Amankah Tatap Muka di New Normal?

0
360

Oleh: Hj. Padliyati Siregar, ST

Rencana pembukaan sekolah untuk menyambut tahun ajaran baru 2020-2021 menimbulkan polemik di masyarakat. Sebagian pihak mendukung sekolah dibuka kembali, tetapi banyak pula yang menentangnya.

Sebelumnya, kegiatan belajar mengajar memang dilakukan di rumah selama pandemi Covid-19. Namun, menjelang normal baru di sejumlah wilayah, opsi membuka kembali sekolah menjadi perhatian.

Dunia pendidikan nasional seolah tertatih menghadapi normal baru. Keberagaman kondisi sekolah beserta siswa dan guru membuat penerapan normal baru tidak bisa disamaratakan. Banyak sekolah belum siap membuka kembali kegiatan belajar mengajar tatap muka secara fisik. Para guru masih kesulitan menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Bisa diibaratkan–menyongsong Tahun Ajaran Baru 2020/2021, dunia pendidikan dalam situasi dilema.

Tentu saja etiap keputusan yang akan diambil saat tahun ajaran baru pada pertengahan Juli 2020 memiliki konsekuensi. Jika melanjutkan pembelajaran jarak jauh seperti sekarang, pemerintah dituntut mengatasi keterbatasan jaringan internet di sebagian wilayah Indonesia. Jika sekolah dibuka untuk belajar tatap muka langsung, perlu disiapkan sarana dan penerapan protokol kesehatan yang ketat untuk menjaga warga sekolah dari penularan Covid-19.

Hingga saat ini, tampaknya rakyat masih harus bersabar menunggu keputusan pemerintah soal kebijakan sekolah di era new normal. Apakah jadi dibuka atau ditunda?

Dalam acara dengar pendapat dengan anggota DPR (20/5/2020), Mendikbud Nadiem Makarim sudah menyampaikan pendapatnya, bahwa pemerintah sedang menyiapkan skenario kebijakan membuka sekolah di era new normal pada Juli mendatang.

Pernyataan ini sontak menuai perdebatan. Banyak pihak yang menilai bahwa pemberlakuan new normal –khususnya di dunia pendidikan– sangat berbahaya dan terkesan menjadikan siswa didik dan para guru sebagai kelinci percobaan. Apalagi faktanya, situasi wabah belum benar-benar selesai dan kurva kasusnya pun tak kunjung melandai.

Pemerintah mewacanakan pada tahun ajaran baru 2020-2021 metode pembelajaran jarak jauh atau daring masih akan berlaku di daerah berstatus zona merah dan zona kuning terkait paparan Covid-19.

Daerah berstatus zona hijau diizinkan melakukan pembelajaran secara tatap muka. Namun, semuanya diserahkan kepada masing-masing daerah, apakah akan menerapkan pembelajaran tatap muka atau tidak.

“Zona merah dan zona kuning masih menerapkan pembelajaran online. Untuk pembukaan sekolah dan pembelajaran tatap muka di daerah yang berstatus zona hijau, nanti itu yang akan menentukan adalah gugus tugas” ujar Plt. Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Hamid Muhammad melalui video konferensi, Kamis (28/5/2020) lalu.

Untuk menggunakan metode pembelajaran tatap muka, masing-masing provinsi harus mendapat izin dari gugus tugas. Sementara untuk kalender pendidikan akan di serahkan kepada masing-masing provinsi.

Sebagian kepala daerah, memang ada yang sudah mengambil langkah tegas untuk.membuka sekolah di awal tahun 2021 nanti. Di antaranya Gubernur Jawa Barat, yang sudah menetapkan bahwa sekolah baru akan dibuka awal 2021.

Namun fakta di lapangan masih beragam. Akibat gagapnya pemerintah pusat dan daerah, sekolah lah yang dibuat bingung. Antara perihal jadwal masuk sekolah, di samping itu sekolah masih menunggu kepastian dari Dinas Pendidikan setempat.

Padahal, jika memang benar kebijakan masuk sekolah di tahun ajaran baru ini dipaksakan, yakni di pertengahan Juli maka akan semakin berpotensi tinggi pada peningkatan angka pasien positif Covid-19 dari kalangan anak-anak. Dengan kata lain, sekolah bisa menjadi klaster baru.

Kondisi wabah memang betul-betul membongkar kebobrokan sistem hidup yang sedang diterapkan, tak terkecuali sistem pendidikan. Jangankan saat terjadi wabah, saat normal saja, sistem pendidikan yang diterapkan memang tampak rapuh dan tak jelas arah.

Berbeda jauh dengan Islam. Islam mempunyai tujuan pendidikan. Tujuan Pendidikan adalah upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan sistematis dalam rangka membentuk manusia yang memiliki kepribadian Islam, menguasai pemikiran Islam dengan andal, menguasai ilmu-ilmu terapan dan memiliki keterampilan yang tepat guna dan berdaya guna.

Pendidikan dalam sistem Islam diposisikan dalam level yang sangat tinggi sebagaimana Islam menempatkan kedudukan ilmu dan orang yang berilmu pada level yang juga sangat tinggi.

Paradigma inilah yang mendorong negara yang menerapkan sistem Islam atau disebut khilafah, menempatkan sistem pendidikan sebagai salah satu pilar peradaban cemerlang yang harus mendapat perhatian serius oleh negara, baik dalam menjaga kemurnian visi, kurikulum, metode pembelajaran, hingga dukungan sarana dan prasarananya.

Fungsi Negara

Dalam Islam, negaralah yang berkewajiban untuk mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan yang diterapkan. Bukan hanya persoalan yang berkaitan dengan kurikulum, akreditasi sekolah/PT, metode pengajaran, dan bahan-bahan ajarnya, tetapi juga mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara mudah.

Rasulullah SAW bersabda:

«الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ»

“Seorang imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim). ***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here