang warga Ogan Komering Ulu (OKU), bersama 6 orang rekan yang membantunya yang menjadi otak prostitusi anak online serta memanfaatkan aplikasi MiChat. Yang menjadi korbannya empat anak dibawah umur 18 tahun, yaitu usia 15-17 tahun warga Ogan Komering Ulu yang dipaksa melayani 10-20 lelaki hidung belang disejumlah hotel di Surabaya.

Dikutip dari hasil wawancara kepada seorang remaja inisial R (18 tahun) yang berasal dari Kecamatan Indralaya Selatan Kabupaten Ogan Ilir, bahwa temannya seorang wanita yang belum lama lulus dari sekolah dasar berusia 13 tahun, 14 tahun menjadi pelaku dalam bisnis prostitusi online didesanya. Dan dikutip dari hasil wawancara juga, seorang guru inisial M ( 26 tahun) yang mendapati seorang siswanya menjadi pelaku yang menjual video pornografi di media sosial, meraup jutaan rupiah perbulannya. Mirisnya, sebagian orang tua mengetahui kasus ini, tetapi membiarkan anak mereka terlibat bisnis prostitusi dan pornografi. Mengapa bisnis prostitusi ini demikian subur dalam sistem sekular? Dan apa penyebabnya?

Subur Dalam Sistem Sekuler
Bisnis prostitusi yang menjerat para remaja saat ini bersifat kompleks. Secara umum muncul karena faktor ekonomi dan pergaulan. Pola gaya hidup remaja saat ini berorientasi pada kehidupan barat, yang berfokus pada gaya hidup fun, food, fashion yang memerangkap mereka. Remaja saat ini telah kehilangan identitas diri, sehingga berdampak pada ketidakmampuan remaja dalam memaknai hidup. Mereka mengikuti persepsi masyarakat, yakni memaknai kesuksesan dan kebahagiaan hidup mengikuti sesuai standar masyarakat sekular. Kehidupan yang sukses dan bahagia dimaknai dengan kemampuan mengakses kemewahan dan gemerlap dunia. Adanya stimulus dari media sosial, lingkungan pergaulan, maupun referensi gaya hidup dari berbagai pertemanan. Kondisi ini akhirnya menyebabkan remaja rela melakukan apapun termasuk terlibat bisnis haram demi mendapatkan uang untuk memenuhi tuntutan gaya hidup.

Di sisi lain, problem ekonomi saat ini benar-benar kompleks. Sulitnya lapangan kerja, dan penghasilan orang tua yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga, khususnya kebutuhan anak-anak mereka. Akibatnya, menjadikan sebagian orang memilih jalan pintas. Pekerjaan yang mengeksploitasi sisi keperempuanan seakan menjadi pilihan logis. Alhasil, bagi sebagian remaja, bekerja adalah jalan keluar dari beban ekonomi. Namun, remaja yang hidup di sistem sekularisme kapitalistik ibarat bunga yang diperebutkan. Tuntutan gaya hidup adalah tren sosial yang menjadi ciri masyarakat kapitalis, yakni konsumtif dan gaya hidup remaja yang serba bebas. Maka, inilah yang menyebabkan bisnis prostitusi yang tumbuh subur dan menjerat para remaja saat ini.

Di tengah kondisi kehidupan yang kian sulit dan mencekik, ketahanan dan pertahanan keluarga semakin tergerus. Keluarga yang seharusnya menjadi benteng terakhir bagi penjagaan anak, justru tidak mampu menjalankan fungsi sejatinya. Di titik terakhir dari kepasrahan mereka yang dihimpit getirnya hidup, orang tua memilih menutup mata meski mengetahui anaknya terlibat dalam bisnis haram. Sungguh sebuah kenyataan pahit, keluarga yang seharusnya jadi benteng generasi, harus menyerah di hadapan realitas hidup. Sementara itu, negara yang seharusnya hadir melindungi rakyat pun abai. Pada tataran regulasi, pemerintah terkesan bingung mengurai bisnis prostitusi yang melibatkan remaja. Lebih parahnya lagi, pergaulan bebas ini difasilitasi berbagai media. Media yang sudah menjadi instrumen pemicu bangkitnya syahwat dan juga menjadi alat untuk memperluas jejaring bisnis syahwat. Pada kondisi yang pelik saat ini, pemerintah seakan kehabisan akal menutup celah dan menghentikan hadirnya bisnis haram ini. Lantas, apa sebenarnya akar masalah dari permasalahan ini?

