Wajah Suram Demokrasi, Mantan Napi Boleh Jadi Caleg

0
87

Oleh : Fifi Anggraini

Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan 15 mantan terpidana kasus korupsi yang masuk dalam Daftar Calon Sementara (DCS) bakal calon legislatif di tingkat DPR, DPRD dan DPD dari berbagai partai politik.

Ada 15 bakal calon legislatif (bacaleg) tersebut diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 19 Agustus 2023 lalu.

Menurut peneliti ICW, Kurnia Ramadhana membuktikan bahwa partai politik masih memberi karpet merah kepada mantan terpidana korupsi.

ICW menyayangkan sikap KPU yang terkesan menutupi karena tidak kunjung mengumumkan status hukum mereka.

Kurnia mengatakan ketiadaan pengumuman status terpidana korupsi dalam DCS tentu akan menyulitkan masyarakat untuk memberikan masukan terhadap DCS secara maksimal. Terlebih, informasi mengenai daftar riwayat hidup para bakal caleg juga tidak disampaikan dalam laman KPU. “Jika nanti akhirnya, para mantan terpidana korupsi tersebut lolos dan ditetapkan dalam Daftar Calon Tetap (DCT) tentu probabilitas masyarakat memilih calon yang bersih dan berintegritas akan semakin kecil,” kata Kurnia menegaskan, (Dikutip dari CNN Indonesia 25 Agustus 2023).

Menurut Kurnia, kondisi saat ini berbeda dengan yang terjadi di Pemilu 2019. KPU saat itu, tambahnya, justru sangat progresif karena mengumumkan daftar nama caleg yang berstatus sebagai mantan terpidana korupsi.

Artinya, langkah penyelenggara pemilu saat ini merupakan suatu kemunduran dan tidak memiliki komitmen antikorupsi dan semakin menunjukkan tidak adanya iktikad baik untuk menegakkan prinsip pelaksanaan pemilu yang terbuka dan akuntabel. “Hari ini partai politik sebagai pengusung bakal calon anggota legislatif (caleg) ternyata masih memberi karpet merah kepada mantan terpidana korupsi,” kata Kurnia dalam keterangan tertulis, Jumat (25/8/2023).

Seperti diketahui izin soal narapidana menjadi caleg tertuang dalam UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terutama di Pasal 240 Ayat 1 huruf g.

Dalam pasal tersebut, tidak ada larangan khusus bagi mantan narapidana kasus korupsi untuk mendaftar sebagai caleg DPR dan DPRD.

Jika mantan koruptor ingin mendaftar, hanya diwajibkan mengumumkan kepada publik terlebih dahulu bahwa dirinya pernah dihukum penjara dan telah selesai menjalani hukuman.

Sebagaimana bunyi Pasal 240 Ayat 1 huruf UU Pemilu : ”Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.”

Aturan tersebut mendapat reaksi dari para warganet. Mereka mempertanyakan kegunaan SKCK yang selama ini kerap menjadi salah satu syarat melamar pekerjaan.

SKCK biasanya digunakan perusahaan untuk mengecek jejak rekam pelamar. Pelamar yang pernah terlibat tindak kriminal biasanya akan ditolak dan tidak diterima di sebuah perusahaan atau tempat kerja

Ada beberapa bekas napi koruptor yang mencalonkan diri sebagai bacaleg . Dulu sempat ada larangan dari KPU, namun kemudian pada tahun 2018 MA membatalkan dengan alasan HAM. Kebolehan ini di satu sisi seolah menunjukkan tak ada lagi rakyat yang layak mengemban amanah.

Di sisi lain menunjukkan adanya kekuatan pemilik modal yang dimiliki oleh bacaleg tersebut mengingat untuk menjadi caleg membutuhkan modal yang sangat besar. Orang baik, tanpa dukungan modal tak mungkin dapat mencalonkan diri. Inilah wajah Suram demokrasi.

Kebolehan ini memunculkan kekhawatiran akan resiko terjadinya korupsi kembali mengingat sistem hukum di Indonesia tidak memberikan sanksi yang berefek jera, hukum bisa diperjual belikan dll.

