Sekularisme Ciptakan Generasi Kriminalitas

0
57

Oleh : Qomariah

Kasus ini menambah deretan panjang kebobrokan generasi, dibawa asuhan sistem sekularisme, peristiwa memilukan ini harusnya menjadi alarm keras, terutama bagi dunia pendidikan, mereka menjadi generasi yang dekat dengan tindak kriminal sadis lagi bengis. Mengapa seorang pemuda bisa begitu keji membunuh banyak nyawa?

Seperti yang terjadi, kepada seorang siswa SMK, yang berinisial SJ (16), di desa babulu laut, kecamatan babulu, kabupaten penajam paser utara, Kalimantan Timur, tak hanya menghabisi nyawa satu keluarga, yang terdiri dari Waluyo (ayah), SW (ibu), dan ketiga anaknya.

Aksi bejat SJ dilakukan tak lama setelah dia membantai Waluyo sekeluarga, Selasa (6/2/2024) dini hari. “Berdasarkan pengakuan tersangka ini, dia juga menyetubuhi jasad si Ibu (SW), dan Putri pertamanya (RJ), setelah itu dia meninggalkan tempat,” kata Kapolres PPU AKBP Supriyanto di Mapolres PPU, dilansir Prokal Jawa Pos, Kamis (8/2/2024).

Kasus pembunuhan ini berawal dari hubungan asmara pelaku yang tidak direstui orang tua korban berinisial RJ (15), selain membunuh, pelaku juga sempat memaksa ibu dan korban RJ, sebelum melakukan aksinya, pelaku sempat mabuk-mabukan bersama teman-temannya, menurut keterangan polisi, pelaku mengaku belakangan ini memang sakit hati dan dendam kepada korban RJ, pelaku juga merupakan tetangga korban yang sering cekcok, dan pelaku mengaku membunuh korban bukan karena dendam atau sakit hati, tetapi karena membutuhkan uang untuk membayar biaya service HP.

Menurut data dirjen pemasyarakatan Kemenkumham merupakan alarm keras, serta terjadinya trend peningkatan kasus anak berkonflik dengan hukum selama 2020-2023. Per 26 Agustus 2023, tercatat hampir 2.000 anak berkonflik dengan hukum, sebanyak 1.467 anak diantaranya berstatus tahanan, dan masih menjalani proses peradilan, sedangkan 526 anak, sedang menjalani hukuman sebagai narapidana. Jika dibandingkan dengan data tiga tahun lalu, jumlah anak yang terjerat hukum belum pernah menembus angka 2.000.

Pelakunya ini kalau cuma satu atau dua orang saja, mungkin bisalah disebut kesalahan personal, akan tetapi jika pelaku kriminal pelajar sudah mencapai ratusan, hingga ribuan, ini bukan lagi masalah kasus yang bisa diselesaikan dengan perbaikan pola Didik keluarga semata, melainkan sudah menjadi masalah sistemis yang perlu ada solusi fundamental.

Penyebab sadisnya kriminalitas pelajar hari ini, adalah sistem sekularisme, sebab inilah harga yang harus dibayar dalam sistem yang jauh dari aturan Islam, sistem ini menghasilkan generasi amoral, yang daya rusaknya sangat dahsyat. Bukan hanya keluarga, masyarakat, tetapi negara pun ikut terimbas.

Inilah macam-macam daya rusaknya pelajar hari ini; pertama, (keluarga), keluarga memiliki peran kunci dalam pembentukan kepribadian anak, kehidupan keluarga yang tidak stabil, kurangnya perhatian orang tua, dan pola asuh yang salah akan berdampak negatif bagi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak, serta pola pikir orang tua sekuler akan melahirkan generasi yang tidak paham agama.

Kedua, (masyarakat), kekondusifan masyarakat sangat diperlukan, dalam membentuk kepribadian ketakwaan bagi anak. Kontrol dan pengawasan masyarakat sangat dibutuhkan dalam mencegah perilaku, ketika kontrol ini hilang masyarakat cenderung apatis dan tidak peduli.

Ketiga, (negara), negara sudah berapa kali kurikulum pendidikan berganti, dan sejauh mana pergantian kurikulum tersebut berpengaruh positif bagi perilaku anak didik kita? hasilnya nihil. Ini disebabkan kurikulum yang ada selama ini berasas pada aqidah sekuler, yang memisahkan agama dari kehidupan, sejatinya pendidikan untuk membangun karakter baik akhirnya tidak bisa tercapai.

Di lain sisi, generasi sekarang ini sungguh dalam era keterbukaan informasi dan digitalisasi, mereka bergaul dengan dunia nyata dan maya, dalam hal ini peran negara masih tampak mandul, serta gagal membendung konten-konten negatif yang dapat merusak generasi, seperti konten porno, kekerasan, perundungan, penyimpangan seksual, seks bebas dan sebagainya, di sinilah peran negara sangat penting, mulai dari penyusunan kurikulum, pendidikan, hingga pengawasan digital.

Solusi karakter dan kepribadian yang baik yaitu, terbentuk dari pola pikir dan pola sikap yang baik pula, segala sesuatu yang baik pasti berasal dari aturan zat maha baik yakni Allah Swt, kita tentu merindukan hadirnya generasi berkualitas, berkarakter mulia, dan cerdas, tetapi generasi seperti ini mustahil lahir dari rahim sistem rusak (sekularisme), maka sistem inilah yang harus dituntaskan secara sistemis juga.

Berdasarkan UU 11/ 2012, kelompok usia yang digolongkan sebagai “anak” dalam ranah perkara hukum adalah yang berusia 12-17 tahun, sementara sebaliknya, Islam tidak mengenal pengolongan semacam ini, dalam pandangan Islam ketika anak sudah memasuki masa Balig ia terikat dengan hukum-hukum Islam, artinya ia sudah menjadi seorang mukalaf (orang yang terbebani hukum), atas setiap amal perbuatannya, termasuk konsekuensi sanksi yang akan menjeratnya, jika ia terbukti berbuat kriminal.

Terkait hal ini, cuma Islam yang bisa memberi solusi mendasar dengan tiga pilar. Pertama; ketakwaan individu dalam pendidikan keluarga, bahwa pendidikan keluarga adalah sekolah pertama bagi anak, dan wajib menjadikan aqidah Islam sebagai landasannya.

Kedua; kontrol masyarakat dengan tabiat Amar ma’ruf nahi mungkar.

Ketiga; negara menerapkan sistem Islam secara Kaffah di segala aspek kehidupan. maka ketiga pilar ini, akan berfungsi secara optimal dan menyeluruh, jika hanya yang menerapkan daulah Islam, bahwa daulah Islam telah melahirkan banyak generasi cemerlang dan unggul, tidak hanya dalam ilmu saintek tetapi juga sukses menjadikan ulama yang faqih fiddin. Insya Allah.
Wallahu a’lam bishawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here