Rohingya dan Dunia Butuh Khilafah

0
114

Oleh : Ummu Umar

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyatakan bahwa respons sejumlah pihak yang menolak ratusan pengungsi Rohingya dan meminta pengembalian mereka ke negara asal, merupakan tindakan yang tidak bertanggung jawab. Dia menilai hal tersebut sebagai kemunduran keadaban bangsa ini.

Padahal, kata Usman, masyarakat sebelumnya telah menunjukkan kemurahan hati dan rasa peri kemanusiaan kepada pengungsi Rohingya. “Mereka (pengungsi Rohingya) mencari keselamatan hidup setelah berlayar penuh dengan perahu seadanya di laut yang berbahaya,” ujar Usman dalam keterangannya, Minggu (19/11/2023).

Menurut catatan Amnesty, Selasa (14/11/2023) lalu, perahu berisi 194 pengungsi Rohingya berlabuh di Pidie, Aceh. Menyusul kedatangan tersebut, keesokan harinya datang perahu berisi 147 pengungsi lagi ke Pidie.

Sumber lokal di tempat kejadian menyebutkan bahwa kedua perahu tersebut diterima dengan baik dan semua pengungsi saat ini berada di tempat penampungan.

Perahu lain yang berisi sekitar 247 pengungsi Rohingya, Kamis (16/11/2023) mencoba turun di Bireun, Aceh. Informasi dari sumber kredibel Amnesty menyebut bahwa penduduk setempat memperbaiki kapal yang ditumpangi itu dan menyediakan makanan bagi penumpangnya.

Kendati demikian, mereka ditolak dan mencoba masuk kembali ke perairan Aceh Utara pada sore hari, namun kembali menghadapi penolakan. Hingga kemarin, Sabtu (18/11/2023), perahu pengungsi Rohingya tersebut masih terombang-ambing di perairan Aceh. “Ratusan nyawa berada dalam bahaya. Kami mendesak pemerintah pusat dan pemerintah Aceh untuk segera dan tanpa syarat menyelamatkan mereka, mengizinkan mereka turun dan selamat, menyediakan bantuan kemanusiaan, keselamatan dan tempat berlindung,” jelas Usman.

Sementara itu, Koordinator KontraS Aceh, Azharul Husna, menilai absennya pemerintah pusat dalam hal penanganan pengungsi Rohingya amat disayangkan. Padahal, bulan Oktober lalu Indonesia terpilih dengan suara terbanyak sebagai anggota Dewan HAM PBB. Menurutnya, pengungsi Rohingya yang tiba di perairan kawasan Jangka, Bireuen, tersebut sebetulnya telah sempat mendarat di pantai.

Warga setempat, kata Azharul, juga dikabarkan telah membantu para pengungsi dengan memberikannya makanan dan minuman sekadarnya. “Namun sangat disayangkan para pengungsi kemudian diminta kembali ke kapal. Padahal soal penemuan pengungsi telah diatur dalam Perpres 125/2016 terutama pasal 17 dan 18,” ujarnya.

Dalam keterangan terpisah, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, menyampaikan bahwa Indonesia tak memiliki kewajiban untuk menerima pengungsi Rohingya. Hal itu berdasarkan pada aturan Konvensi 1951 dan Indonesia tidak ikut meratifikasi. “Karena itu Indonesia tidak memiliki kewajiban dan kapasitas untuk menampung pengungsi, apalagi untuk memberikan solusi permanen bagi para pengungsi tersebut,” kata Iqbal, beberapa waktu lalu.

Dirinya menyindir negara lain yang meratifikasi konvensi tersebut, namun abai kepada urusan kemanusiaan Rohingya. Indonesia memberikan bantuan semata karena urusan kemanusiaan. “Ironisnya banyak negara pihak pada konvensi justru menutup pintu dan bahkan menerapkan kebijakan push back terhadap para pengungsi itu,” tukas dia.

Iqbal menegaskan bahwa ada banyak pihak yang memanfaatkan belas kasih kepada pengungsi untuk Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Oleh karenanya, Indonesia harus berhati-hati dalam menerima pengungsi.

Muslim Rohingya saat ini juga mengalami penjajahan yang dilakukan oleh junta militer Myanmar. Rohingya di usir dan terkatung katung, dunia pun seolah menutup mata dan belum memberikan solusi tuntas terhadap persoalan Rohingya. Apalagi tidak semua negara meratifikasi konvensi tentang pengungsi termasuk Indonesia. Persoalan penting lain yang terjadi adalah mereka saat ini tidak memiliki status kewarganegaraan atau stateless. Mereka juga memiliki resiko menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Lagi lagi hukum internasional PBB tidak mampu menyelesaikan persoalan muslim Rohingya. Padahal ketidakadilan, pelanggaran HAM, bahkan pembantaian terhadap muslim Rohingya telah berulang kali dilakukan oleh junta militer Myanmar. Inilah ketidakadilan sistem kapitalisme sekuler terhadap umat Islam yang terjadi hampir di seluruh negeri negeri muslim.

Hukum internasional PBB melarang umat Islam menolong sesama umat Islam di negara lain. Ikatan nasionalisme juga membuat negara yang lain tidak bisa menolong saudaranya di negara yang lain. Ikatan nasionalisme (nation state) memang sengaja dihembuskan oleh para penjajah di seluruh negeri negeri muslim untuk memecahbelah dan melemahkan umat Islam.

Bahkan para kafir penjajah sengaja memalingkan pikiran dan perhatian umat islam dengan membuat acara pertandingan sepakbola dan yang sejenisnya yang menyibukkan umat Islam.

Sangat berbeda dengan Islam, ketika Islam menjadi negara adidaya, orang orang kafir (Yahudi dan Nasrani) dan orang orang musyrik diurus berdasarkan hukum hukum syariah Islam yang adil. Islam memberikan kebebasan terhadap nonmuslim dalam menjalankan ibadah mereka.

Sedangkan untuk urusan ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan pengaturannya berdasarkan hukum hukum Islam. Sejarah membuktikan bahwa hanya hukum Islam yang diterapkan selama 1300 tahun dan mampu menciptakan keadilan terhadap seluruh umat manusia termasuk hewan dan tumbuhan.

Ketika terjadi kezaliman, kepala negara (Khilafah) segera memberikan suaka (perlindungan) kepada warga negaranya dengan mengirimkan tentara ke wilayah yang mengalami konflik dan penjajahan. Tidak ada kepentingan individu ataupun kelompok dalam penerapan hukum hukum syariah Islam. Penerapan hukum syariah adalah dalam rangka melaksanakan semua perintah Allah SWT, menjauhi larangan Allah SWT dan meraih keredhoan Allah SWT.

Saat ini umat telah kehilangan perisai dan pelindung, oleh karenanya umat Islam sangat membutuhkan adanya sebuah kelompok (partai) yang mampu menyadarkan umat manusia untuk kembali kepada Islam secara totalitas dalam naungan Khilafah Islam. Insya Allah, wallahualam bishawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here