Oleh : Ummu Aziz
Susu adalah sumber protein yang sangat penting bagi tubuh kita, khusunya bagi anak anak yang masih dalam proses pertumbuhan. Susu sebagai zat yang harus dipenuhi orang tua untuk melengkapi kebutuhan anak anak. namun dengan kondisi saat ini tidak semua keluarga mampu mencukupi kebutuhan akan susu dikarenakan daya beli Masyarakat yang lemah. Begitu ironi justru kita mendapati fakta puluhan peternak di Jawa Tengah dan Jawa Timur justru membuang susu dengan cuma- cuma. Kenapa hal ini bisa terjadi?
Puluhan peternak sapi perah dan pengepul susu di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, dalam beberapa waktu terakhir ini terpaksa membuang susu hasil panen mereka. Hal itu lantaran pabrik atau industri pengolahan susu (IPS) membatasi kuota penerimaan pasokan susu dari para peternak dan pengepul susu itu.
“Alasannya (pabrik atau IPS membatasi penerimaan pasokan susu) satu, maintenance mesin. Padahal tidak mungkin itu,” ungkap Sugianto saat ditemui wartawan di sela-sela audiensi peternak dan pengepul susu dengan jajaran Dinas Peternakan Kabupaten Boyolali beberapa waktu lalu.
Ia menduga pembatasan penerimaan pasokan susu oleh pabrik atau IPS itu lantaran ada kebijakan impor susu yang diambil oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan. “Indikasi yang terjadi di lapangan sekarang ini adalah karena keran impornya dibuka oleh Menteri Perdagangan,” kata dia, (tempo/8 November 2024).
Jika kita mencermati realitas ini, aksi peternak membuang susu ini tentu sebuah ironi. Di antara penyebab utama aksi buang susu ini adalah berkurangnya penyerapan susu dari Industri Pengolahan Susu (IPS) karena adanya pembatasan kuota.
Perusahaan IPS lebih memilih impor bubuk susu atau skim daripada menyerap susu segar dari peternak lokal karena harganya lebih murah, bahkan lebih murah dari market price (harga pasar dunia). Akibatnya, hasil produksi susu segar dari peternak lokal tidak terserap maksimal. Sebagai informasi, kualitas bubuk susu yang diimpor belum tentu lebih baik daripada susu segar yang dihasilkan oleh peternakan lokal.
Menurut data Kementan, ketersediaan susu untuk konsumsi nasional selama 2012—2021 terdiri dari jenis susu sapi lokal dan susu impor. Susu impor menyediakan 11,23 kg/kapita/tahun, sedangkan susu sapi lokal memasok 2,96 kg/kapita/tahun. Dengan kata lain, kondisi pasar susu nasional menunjukkan bahwa 80% dipenuhi dari impor dan hanya 20% yang dari lokal dengan alasan susu lokal tidak memenuhi standar.
Solusi pragmatis yang ditetapkan pemerintah untuk menyelesaikan polemik susu ini tidak terlepas dari penerapan sistem demokrasi kapitalisme. Sebaliknya, pemerintah semestinya mengambil langkah yang revolusioner dengan memberikan perlindungan penuh bagi para peternak lokal.
Susu adalah bahan pangan yang memiliki nilai gizi tinggi karena mengandung berbagai macam zat gizi. Susu mudah dicerna dan diserap sehingga sangat baik dikonsumsi untuk semua umur. Susu adalah karunia Allah Taala sebagaimana dalam ayat, “Dan sungguh, pada hewan ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minuman dari apa yang ada dalam perutnya (berupa) susu murni antara kotoran dan darah, yang mudah ditelan bagi orang yang meminumnya.” (QS An-Nahl [16]: 66).
Melihat manfaat besar susu ini, tidak layak jika dikelola secara kapitalistik. Sungguh, Islam memiliki sistem dan politik ekonomi Islam yang akan memberikan jaminan dan perlindungan bagi para peternak sapi perah agar jerih payah mereka bisa dinikmati oleh masyarakat luas.
Atas dasar ini, visi pengelolaan peternakan, sumber daya, produktivitas, dan ketersediaan pangan melalui sektor peternakan adalah bagian dari tanggung jawab penguasa. Untuk itu, Khilafah akan berdiri tegak membela kemaslahatan umat, dalam hal ini para peternak sapi perah.
Untuk menjamin nasib mereka, Khilafah akan menerapkan politik dalam negeri dalam wujud penjagaan stabilitas harga susu. Jika ada susu impor di pasar dalam negeri, Khilafah harus memastikan keberadaannya tidak berdampak pada harga susu lokal. Jika ternyata berdampak pada harga susu lokal, Khilafah berwenang untuk membatasi kuota atau menghentikan impor susu tersebut.
Khilafah juga berperan menjamin pemberdayaan penuh sektor peternakan sapi perah di dalam negeri. Kawasan-kawasan yang potensial untuk membangun peternakan sapi perah akan diakomodasi dan difasilitasi dengan sebaik-baiknya, baik itu dari sisi lokasi geografis, modal usaha, ketersediaan pakan dan kesehatan ternak, beserta fasilitas pengolahan, penyimpanan, penyaluran, dan transportasinya.
Untuk mengelola stok susu, Khilafah akan membangun pusat-pusat industri pengolahan yang akan menyerap susu dari peternak, berikut jaminan infrastruktur untuk distribusinya, seperti pemenuhan standar rantai dingin. Jika stok susu berlebih (surplus), Khilafah bisa mengekspornya ke negeri lain. Kebijakan ekspor susu ini baru diambil saat kebutuhan rakyat di dalam negeri sudah tercukupi. Jika produksi susu di dalam negeri sedang defisit, Khilafah bisa melakukan impor, tetapi sifatnya sementara.
Pada saat yang sama, Khilafah akan lebih fokus untuk merevitalisasi sektor peternakan di dalam negeri sehingga mencegah ketergantungan pada impor. Sektor peternakan sapi perah di dalam negeri pun akan berkembang dan berdaya sehingga ketersediaan susu dapat diwujudkan dan kelangkaannya dapat dihindari. Para peternak sapi perah bisa sejahtera dan menikmati hasil jerih payahnya tanpa harus khawatir rugi akibat susu impor. Wallahua’lam bi shawab.