Angka Baby Blues Tinggi, Bagaimana Mengatasi?

0
53

Oleh :Luluk Ummu Amira

Belakangan ini angka Baby Blues yang dialami oleh ibu pasca melahirkan mengalami peningkatan. Dalam penelitian Andrianti (2020) terungkap, 32 persen ibu hamil mengalami depresi dan 27 persen depresi pasca melahirkan. Selain itu, penelitian skala nasional menunjukkan 50-70 persen ibu di Indonesia mengalami gejala Baby Blues. Angka ini tertinggi ketiga di Asia.

Menurut Ketua komunitas Wanita Indonesia Keren dan psikolog Dra. Maria Ekowati ketika ditemui Detikcom di kawasan Jakarta Selatan,
ibu hamil dan menyusui menjadi salah satu kelompok masyarakat yang memiliki persentase gangguan kesehatan mental tinggi di Indonesia. Jika berlarut-larut dan tidak ditangani, kondisi ini bisa berujung depresi, (26/5/2023).

Dari fakta tersebut bisa kita lihat kenapa angka Baby Blues ini bisa tinggi dan apa penyebabnya. Kita ketahui bersama, bahwa Baby Blues merupakan masalah psikologis yang umum dialami oleh ibu setelah melahirkan. Kondisi ini menyebabkan ibu lebih emosional dan sensitif, seperti mudah sedih, cemas, lelah, lekas marah, sering menangis, kurang nafsu makan, sulit tidur, dan sulit konsentrasi.

Hal ini dipicu oleh beberapa faktor, bisa karena hormonal, sulit beradaptasi, kurang tidur, tidak mendapatkan asupan nutrisi yang cukup, dan ada riwayat gangguan mental sebelumnya. Tak ayal, banyak wanita yang rentan mengalaminya. Ditambah lagi, iklim kehidupan sekarang yang mudah untuk memicu ibu mengalami Baby Blues ini.

Iklim kehidupan dalam Sistem Kapitalis yang mana berorentasi pada materi, sehingga membuat pandangan seorang ibu mengatakan hidupnya sejahtera adalah ketika kebutuhan hidupnya mapan dan tercukupi. Jika kita melihat kondisi yang ada, persiapan untuk melahirkan pun sekarang membutuhkan biaya yang lumayan mahal, belum lagi untuk kebutuhan calon bayi yang akan lahir jelas akan banyak dana yang dikeluarkan. Hal ini juga berdampak pada mental ibu ketika akan menjalani proses persalinan yang mana membutuhkan biaya tambahan untuk kehidupan selanjutnya.

Sistem kapitalis ini telah membuat carut marut kehidupan khususnya masalah ekonomi. Di mana kebutuhan pokok harganya naik, pengangguran meningkat, sulitnya mencari kerja bagi laki-laki dan semua fasilitas publik pun berbayar.

Di lain sisi mental seorang ibu mudah goyah dan rapuh sebab pandangan hidup yang sekuler (memisahkan agama dari kehidupan). Tak jarang para ibu menjadi kering jiwanya lataran jauh dari nilai-nilai ruhiyah atau kedekatan dirinya dengan Allah Sang Pencipta. Pada saat terkena masalah dalam kehidupan rumah tangganya tak sedikit yang mengambil jalan pintas dengan bunuh diri akibat mengalami depresi.

Kenapa hal ini mudah terjadi? Ini karena seorang ibu tidak paham akan jalan hidupnya, serta tugas seorang hamba khususnya menjadi manusia mulia yang surga ada di telapak kakinya. Makanya, tidak heran jika angka Baby Blues meninggi akibat tekanan hidup di sistem kapitalis serta minimnya pondasi keimanan pada dirinya.

Selain itu, kerapuhan seorang ibu juga akibat tidak siapnya seorang perempuan menjadi ibu. Hal ini akibat minimnya pemahaman para calon ibu terkait ilmu keibuan. Hasil riset The Conversation, University of Queensland, dan Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health di Amerika Serikat pada 2022 menunjukkan bahwa 1 dari 20 remaja (5,5%) di Indonesia terdiagnosis memiliki gangguan mental. Artinya, sekitar 2,45 juta remaja di seluruh Indonesia termasuk dalam kelompok orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).

Sungguh, kompak sudah Kapitalis Sekuler ini telah melumpuhkan calon ibu yang mana digadang-gadang akan melahirkan generasi tangguh untuk peradaban. Jika melihat hasil riset saja banyak remaja yang mengalami gangguan kejiwaan atau ODGJ, sehingga sangat rentan sekali untuk depresi dan putus asa ketika tertimpa suatu problem. Apalagi problemnya sangat sistemis.

