Solutifkah Peran Keluarga Atasi Kekerasan Seksual?

0
60

Oleh: Putri Sakinatul Kirom
(Mahasiswi UIN Raden Fatah Palembang)

Keluarga dan masyarakat diimbau untuk dapat berkontribusi dalam mencegah terjadinya tindak pidana kekerasan seksual.

Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Indri Gunawan mengatakan, banyak anak enggan melapor saat jadi korban kekerasan seksual di rumah.

Korban berpikir hal itu adalah aib atau mencoreng nama baik. Dia mengimbau agar orang tua bisa menciptakan ruang aman dan nyaman bagi anak untuk berkomunikasi. “Mencegah terjadinya kekerasan seksual dapat dimulai dari keluarga, sebab keluarga sebagai lembaga terkecil yang aman bagi setiap anggota bisa melindungi anak-anak mereka dari kekerasan seksual. Peran keluarga dalam pencegahan dapat dimulai dari memberikan edukasi kepada seluruh anggota keluarga terutama anak-anak serta membangun komunikasi yang berkualitas bagi anggota keluarga,” kata dia dalam kegiatan Media Talk di kantor KemenPPPA, (dikutip dari idntimes.com, 25/8/2023).

Menurut KemenPPPA, jumlah kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak mencapai 4.280 kasus dari jumlah total kasus kekerasan lainnya yang mencapai 9.645 selama Januari hingga 29 Mei 2023.

Tentu kasus ini meningkat dari tahun sebelumnya. Ironisnya, sebagian besar pelaku adalah orang terdekat di lingkup keluarga, seperti ayah kandung, ayah tiri, kakek, kakek korban, paman dan teman dekat.

Kekerasan seksual pada anak tidak hanya terjadi begitu saja. Kekerasan seksual ini adalah buah akibat diterapkannya sistem sekuler yang menjadi racun semua persoalan negeri ini.

Kasus kekerasan seksual ini sejatinya muncul akibat pola pikir liberal (serba bebas). Pola pikir yang serba bebas ini sengaja dibiarkan untuk menumbuh suburkan ide idenya yakni sekularisme (pemisahan antara agama dan kehidupan) yang banyak merusak tatanan kehidupan, akibatnya moral, akhlak dan akidah kaum muslim semakin mengalami degradasi.

Sekularisme sejatinya sangat menjunjung tinggi nilai kebebasan, sehingga tak heran output yang dikeluarkan adalah generasi yang sekuler.

Terutama media sosial yang menjadi jembatan semakin masif untuk melancarkan ide-ide liberal dan nan rusak.

Hal ini juga didukung dengan peran media sosial yang sangat berpengaruh pada cara berpikir dan berperilaku seseorang.

Pengguna sosial media ini tidak hanya dari kawula muda, akan tetapi dari semua kalangan yakni anak balita hingga orang dewasa yang belum tentu semua pengguna sosmed bijak dalam menggunakannya.

Hal ini merupakan faktor yang mempercepat terjadinya kekerasan seksual. Lemahnya filter dalam bermedia sosial dan diperparah oleh tipisnya kadar keimanan individu, menyebabkan seseorang abai dengan keterikatan hukum syarak (halal-haram).

Apalagi kebanyakan penggunanya adalah anak-anak, yang kita tau bahwa anak-anak itu masih lugu dan rasa penasarannya besar, hal ini dapat menyebabkan mereka mencontoh dan mempraktikkan apa yang mereka tonton, lihat, dan dengar.

Tak Cukup Hanya Peran Keluarga

Perlu kita pahami bahwa keluarga saja tidak cukup untuk menjadi benteng pertahanan terhadap kekerasan seksual.

Tak jarang saat ini keluarga yang merupakan lingkungan terdekat menjadi pelaku kekerasan seksual. Hal inilah yang menjadi indikator penyebab dari rusaknya moral genarasi saat ini.

Tidak cukup hanya dengan mengandalkan peran keluarga, peran masyarakat juga harus ada dan turut andil dalam kontrol sosial yang mumpuni, bukan masyarakat yang bersifat individualistik. Negara juga turut berperan penting dalam permasalahan ini, baik setempat, daerah bahkan sampai pemerintah pusat.

Negara juga harus tegas dan sigap dalam memecahkan persoalan kekerasan seksual ini yakni dengan cara yang sistemik, agar berefek jera bagi pelaku tindak kekerasan seksual.

Faktor-faktor yang menjadi sebab permasalahan juga harus segera diberantas. kebijakan Negara dalam memberikan edukasi baik di dalam sistem pendidikan ataupun sosial media harus bebas dari nilai liberalisme dan sekulerisme.

Jika ketiga unsur diatas sudah ada maka keberadaan payung hukum yang akan memberikan keadilan bagi korban dan tentu memberikan efek jera bagi pelaku sehingga terwujud keadilan yang nyata.

Solusi Hakiki

Jika ketiga unsur diatas terwujud saat nya meraih solusi yang hakiki. Solusi tersebut adalah Islam.

Islam bukan hanya agama tapi juga sebuah aturan dan pemecah berbagai permasalahan dari semua persoalan umat.
Islam sangatlah komprehensif dalam menanggulangi kekerasan seksual. Terdapat 3 pilar didalam Islam yakni:
Pertama, Individu yang bertakwa. Ia lahir dari keluarga yang menjadikan akidah Islam sebagai landasan kehidupan.

Keluarga yang terikat dengan syariat Islam Kafah akan mencetak generasi yang salih dan enggan dengan kemaksiatan.

Ciri keluarga seperti inilah yang mampu melindungi anak-anak dari kekerasan seksual, termasuk menutup celah pelaku kekerasan seksual dari keluarga sendiri.

Kedua, masyarakat yang memiliki perasaan dan pemikiran yang Islami. Keluarga tidak berdiri sendiri, keluarga yang berada dalam lingkungan masyarakat yang Islami tidak individualis dan memiliki perasaan dan pemikiran yang sama akan menciptakan lingkungan yang kondusif dan jauh dari kejahatan seksual.

Masyarakat seperti ini akan membentuk aktivitas amar makruf nahi mungkar, sehingga tidak ada celah kemaksiatan ditengah masyarakat.

Sebagaimana Allah SWT berfirman:
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusa, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah”. (QS. Ali Imran: 110)

Ketiga, Negara yang menerapkan syariat Islam secara kafah dalam naungan institusi Khilafah, sehingga terciptanya payung hukum yang tegas bagi para pelaku kemaksiatan.

Khilafah akan memberikan sistem sanksi yang berfungsi sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). Dengan ini tidak akan ada yang berani untuk berbuat maksiat dan memberi efek jera bagi para pelaku maksiat.

Dengan demikian hanya Khilafah yang dapat memberikan perlindungan yang hakiki bagi setiap warga negaranya dari semua tindak kejahatan. Wallahua’lam Bishawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here