Oleh : Riyulianasari
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk mencegah pernikahan dini. Bintang yakin, dengan adanya dukungan yang penuh dari masyarakat dan kementerian lainnya, maka permasalahan perempuan dan anak, termasuk pernikahan dini bisa ditekan jumlahnya.
“Ketika kita ada gerakan bersama dan bersinergi bersama, saya yakin permasalahan bangsa bisa kita selesaikan lebih baik lagi. Tentunya tidak terlepas dari dukungan media,” kata Bintang saat media gathering KemenPPPA, Kamis (11/2).
Penyerangan terhadap syariat kembali mencuat setelah Aisha Weddings mempromosikan produk perlengkapan pernikahan seraya menganjurkan para wanita untuk menikah di usia dini. Umat Islam yang tidak memahami Syariat Islam pun terprovokasi. Seolah-olah pernikahan dini adalah permasalahan besar di negeri ini.
Islam tidak menentukan berapa usia pernikahan yang boleh dilakukan oleh laki laki ataupun perempuan, apabila laki-laki dan perempuan sudah baligh dan mampu, Islam menganjurkan dilakukan pernikahan. Seperti disebutkan dalam hadis riwayat Imam Bukhari dari Abdullah bin Mas’ud RA yang mendengar Rasulullah Muhammad SAW bersabda demikian.
“Hai pemuda, siapa di antara kalian yang telah mampu maka menikahlah. Menikah itu menundukkan pandangan dan lebih baik untuk kemaluan. Namun siapa yang belum mampu maka hendaknya ia puasa, karena itu lebih baik baginya,” tegasnya.
Juga dalam Hadits Riwayat An Nasa’i dari Maqbal bin Yasar RA, dari Rasulullah SAW. “Nikahilah oleh kalian yang subur dan yang cinta, karena aku ingin banyak keturunan (di akhirat).”
Dua hadids di atas menjelaskan batasan syarat menikah adalah kemampuan secara finansial meski tidak harus kaya. Kedua, juga harus siap mental, yaitu siap menjalankan kewajiban baik sebagai suami maupun istri.
Lalu mengapa persoalan pernikahan dini begitu dipermasalahkan?
Bukanlah seharusnya pemerintah memberikan solusi terhadap tingginya perceraian, perzinahan, perselingkuhan bahkan disertai dengan pembunuhan sudah mewabah di dalam kehidupan masyarakat.
Bukankah hal ini menimbulkan persoalan baru bagi perempuan? terkait siapa yang akan menafkahi perempuan dan anaknya jika sudah bercerai, bukankan ini persoalan besar ibarat wabah?
Tentu negara yang menganut sistem kapitalisme sekuler tidak terlalu perduli dengan persoalan tersebut, karena aqidah yang diterapkan oleh negara adalah sekulerisme yang menolak aturan agama dipakai dalam kehidupan individu, masyarakat dan negara. Program sertifikasi perkawinan yang merupakan revitalisasi program sosialisasi Kantor Urusan Agama (KUA) bagi pasangan yang ingin menikah. Bagi yang belum lulus mengikuti pembekalan tidak boleh nikah.
Program ini melibatkan kementerian terkait seperti kesehatan. Kementerian Agama dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Peran dari Kementerian Kesehatan yakni menjelaskan soal reproduksi, pencegahan terhadap penyakit terutama berkaitan dengan janin. Untuk bidang kesehatan reproduksi dan kemudian pencegahan terhadap berbagai macam penyakit, terutama yang berkaitan dengan janin, anak-anak usia dini. Bimbingan pranikah dilakukan saat pasangan tengah mengurus surat-surat yang diperlukan untuk pernikahan.
Sementara fakta yang dialami perempuan adalah himpitan ekonomi yang berakhir dengan kekerasan fisik dan perselingkuhan, perceraian bahkan pembunuhan baik dilakukan oleh suami ataupun istri. Lalu apa realisasi dari program sertifikasi perkawinan dengan fakta yang dialami masyarakat.
Islam mempunyai program yang jelas tentang tujuan pernikahan. Bagaimana islam memerintahkan agar perempuan dan laki laki menjaga aurat mereka, bagaimana menjaga kemaluannya, menundukkan pandangannya. Bahkan Islam sangat menjaga agar suami istri yang sudah menikah tidak bercerai. Bagaimana agar suami mampu memberikan nafkah untuk anak dan istri, bagaimana agar suami dan istri mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya sehingga terwujud keluarga sakinah, mawaddah dan warohmah seperti yang diinginkan oleh Islam dan seperti doa-doa para orang tua, dan para ulama.
Sistem kapitalisme hanya memberikan angan angan semu dan hanya teori yang tidak jelas dan sulit diwujudkan.
Oleh karena itu, sistem kapitalis sekuler saat ini membuat pernikahan tidak dapat bertahan lama dan sulit untuk mewujudkan rumah tangga sakinah mawaddah dan warohmah seperti yang diinginkan oleh Islam. Maka, hanya sistem Islam yang mampu mewujudkannya. ***
Wallahualam bishawab.