Oleh: Marnisa Sp (Muslimah Peduli Generasi)
Permasalahan yang terjadi di negeri Indonesia tidak pernah lepas dari utang dan utang lagi. Mulai masa kepresidenan Soeharto sampai kepresidenan Jokowi, utang Indonesia semakin naik. Dapat kita lihat perbandingannya pada masa pemerintahan Soeharto, utang Indonesia 551.4 T selama 32 Tahun, pada masa pemerintahan Bj Habibie utang Indonesia sebesar 938.8 T nambah 387.4T selama 1 tahun, pada pemerintahan Gusdur utang Indonesia 1271.4 T nambah 332.6 T selama 2.5 tahun, pada masa pemerintahan Megawati utang Indonesia 1298 T nambah 26.6 T selama 2.5 Tahun, pada pemerintahan SBY utang Indonesia 2608.8 T nambah 1310.8 T selama 10 tahun, dan pada masa pemerintahan Jokowi utang Indonesia semakin melonjak kenaikannya menjadi 6000 T nambah 3400 triliun selama 6 tahun.
Seperti diberitakan oleh REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-dimana Indonesia menghadapi persoalan kenaikan utang luar negeri sejak krisis ekonomi 1998 dan era reformasi bergulir. Utang luar negeri yang tadinya berada pada level di bawah seribuan triliun rupiah, kini sudah nyaris menyentuh Rp 6.000 triliun per Oktober 2020.
Bank Dunia memasukkan Indonesia sebagai 10 besar negara berpendapatan rendah dan menengah yang memiliki utang luar negeri terbesar pada tahun lalu. Bank Dunia dalam laporan “Statistik Utang Internasional (IDS)” pada Senin (12/10) itu menunjukkan Indonesia berada pada peringkat keenam pengutang terbesar.
Hal itu disebabkan karena APBN yang tekor. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan defisit APBN 2020 per November mencapai Rp 883,7 triliun atau 5,6% terhadap PDB. Sedangkan pendapatan negara mencapai Rp 1.423 triliun atau 63,7% dari target APBN. Defisit APBN terjadi karena belanja negara lebih besar daripada pendapatan. Belanja negara tercatat Rp 2.306,7 triliun sedangkan pendapatan negara Rp 1.423 triliun.
Inilah buah dari sistem Demokrasi yang dianut oleh Indonesia sendiri, dimana kita dapat melihat Indonesia sendiri memiliki SDA yang melimpah dan SDM yang hebat namun melimpah dengan utang yang tidak pernah usai disebabkan APBN yang sangat minim.
Demokrasi adalah buah dari kapitalisme, dimana utang sebagai instrumen penting untuk menambal defisit anggaran. Utang diperbolehkan asal tidak melampaui batas aman. Namun ternyata batas aman utang tersebut bisa diubah oleh Pemerintah, seperti yang terjadi saat ini.
Sehingga untuk mengatasi defisit anggaran, pun kapitalisme adalah meningkatkan pajak, berutang dan kadang dengan mencetak mata uang. Masing-masing pilihan tersebut berisiko besar terhadap APBN.
Sistem khilafah mewujudkan negara dengan APBN tanpa utang
Sistem keuangan APBN yang saat ini diterapkan di berbagai negeri sangat berbeda jauh dari sistem APBN yang pernah dicontohkan dan ditetapkan oleh Rasulullah SAW yaitu dalam naungan Daulah Khilafah Islamiah.
Dengan kekuatan politik khilafah, maka sistem keuangan yang tegak pun kokoh, sehingga mampu menyejahterakan rakyatnya yaitu perindividu rakyat.
Pemasukan harta baitul mal sangat luas diantaranya:
Pertama, pos kepemilikan negara. Dari anfal, ghanimah, kharaj, jizyah, khumus, dan usyur, dan dikeluarkan untuk kepentingan negara seperti, untuk gaji tentara, PNS, hakim, guru dan semua yang memberi khidmat pada negara untuk kemaslahatan umat.
Kedua, pos kepemilikan umum yang dibagi menjadi :
a. Fasilitas/sarana umum, seperti kereta api, pipa air, garda listrik, jalan-jalan dan lain sebagainya yang bisa didapatkan oleh rakaat dengan mudah dan semurah-murahnya atau bahkan gratis.
b. SDA yang tabiat pembentukannya menghalangi dimiliki individu seperti air, padang rumput, api, sungai, samudra, pulau dan lain sebagainya. Dapat dimanfaatkan langsung oleh masyarakat dengan pengawasan negara agar tidak menimbulkan kemudharatan
c. Bahan tambang yang tidak terbatas mencakup seluruhnya. Seperti, garam, batu mulia, emas, perak, besi, tembaga dan sejenisnya. Bahan tambang tersebut dikelola oleh negara dan hasilnya dimasukkan ke dalam Baitul mal. Selanjutnya harta tersebut akan digunakan untuk mensubsidi rakyat.
Ketiga, pos zakat, berupa zakat mal, zakat fitrah dan sedekah atau wakaf maka dikhususkan bagi 8 asnaf sebagaimana tercantum dalam firman-Nya:
۞ اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغَارِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana. (Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60.)
Dengan adanya pos-pos pemasukan dan pengeluaran yang telah di jamin oleh negara khilafah tersebut, menjadikan sepanjang sejarah kekhilafahan selalu surplus dalam keuangan. Maka negara pun tidak mungkin untuk berutang karena APBN selalu ada.
Jelaslah, satu-satunya langkah yang harus ditempuh oleh negeri ini agar bisa keluar dari jeratan utang ribawi hanyalah dengan mencampakkan sistem yang ada dan mengambil sekaligus menerapkan sistem Islam secara kafah. Yaitu dalam naungan khilafah Islamiah. ***
Wallahua’lam bishshawab