Sistem Operasional dan Administrasi Islam adalah yang Terbaik

0
245

Oleh: Rita Hartati, S.Hum

Tepat pada tanggal 18 Juni 2020 lalu, Presiden Joko Widodo melakukan rapat kabinet tertutup. Jokowi memerintahkan jajaran kabinetnya untuk melakukan kerja ekstra dalam menangani Pandemi Virus Corona. Dan, video lalu disebarkan 10 hari kemudian.

Mungkin angin segar bagi masyarakat, karena dalam rapat tersebut Jokowi marah dan menganggap menteri belum punya sense of crisis dan bekerja seperti kondisi normal.

Demi kepentingan 267 juta rakyat Indonesia, Jokowi siap mempertaruhkan reputasi politiknya untuk membuat kebijakan Extraordinary. Mulai dari membuat Perpu, membubarkan lembaga hingga resufle kabinet.

Karena di saat masyarakat sedang membutuhkan banyak bantuan, termasuk simulus ekonomi keuangan dan sektor manufaktur yang merupakan industri padat karya perlu suntikan dana.

Namun sayang, uang yang dianggarkan untuk penangan wabah Covid-19 ini, yang berjumlah sekitar 75 triliun baru cair sebesar 1,53 %. Sehingga Jokowi juga menyinggung penyaluran bantuan sosial yang masih belum optimal 100 %.

Bahkan Sri Mulyani merinci bahwa kecilnya serapan anggaran karena Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), Indonesia sedang mengalami “musuh baru” permasalahan ini terjadi di level operasional dan proses administrasi.

Kekesalan presiden yang dipertontonkan kepada publik, disinyalir bentuk pencitraan semata. Namun sebenarnya, ini mengonfirmasi kepada masyaralat bahwa ketidakmampuan Pemerintah menangani wabah. Sebab buruknya kinerja pembantu tentu saja menjadi tanggung jawab pemimpin yang memberi arahan dan menunjuk mereka.

Sebagaimana diketahui saat pengukuhan Kabinet Indonesia maju, presiden menegaskan tak ada visi dan misi dalam kabinet ini selain visi dan misi presiden.

Hal ini tentu saja membawa konsekuensi dengan apa yang telah diucapkannya menjadi tanggung jawab penuh presiden tatkala dalam menjalankan visi dan misinya tidak sesuai dengan harapan.

Ini pula menunjukkan gambaran kinerja kabinet rezim oligarki, pejabat pemerintah yang dipilih tidak memiliki kapabilitas dalam menyelesaikan masalah masyarakat.

Hal ini sangat wajar sebab pejabat ini dipilih berdasarkan dorongan kepentingan partai yang sedang berkuasa, maka terjadilah bagi-bagi jatah atau kursi kekuasaan atas partai partai pemenang Pemilu.

Penguasa akhirnya bekerja bukan untuk melayani rakyat, tetapi melayani kepentingan partai politik dan ambisi kekuasaan. Termasuk mengamankan kepentingan para kapital yang telah memberikan sokongan dana saat proses pemilu.

Penanganan pandemi ataupun permasalahan akut lainnya yang menimpa negeri ini, tidak akan bisa diselesaikan selama masih menggunakan sistem kapitalis liberal sekuler. Karena selama landasan dalam pengambilan kebijakan bersumber dari akal manusi dan hawa nafsu. Yang diutamakan adalah Keuntungan para kapital.

Sungguh berbeda dengan sistem Islam, kebijakan shohih dan solusi hanya lahir dari pemimpin di bawah pemerintahan yang bersumber dari Allah SWT yang Maha Benar dan Maha Mengatur. Sistem pemerintahan ini adalah Khilafah. Seorang khalifah bertanggung jawab penuh mengurusi dan melayani seluruh urusan rakyat.

الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).

Kholifah akan mengangkat seorang pembantu (Muawin) yang memenuhi syarat – syarat syar’i. Yaitu laki-laki, Merdeka, baligh, berakal, mampu (profesional dalam bidangnya), amanah, adil. Mereka bertugas untuk memudahkan pelayanan dan kepengurusan kepada masyarakat. Namun kholifah tetap yang berwewenang mengontrol tugas – tugas muawin, agar ketercapaian kepengurusan kinerja di tengah masyarakat.

Selain itu juga dalam berbagai pelayanan yang dibutuhkan, terdapat departemen kemaslahatan umum yang mengurusnya. Khalifah mengangkat seorang direktur profesional untuk masing-masing kemaslahatan teraebut. Di antaranya departemen kewarganegaraan, transportasi, pendidikan, kesehatan, pertanian, ketenagakerjaan, dan sebagainya.

Selain dua hal di atas, Islam memiliki beberapa ciri khas yang menjamin kepengurusan terhadap masyarakat berjalan dengan baik. Di antaranya :
1) Administrasi yang mudah dan paktis.
2) Kecepatan dalam pelayaan dan transaksi
3) Kapabilitas para pegawai.
4) Sikap amanah dan tanggung jawab dengan landasan ketakwaan kepada Allah SWT.

Hanya dalam sistem khilafah, masyarakat akan merasakan bukti nyata secra operasianal dan administrasi yang terbaik dalam layanan pablik. ***
Wallau’lam ….

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here