Sistem Demokrasi Sekularisme Picu Penipuan Online

0
322

Oleh: Hj Padliyati Siregar ST

Kasus penipuan dengan modus membayar potongan kertas yang dibungkus amplop cokelat seharga Rp10 juta kembali terulang di Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan.

Jika sebelumnya menimpa Dian Ferdiansyah (22), warga Km 15, Kelurahan Sukajadi, Kabupaten Banyuasin yang tertipu menerima uang Rp 10 juta dalam bentuk potongan kertas saat menjual sepeda motor Honda Beat nopol BG 5602 JA di media sosial pada Senin (30/11/2020).

Kali ini dialami juga Igun Junius (23), warga Talang Betutu, Kecamatan Sukarame, Palembang. Korban kehilangan sepeda motor matic kesayangannya setelah korban membayar pembelian kendaraan roda dua milik korban sebesar Rp 10 juta dengan potongan kertas.

Kepada awak media, Minggu (6/12/2020), korban Igun Junnius mengaku mengiklankan sepeda motornya melalui jejering sosial media facebook lewat akun market place OLX.

Korban mencari pembeli sepeda motor di daerah Palembang dengan metode transaksi COD Iklan yang dipasang korban akhirnya membuahkan hasil. Di mana pelaku mengajak janjian dengan korban pada Kamis (3/12/2020), sekitar pukul 08.00 WIB di sebuah kafe di Jalan Residen Abdul Razak Palembang untuk COD-an.

Pada saat ketemu, menurut korban, akhirnya harga jual sepeda motornya disepakati di angka Rp 13 jutaan. Namun saat COD itu, pelaku memberikan uang muka sebesar Rp 10 juta yang dibungkus amplop cokelat.

“Pas ketemu, dia (pelaku –red) bilang nanti aja buka uangnya gak enak bahaya katanya,” ujar Igun menirukan ucapan pelaku.
Pada saat itu, pelaku juga mengatakan, sisa pembayaran pembelian sepeda motor setelah pelaku mendapatkan BPKB (Palembang, Sumselupdate.com).

Kasus penipuan online menjadi salah satu kasus yang sekarang marak terjadi, apalagi sekarang semakin berkembangnya zaman, alat-alat elektronik juga semakin canggih. Dengan semakin canggihnya alat-alat elektronik masyarakat semakin mudah untuk mengakses internet.

Dahulu, masyarakat menggunakan internet masih sangat terbatas, mengakses internet hanya bisa dilakukan oleh masyarakat yang berada di kota-kota besar saja, dikarenakan keterbatasan sinyal dan kurangnya pengetahuan tentang teknologi di daerah pedesaan atau perkampungan, sehingga mereka sulit untuk mengakses internet dan memahami teknologi.

Berbeda dengan sekarang, masyarakat dari segala kalangan baik di desa maupun di kota dapat menggunakan internet untuk berbagai macam hal. Namun sangat di sayangkan dalam sistim demokrasi sekularisme kemajuan teknologi tidak di imbangi dengan peningkatan keimanan sehingga kemajuan teknologi sebanding juga dengan tingginya tingkat kejahatan.

Penyakit masyarakat yang hidup di dalam demokrasi sangatlah kronis bahkan menyebabkan perilaku manusia tidaklah layak disebut sebagai manusia. Kebebasan yang digembar-gemborkan dalam demokrasi telah mengubah gaya hidup manusia. Kebebasan tersebut telah melewati ambang batas.Halal dan haram tidak lagi menjadi standar dalam bertingkah laku.

Paham sekularisme yang tertanam di tubuh kaum muslimin, menjauhkan umat Islam dari agamanya. Permasalahan yang ada di kalangan masyarakat, seperti penipuan adalah menjadi ‘makanan’ harian bagi masyarakat yang hidup di dalam sistem demokrasi.

Kewajiban untuk senantiasa berhukum kepada syariah adalah suatu kepastian baik itu dalam bermuamalah salah satunya adalah bagaimana islam memandang hukum berbelanja online dengan COD.

COD adalah satu metod pembayaran dalam jual beli online dimana pengguna atau pelanggan membayar barang pada saat barang yang dipesan tiba di alamat pembeli atau di suatu tempat yang disepakati penjual atau pembeli.

Pada saat COD dilakukan, pembeli dapat secara langsung melihat dan memeriksa barang yang dibeli dan penjual pun dapat menjelaskan keadaan barang kepada pembeli.

