Oleh : Ummu Umar
Ground breaking Pelabuhan Laut Dalam Tanjung Carat yang rencananya dilakukan pada akhir Desember 2021 lalu batal dilaksanakan. Salah satu kendala utamanya yang menghambat pembangunan pelabuhan itu adalah biaya yang diestimasi menelan anggaran Rp 2 triliun.
Menteri Perhubungan RI, Budi Karya Sumadi mengatakan, Pelabuhan Tanjung Carat menjadi fasilitas prasarana yang harus ada di Sumsel. Sebab, berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi wilayah.
“Kami sudah membawa proyek ini menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN). Finalisasi lahan juga sudah dilakukan. Tinggal pembangunannya saja,” ujar Menhub usai rapat di Griya Agung, Kamis (6/1/2022).
Untuk pembiayaan, lanjut Budi, pihaknya tengah melakukan upaya creative financing dengan melibatkan investor swasta, baik dalam dan luar negeri. “Mudah-mudahan dalam waktu dekat ada investor yang mau berinvestasi dalam pembangunan pelabuhan ini,” terangnya.
Sementara itu, Gubernur Sumsel, Herman Deru mengatakan, seluruh masalah prinsip administrasi mengenai pembangunan pelabuhan sudah selesai dikerjakan. “Mulai dari lahan, akses jalan menuju pelabuhan, kajian prinsip, desain dan kedalaman laut sudah memenuhi standar,” bebernya.
Namun tambah Deru, untuk memulai tahapan ground breaking, proses pendanaannya masih menunggu investor. “Persoalannya uang. Tadi seperti Pak Menteri bilang, sekarang sedang dicari investornya,” ungkapnya.
Herman Deru juga mengaku, pihaknya tidak ingin tergesa-gesa dalam melakukan proses groundbreaking. “Kita tidak mau tergesa-gesa. Kita pastikan dulu semuanya beres sehingga tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari,” tandasnya.
Alasan pembangunan pelabuhan international Tanjung Carat adalah karena lautnya lebih dalam dibandingkan pelabuhan di Tanjung Api-Api, kapal yang bersandar bobotnya mencapai 77.000 DWT (dead weight tonnage) dengan kedalaman laut sekitar 18 – 20 meter. Sementara pelabuhan di Tanjung Api-Api hanya mampu menyandarkan kapal berbobot 5.000 DWT. Selain itu, keberadaan pelabuhan berada di tengah atau mudah diakses dari pusat ekonomi Jakarta dan Singapura. Jarak antara Tanjung Carat dengan Singapura sekitar 420 kilometer dan jarak dengan Jakarta sekitar 450 kilometer. “Namun yang utama keberadaan Pelabuhan Tanjung Carat sangat dibutuhkan dari aktivitas KEK Tanjung Api-Api,” jelasnya.
Pertimbangan lainnya, keberadan Pelabuhan Boom Baru di Palembang sudah tidak layak lagi dan sulit dikembangkan. Sedimentasi Sungai Musi relatif tinggi sekitar 3 juta kubik per tahun, sehingga membutuhkan pemeliharaan yang sangat mahal. Pelayaran juga relatif dangkal, sangat tergantung pasang surut sehingga operasional hanya berjalan 6 jam sehari. Jarak ke ambang luar dari Palembang juga cukup jauh, sekitar 108 kilometer. Karena berada di wilayah permukiman, Pelabuhan Boom Baru sulit dikembangkan.
“Selain itu, pariwisata di Palembang tidak akan berkembang selama masih ada aktivitas pelabuhan dan industri di sepanjang Sungai Musi,” ujarnya. Maka kendala utama pembangunan pelabuhan Tanjung Carat tersebut adalah biaya diestimasi yang mencapai Rp 2 Triliun. Sehingga pembangunannya batal dilakukan.
Seperti yang sudah kita ketahui bahwa pembangunan dalam sistem kapitalisme berprinsip bahwa jika pembangunan infrastruktur terkendala pembiayaan, maka pemerintah akan menggandeng swasta (pengusaha) untuk mewujudkan pembangunan tersebut. Jika pengusaha lokal tidak mampu maka pemerintah akan menggandeng pengusaha asing ataupun pengusaha aseng. Pembangunan akan dipaksakan atas nama untuk kemajuan ekonomi walaupun negara harus berhutang atau menggadaikan sumber daya alam negeri ini. Bahkan sudah banyak fakta bahwa pembangunan infrastruktur tidak terlalu dibutuhkan oleh masyarakat lalu terbengkalai.
Dalam pandangan sistem kapitalisme, Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus diarahkan untuk memberikan kontribusi optimal dalam pencapaian 4 (empat) agenda prioritas nasional yang tertuang di Nawacita, yaitu:
1. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah – daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan;
2. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia;
Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional;
3. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor – sektor strategis ekonomi domestik
Adapun sasaran Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus adalah :
1. Meningkatkan penanaman modal melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategis;
2. Optimalisasi kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi;
3. Mempercepat perkembangan daerah melalui pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru untuk keseimbangan pembangunan antar wilayah; dan
4. Mewujudkan model terobosan pengembangan kawasan untuk pertumbuhan ekonomi, antara lain industri, pariwisata dan perdagangan sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan.
Namun jika kita melihat dampak pembangunan yang sudah dilakukan, tidak semua pembangunan itu mampu meningkatkan perekonomian masyarakat, ada juga yang menyebabkan masyarakat justru kehilangan pekerjaan ataupun mata pencaharian mereka, apalagi di daerah pinggiran pantai yang kebanyakan aktivitasnya adalah nelayan.
Dan justru yang mendapatkan peluang usaha adalah para pemilik modal besar misalnya pengusaha minimarket, sedangkan rakyat justru pindah ke kota menjadi pemulung, bisnis narkoba, mencuri, membegal, dan sebagainya.
Pembangunan dalam pandangan sistem Islam akan dilakukan berdasarkan kepentingan dan kemaslahatan masyarakat, bukan berdasarkan kepentingan individu, kelompok ataupun pengusaha. Jika pembangunan itu tidak dibutuhkan masyarakat luas, maka negara tidak akan melakukan pembangunan apalagi dengan cara ngutang.
Negara akan melakukan pembangunan infrastruktur yang sangat dibutuhkan masyarakat luas misalnya membangun jembatan yang putus akibat banjir atau longsor, membangun bendungan agar tidak banjir. Namun untuk mewujudkannya dibutuhkan negara yang bersandar kepada hukum Allah SWT dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, negara itulah yang disebut Khilafah. Wallahubissawab….