Akar Mendasar Masalah
Sistem sekularisme kapitalisme adalah awal kerusakan dan kesengsaraan umat. Kemaksiatan yang paling besar atau bisa dikatakan bahwa itu adalah pangkal segala kemaksiatan. Induk dari segala kemaksiatan adalah sekularisme, yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Prinsip kebebasan yang lahir dari aturan ini telah menjadikan manusia jauh dari fitrahnya. Kehidupan hedonisme telah menciptakan lingkaran masalah yang tidak berujung. Dan prinsip kebebasan kepemilikan dari sistem ini telah menciptakan kesenjangan ekonomi di tengah-tengah masyarakat. Dominasi kekayaan di tangan korporasi berkontribusi dalam meningkatkan angka kemiskinan struktural.
Negara secara tidak langsung telah lepas tangan dari memenuhi kebutuhan rakyat. Tidak heran, masyarakat seolah hidup di rimba belantara. Mereka berjuang untuk hidup di tengah sistem yang menganut prinsip hukum rimba, bahwa yang kuat akan memangsa yang lemah. Di satu sisi, media ditangan pebisnis telah mengarahkan prinsip media sesuai keinginan mereka. Prinsip untung dan rugi telah membutakan mereka. Jadilah media hari ini berperan sebagai penjajah sekaligus alat promosi bisnis syahwat. Tidak hanya itu, nyaris setiap saat media juga menjajakan gaya hidup hedonis para publik figur yang mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat.
Di sisi lain, prinsip kebebasan dalam berperilaku telah menciptakan sistem sosial yang rusak. Dalih kebebasan individu menciptakan habitat ideal bagi tumbuh dan subur bisnis prostitusi. Bisnis hiburan malam yang kerap menjadi kontroversi di masyarakat justru mendapat jaminan karena berkontribusi pada pendapatan negara. Lihatlah, bagaimana halal-haram tidak menjadi standar dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Maka, mustahil jika masih berharap sistem sekular ini mampu menyelesaikan problematik prostitusi, hal tersebut hanyalah ilusi semata.

