Oleh : Melyanti dan Fitri Handayani
Banjir merendam sekitar 30 hektar lahan perkebunan masyarakat di Desa Pulau Panggung, Kecamatan Tanjung Agung, Kabupaten Muara Enim pada Minggu 24 Desember 2023 lalu.
Penyebab banjir diduga karena longsoran tanah disposal PT Bara Anugerah Sentosa (BAS ) yang menyebabkan aliran Sungai Oal terhambat.
Pihak PT BAS membenarkan bahwa pada 12 Desember 2023 adanya pergeseran tanah disposal namun perusahaan tidak menginformasikan hal itu kepada masyarakat lahannya berada didekat tumpukan tanah disposal PT BAS.
Dari kejadian ini pihak perusahaan menyatakan ingin melakukan jalan damai kepada masyarakat dengan memberikan ganti rugi sebesar 2 juta per kk namun uang damai tersebut ditolak masyarakat, (dilansir dati detiksumsel).
Fakta lain dari bencana tanah disposal PT BAS yang mengalami longsor ke Sungai Oal, disebabkan karena lokasi disposal berdampingan secara langsung ke sungai.
Tak pelak lahan perkebunan masyarakat yang ada di hulu sungai serta permukiman masyarakat teridentifikasi sebanyak 27 KK dengan total luasan kurang lebih 30 hektar mengakami longsor serta terendam banjir.
Bencana banjir di Sumsel yang terjadi belakangan ini menambah panjang daftar bencana dan juga mengonfirmasi bahwa Sumsel dalam krisis ekologis.
Dimana tampak korporasi pemegang konsesi tidak mengindahkan dampak lingkungan sehingga sering terjadinya banjir dimana-mana dan ini menjadi Bukti bahwasannya penerapan UU Omnibus Law Cipta Kerja sangat berbahaya.
Terlebih saat ini oligarki diberikan karpet merah oleh negara karena dilegalisasikan Ciptaker ini. Wajar saja jika kerusakan lingkungan yang disebabkan ulah tangan manusia ini bukti nyata Sistem Kapitalisme yang melahirkan manusia serakah dan niradab dalam mengelola lahan, sehingga mengantarkan berbagai penderitaan dan kerusakan dimuka bumi yang terpenting mereka mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Berbeda dengan Islam, sebab Islam memandang bahwa segala sesuatu yang ada di langit dan bumi termasuk tanah hakikatnya adalah milik Allah Taala semata.
Seperti Firman Allah SWT : “Dan kepunyaan-Nya lah kerajaaan langit dan bumi, dia menghidupkan dan mematikan dan dia maha kuasa atas segala sesuatu.” (QS Al Hadid (57) : 2).
Selain itu Islam yang memiliki aturan komprehensif di segala aspek kehidupan juga mengatur ekonomi islam peihal hak kepemilikan.
Rasulullah SAW bersabda “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api”. (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Hadits tersebut menyatakan bahwa kaum Muslim (manusia) berserikat dalam air, padang rumput, dan api. Dan bahwa ketiganya tidak boleh dimiliki atau dikelola oleh individu, Islam melarang tegas negara, ataupun individu untuk menswastanisasi harta milik umum (rakyat), apalagi hingga dikelola oleh swasta/individu.
Dalam Islam, negara berkewajiban mengelola harta milik umum, seperti air, tambang, dan lain sebagainya, dan hasilnya dikembalikan demi kesejahteraan rakyatnya. Sehingga kebutuhan rakyat benar-benar terpenuhi secara keseluruhan, tanpa ada yang kekurangan sedikit pun.
Hal tersebut tergambar pada masa kejayaan Islam, yang mana, saat itu Rasulullah telah memberikan izin kepada Abyadh untuk mengelola tambang garam, Rasulullah SAW mengizinkannya.
Namun, saat mengetahui bahwa tambang garam tersebut merupakan harta milik umum, Rasulullah lalu mencabut pemberiannya tersebut dan melarang tambang tersebut dimiliki pribadi.
JIka sistem Islam diterapkan tidak akan ada penguasaan lahan atas segelintir orang. tIdak akan ada pembangunan liar dan brutal yang mengabaikan manusia di dalamnya demi keuntungan dunia semata.
Hanya sistem Islam lah yang memanusiakan manusia. Sistem Islam benar-benar menjaga fungsi SDA untuk kemaslahatan rakyat. Negara mengelola lahan hanya untuk kepentingan rakyat dan hasilnya nanti bakal dikembalikan lagi ke rakyat dalam bentuk fasilitas umum yang gratis dan ramah lingkungan.
Hanya disistem Islam (khilafah) lah yang bakal memberikan solusi tuntas terhadap lingkungan.
Wallah’alam bishawab.