Tak heran jika pemimpin negeri ini, pengurusan rakyat, tidak lain hanya pemimpin yg rakus kekuasaan dan keuntungan pribadi, pemimpin yg tidak amanah, tanpa memikirkan kesejahteraan rakyat. Bahkan hukum pun terasa runcing, hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

Pemimpin/pengurus urusan rakyat yang telah pernah terjerat korupsi maka apa yang akan menjamin dia tidak akan mengulangi perbuatan korupsinya, jika menyandang jabatan lagi.

Ditambah lagi hukum yang ada tidak memberikan efek yang jera, bahkan lebih parahnya mereka bisa merasakan kehidupan yang enak di dalam penjara, mendapatkan fasilitas yang mewah, hanya karena punya uang atau modal yang menjamin dia hidup sejahtera dalam penjara, inilah fakta hukum di sistem demokrasi ini.

Yang dipikiran pemimpin hari ini bukanlah lagi kesejahteraanteraan rakyat, tapi hanya keegoisan yang di kedepankan, keuntungan pribadi dan kepuasan hawa nafsu. Sehingga lahirlah pemimpin – pemimpin yang tidak amanah dan tidak bertanggung jawab.

Ini sangat berbeda dengan sistem islam, Dimana para pemimpin akan benar benar menjalankan amanahnya dengan rasa takwa.

Islam mensyaratkan wakil umat adalah orang yang beriman dan bertakwa, serta memuhi segala persyaratan yang ditentukan oleh sistem islam agar amanah menjalankan perannya sebagai penyambung lidah rakyat.

Sehingga wakil umat yang mengemban amanah ini akan bersih dari perbuatan korupsi dan perbuatan kotor lainnya yang bisa merugikan rakyat. Dan pemimpin dalam islam pun sebagai pelayan umat yang senantiasa mengurusi urusan rakyatnya.

Didalam diri mereka penuh dengan rasa takut terhadap Allah apabila melakukan kedzoliman terhadap rakyatnya, karena ia tahu tanggung jawab seorang pemimpin sangatlah besar, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin.” (Riwayat Muslim).

Hal inilah yang membuat Umar bin Abdul Aziz yang tak kuasa menahan tangisnya usai didapuk sebagai khalifah bagi kaum muslim.

Saat itu Umar bin Abdul Aziz diketahui sedang berada di dekat istrinya, Fatimah. Ketika ditanya mengapa ia menangis, Umar menjawab: “Ya Fatimah! Saya telah dijadikan penguasa atas kaum Muslimin dan orang asing dan saya memikirkan nasib kaum miskin yang sedang kelaparan, kaum tunawisma dan sengsara, kaum tertindas yang sedang mengalami cobaan berat, kaum tak dikenal dalam penjara, orang-orang tua renta yang patut diberi hormat, orang yang punya keluarga besar tetapi penghasilannya sedikit, serta orang-orang dalam keadaan serupa di negara-negara di dunia dan provinsi-provinsi yang jauh. Saya merasa bahwa Tuhanku akan bertanya tentang mereka pada Hari Kebangkitan dan saya takut bahwa pembelaan diri yang bagaimanapun tidak akan berguna bagi saya. Lalu saya menangis!”

Tentulah pemimpin ataupun wakil umat seperti ini akan hanya ada didapatkan di sistem islam bukan yang lain, maka sudah seharusnya kita memperjuangkan tegaknya kembali Islam, sebagai solusi dari segala persoalan umat.

Sebagaimana Bisyarah Rasulullah

“Akan datang kepada kalian masa kenabian, dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Kemudian, Allah akan menghapusnya, jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang kepada kalian, masa raja menggigit (raja yang dzalim), dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Lalu, Allah menghapusnya, jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang masa raja diktator (pemaksa); dan atas kehendak Allah masa itu akan datang; lalu Allah akan menghapusnya jika berkehendak menghapusnya. Kemudian, datanglah masa Khilafah ‘ala Minhaaj al-Nubuwwah (Khilafah yang berjalan di atas kenabian). Setelah itu, Beliau diam,” (HR. Imam Ahmad).

Allahualam Bishowab

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here