Jadi, pembayaran dengan cara COD ini berbeda dengan cara pembelian melalui internet dengan sistem pembayaran online dimana pembeli diwajibkan membayar barang terlebih dahulu melalui perbankan online, kemudian barulah barang yang dipesan akan dihantar kepada pembeli.

Jika terjadi kesepakatan antara penjual dan pembeli yang bertatap muka secara langsung, pembayaran akan dilakukan oleh pembeli pada saat itu juga. Adapun jika tidak terjadi kesepakatan tersebut, misalnya pembeli mempunyai alasan terkait spesifikasi barang tersebut tidak sesuai dengan pesanan, maka bererti tidak terjadi pembayaran dan barang dikembalikan kepada penjual.

Biasanya COD dilakukan jika penjual dan pembeli dalam satu wilayah yang sama, misalnya di wilayah Palembang.

Adapun jika jarak penjual dan pembeli cukup jauh, misalnya Lubuk Linggau, Sekayu, Muara Enim, maka akan ada bayaran tambahan yaitu cas penghantaran. Begitulah sekilas fakta (manâth) terkait COD.

Apakah hukum COD dalam fikih Islam?

Jawabannya, hukum COD bergantung pada terjadinya akad jual beli antara penjual dan pembeli. Ada dua kemungkinan, pertama – akad jual belinya dilakukan sebelum pengiriman barang, yaitu saat terjadi pembayaran online antara penjual dan pembeli.

Kedua, akad jual belinya dilakukan saat berjumpa antara penjual dan pembeli. Jika akad jual belinya dilakukan secara online (sebelum barang dihantar), maka jual beli dengan sistem pembayaran COD hukumnya haram. Kerana pada saat terjadi akad jual beli online tersebut, pihak penjual dan pembeli sama-sama berhutang, yaitu saat transaksi dibuat, penjual belum menyerahkan barangnya, dan pembeli juga belum membayarkan uangnya.

Akad jual beli seperti ini, hukumnya haram, berdasarkan hadis yang melarang jual beli di mana penjual dan pembeli sama-sama bertransaksi secara tidak tunai (hutang).

Dari Ibnu ’Umar RA, dia berkata.”Rasulullah SAW telah melarang jual beli dimana penjual dan pembeli sama-sama tidak tunai.” (nahâ ‘an bai’ al kâli bi al kâli). (HR Al Hâkim dan Al Baihaqî, hadis sahih menurut Imam Jalâluddin As Suyûthî, Al Jâmi’ Al Shaghîr, II/192).

Yang dimaksud dengan kata“al kâli bi al kâli” dalam hadis tersebut adalah “an nasîah bi an nasîah”, yaitu ada penangguhan penyerahan barang oleh penjual dan penangguhan pembayaran wang oleh pembeli. (Imam Ibnul Atsîr, An Nihâyah fî Gharîb Al Hadîts wa Al Atsar, 4/194).

Adapun jika akad jual belinya dilakukan semasa bertemu secara langsung antara penjual dan pembeli, bukan pada saat bertransaksi online sebelumnya, maka hukum COD boleh, dengan syarat pembeli diberikan hak khiyâr (pilihan), yaitu boleh memilih untuk membeli atau tidak membeli.

Mengenai bolehnya COD dengan akad jual beli saat pembeli dan penjual berjumpa, hal ini sudah jelas. Kerana dengan bertemu secara langsung itu akan terjadi akad jual beli dengan pembayaran secara tunai, sehingga akan terhindar dari larangan jual beli secara al kâli bi al kâli (sama-sama tidak tunai).

Adapun syarat bahawa pembeli diberi hak khiyâr (pilihan), kerana kesepakatan secara online yang terjadi sebelumnya, tidak dapat dianggap akad jual beli secara syar:imelainkan hanya sekadar janji untuk berjual beli secara tidak mengikat (wa’ad ghairu mulzim), iaitu boleh ada pembatalan (dari pihak pembeli/penjual).

Maka, perlu diberikan hak khiyâr (pilihan) kepada pembeli, agar janji untuk membeli itu tidak bersifat mengikat.

Begitulah Islam sangat menjaga ketentuan dalam bermuamalah agar tidak terjadi kerugian di antara pembeli dan penjual. *** Wallahu a’lam ….

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here