PCR Wajib Bagi Penerbangan Bukan Alasan Kesehatan

0
192

Oleh: Rismayana (Aktivitas Muslimah)

Saya sudah divaksin Covid-19, slogan yang dibuat Kemenkes untuk menyukseskan kampanye vaksin ternyata banyak diminati masyarakat. Ternyata banyaknya minat masyarakat mau divaksin bukan hanya faktor kesehatan saja. Masyarakat mau tidak mau vaksin karena ada keterpaksaan, karena di masa sekarang untuk melengkapi persyaratan administrasi diperlukan bukti surat vaksin.

Apakah ini sudah membuat rakyat tenang dengan sudah divaksin? Ternyata kebijakan ini tidak menjamin meloloskan rakyat dari kebijakan lainnya. Baru-baru ini pemerintah membuat kebijakan baru untuk transportasi penerbangan, dengan mensyaratkan wajib tes PCR bagi penumpang pesawat terbang.

Penerapan aturan wajib PCR bagi penumpang, ini disampaikan oleh juru bicara Kementrian Perhubungan (Kemenhub) Adita Irawati. Lebih lanjut ia menyampaikan maskapai yang sudah mendapat izin beroperasi membawa penumpang yang bermuatan 100 persen, harus mewajibkan setiap awak penumpang tes PCR. Lebih lanjut ia menyatakan peraturan ini akan dibuat secara detail melalui surat edaran (SE) dari pemerintah. Sebelumnya pemerintah telah mewajibkan penumpang pesawat terbang membawa hasil dari tes PCR (A2) negatif sebagai persyaratan penerbangan selama masa PPKM, yang tertuang dalam instruksi Mendagri Nomor 53 tahun 2021. (kompas.com, 21/10/2021).

Kebijakan ini tentu saja banyak menuai protes dan kritikan dari berbagai kalangan masyarakat. Protes keras ini juga disampaikan Kepala Ombudsman perwakilan dari provinsi Aceh, bapak Taqwaddin Husin. Beliau mengkritik kebijakan pemerintah tentang wajib tes PCR bagi penumpang pesawat terbang. Hal ini tentu sangat memberatkan ujar beliau, terlebih biaya untuk tes PCR saja hampir sama dengan biaya satu tiket pesawat. Lebih lanjut ia mengatakan apabila penumpang tidak mau ikut tes PCR maka dipastikan penumpang tidak boleh naik pesawat ujar beliau. (viva co.id, 24/10/2021).

Lagi-lagi ini kegagalan dari penguasa yang memakai sistem kapitalis sebagai ujung tombak perekonomiannya. Di mana peran negara hanya sebagai regulator saja, tanpa ada peran mutlak dalam menjalankan sistem ekonominya. Sehingga memudahkan segelintir elite pemilik modal untuk menjalankan bisnisnya, termasuk dalam hal ini adalah pengusaha penyedia alat-alat kesehatan (termasuk alat tes PCR). Inilah rusaknya sistem rezim kapitalis di mana negara lebih mementingkan sekelompok elite pemilik modal ketimbang memikirkan keselamatan rakyatnya.

Dalam syariat Islam pemimpin (Khalifah) dalam menjalankan kepemimpinannya akan mengutamakan keselamatan rakyatnya. Karena sejatinya para pemimpin (Khalifah) wajib mengurusi dan memperhatikan segala kebutuhan rakyat, termasuk dalam hal kesehatan. Rakyat tidak dibiarkan begitu dalam mencari tempat pelayanan kesehatan dan bahkan akan difasilitasi dengan biaya yang murah dan juga bisa digratiskan.

Dalam hal pelayanan kesehatan pemerintah (Khalifah) akan mengalokasikan pembiayaannya, yang mana dana itu diambil dari kas negara (Baitulmal). Dengan pembiayaan yang diambil dari kas negara (Baitulmal) Khalifah akan berusaha dengan segenap tenaga untuk melindungi dan menjaga rakyatnya dari segala wabah penyakit.

Dalam penanganan wabah penyakit, ini pernah terjadi dimasa kepemimpinan Khalifah Umar Bin Khathtab. Telah terjadi wabah penyakit yang sangat mengerikan, beliau langsung menjalankan sistem karantina total di wilayah yang terkena wabah (locdwon). Tidak biarkan akses keluar masuk di wilayah yang terkena wabah. Untuk memenuhi kebutuhan hidup rakyat yang terkena wabah penyakit, Khalifah akan menyuplai kebutuhan pokok yang diperlukan rakyatnya. Inilah keutamaan seorang pemimpin dalam Islam ia akan meriayah rakyat tanpa ada perbedaan. “Karena setiap manusia adalah pemimpin dan pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban.” (HR. Muslim).

Wallahualam bisawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here