Sudut Pandang Islam
Manusia itu akan baik selama ia taat pada Allah dan Rasul-Nya, Allah dan Rasul menjamin hal itu. Rasulullah SAW bersabda, kami tinggalkan pada kalian dua perkara, kalian tidak akan pernah tersesat selamanya. Selama kalian berpegang teguh pada kedua hal ini. Apa itu? Kitabullah dan sunnah. Maka di dalam Islam yang menjadi standar kesuksesan dan kebahagiaan manusia adalah apa yang Allah ridhoi. Halal-haram adalah patokan perbuatan. maka seyogyanya individu, masyarakat dan negara turut serta berperan bersama dalam mewujudkan suasana keimanan yang kokoh dalam kehidupan sosial. Keimanan yang mereka miliki adalah benteng dari berbagai perilaku maksiat. Individu-individu yang terikat oleh aturan, pemikiran, dan perasaan sama inilah yang ada dalam kehidupan masyarakat Islam.
Di sisi lain, sistem ekonomi yang berpijak pada prinsip bahwa Imam (Kepala Negara) adalah pengurus rakyat. Dia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya. Mekanisme pemenuhannya sesuai standar syariat yang berawal dari penafkahan seorang ayah/suami kepada orang-orang yang menjadi tanggungannya, baik terkait dengan jiwa maupun harta, meskipun anaknya yang masih kecil berada dalam pengasuhan ibunya atau kerabatnya. Sebab, kedudukan ayah/suami adalah kepala rumah tangga, pemimpin sekaligus pengurus rumah tangga.
Dalam hal ini, negara wajib berperan dalam mengedukasi para wali penanggung nafkah untuk bekerja. Negara juga yang berkewajiban membuka lapangan kerja bagi mereka. Jika penafkahan wali tidak terjadi karena sebab tertentu, penafkahan ini akan berpindah kepada kerabat. Jika kondisi ideal ini belum terpenuhi, ada konsep saling membantu (ta’awun) antara sesama. Jika seluruh mekanisme di atas tidak terlaksana karena orang yang bersangkutan wafat/tidak ada, maka negara yang bertanggung jawab, hingga batas pemenuhan kebutuhan individu warga mampu terpenuhi.
Islam tidak sekedar mendorong kepada seseorang untuk bekerja, juga tidak menjadikan pemenuhan tersebut, hanya dengan hasil kerja seseorang. Akan tetapi, Islam juga telah menjadikan Baitul Mal sebagai penjamin kebutuhan bagi seluruh rakyat. Pemeliharan bagi orang yang lemah juga telah dijadikan oleh Islam sebagai kewajiban negara. Memenuhi kebutuhan –kebutuhan umat adalah salah satu kewajibannya. Negara berkewajiban untuk melayani kepentingan umat. Konsep Ekonomi Islam ini urgen untuk kita perhatikan karena terdesaknya seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidup jelas berpotensi memunculkan bahaya, salah satunya dengan menghalalkan segala cara untuk memperoleh harta seperti bisnis haram prostitusi.
Prostitusi ini juga berkaitan erat dengan sistem sosial masyarakat. Untuk itu, negara wajib menciptakan tata sosial yang sesuai syariat. Dalam kehidupan sosial, Islam melarang siapapun, baik wanita maupun pria keluar dari sistem Islam yang khas dalam mengatur hubungan lawan jenis. Islam menetapkan sifat ‘iffah (menjaga kehormatan) sebagai suatu kewajiban. Islam menetapkan setiap metode, cara, maupun sarana yang dapat menjaga kemuliaan dan akhlaq terpuji sebagai sesuatu yang wajib dilaksanakan. Islam sangat menjaga agar hubungan kerjasama antara pria dan wanita hendaknya bersifat umum dalam urusan-urusan muamalat, bukan hubungan yang bersifat khusus seperti saling mengunjungi antara wanita dan pria yang bukan mahramnya atau keluar bersama tanpa udzur syar’i. Interaksi mereka tetap dalam koridor kerjasama semata dalam menggapai berbagai kemaslahatan dan melakukan berbagai macam aktivitas.
Islam benar-benar mendudukkan negara dalam perannya sebagai pengurus dan pelindung rakyat. Atas dasar ini, negara wajib menciptakan kehidupan sosial yang bersih dari stimulus syahwat. Negara juga berkewajiban menindak tegas setiap tayangan maupun visualisasi baik dalam bentuk gambar, suara maupun video yang berpotensi membangkitkan syahwat. Dalam Islam, media harus bersih dari berbagai hal yang merusak tatanan kehidupan masyarakat, termasuk eksploitasi privasi kehidupan seseorang yang berpotensi mempengaruhi perspektif Islam yang shahih di masyarakat.

Islam juga memiliki seperangkat sistem sanksi yang tegas dan menjerakan bagi pelaku maksiat. Hal ini akan mampu mencegah terjadinya prostitusi dalam segala bentuknya. Islam tidak mengenal prinsip kebebasan yang menjadi dalih bagi manusia untuk berbuat sekehendak hatinya. Ini tentu berbeda dengan kondisi masyarakat sekular hari ini. Alih-alih hidup dalam kondisi sejahtera, mereka justru hidup dalam sistem rusak yang mencerabut fitrah mereka sebagai manusia berakal. Wallaahu’alam bisshowab.***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here