Kondisi Baby Blues tersebut jika dibiarkan akan menyebabkan kefatalan pada kehidupan manusia. Betapa tidak, jika ini diidap oleh banyak kaum ibu apa kira-kira yang terjadi? Tentunya keburukan dan kehancuran. Sebab, ibu memiliki peran penting bagi suatu peradaban yang mana akan melahirkan generasi penerus masa depan. Oleh karena itu, butuh solusi pasti untuk mengatasi fenomena Baby Blues ini. Solusi tersebut bisa ditemukan dalam Islam.

Dalam pandangan Islam, pertama ialah menyiapkan sistem pendidikan dan supporting system yang ini dalam kendali negara sebagai pembuat kebijakan. Kurikulum yang dipakai berlandaskan pada aturan Sang Pencipta yakni Allah SWT sesuai dengan fitrah manusia, sehingga setiap individu siap untuk menjadi hamba dan mengambil tugas mulia sebagai orang tua yang akan menjadi madrasah ula bagi anak-anaknya dan ini merupakan ibadah yang pahalanya luar biasa. Kemudian Memahamkan konsep akidah Islam secara kokoh, pandangan tentang apa tujuan hidup di dunia, untuk apa hidup, dan akan kembali ke mana setelah kehidupan berakhir. Juga mengukuhkan bahwa di dunia ini adalah tempatnya ujian di mana ujian sebagai tanda bahwa Allah mencintai hamba-Nya dan untuk menilai seorang hamba.

Selain kurikulum berbasis Islam tak kalah penting yakni suport system dari negara terkait sistem politik yang diadopsi yakni ekonomi Islam yang menyejahterakan. Untuk menghilangkan stress dan beratnya beban hidup negara menjamin kebutuhan pokok semua rakyatnya secara maksimal. Seperti halnya sandang, papan, pangan, sarana publik, kesehatan, dan pendidikan diberikan secara cuma-cuma atau dengan biaya ringan. Dengan demikian, semua lapisan masyarakat bisa menikmatinya tanpa harus dibeda-bedakan.

Negara juga menyedikan lapangan pekerjaan bagi kaum adam sehingga mampu untuk mencukupi keluarga. Dengan begitu kaum hawa atau ibu tak perlu susah payah ikut bekerja. Maka, tenaga dan pikirannya bisa fokus dalam meriayah anak-anaknya untuk tumbuh menjadi generasi salih dan tangguh.

Ditambah lagi untuk semakin menjaga kondisi lingkungan yang aman dari kemaksiatan, maka negara memberikan proteksi atau kontrol masyarakat agar saling mengingatkan untuk tidak melanggar hukum Syara’, sehingga tercipta suasana yang kondusif. Tidak ada penculikan, pelecehan seksual, dan lainya sehingga masyarakat merasa aman.

Sebagaimana pada zaman Rasulullah Saw banyak ibu hebat yang mencetak generasi emas. Sebut saja yang pertama, Usamah bin Zaid anak muda yang masih berumur 18 tahun sudah memimpin pasukan atau menjadi panglima perang. Pasukan yang dipimpin itu bukan orang sembarangan. Ada Abu Bakar dan Umar bin Khatab. Keduanya dipimpin sosok anak muda berusia 18 tahun melawan pasukan terkuat saat itu, yaitu pasukan Romawi.

Di balik sosok pemuda 18 tahun itu, ada seorang ibu yang patut dibanggakan, karena telah mencetak seorang Usamah bin Zaid yang mandiri secara spiritual, ekonomi, dan keterampilan berkat kecerdasan serta ketegasannya. Dia adalah Umu Aiman, ibunda Usamah bin Zaid.

Kemudian ada juga ibundanya Zaid. Ibundanya adalah sosok yang cerdas, anti ghibah. Ketika itu ibundanya Zaid sedang berada dalam majelis, tetapi ada yang bergibah, maka ibunda Zaid langsung meninggalkan majelis itu.

Tak kalah hebat seperti ibundanya Imam Syafii dan Imam Ahmad. Meski kedua orang tua mereka single parent, tapi mereka sukses mendidik anak-anaknya.

Dari sini kita bisa melihat bahwa ibu hebat akan muncul di mana support system dari negara berjalan optimal serta senantiasa menjadikan Al Qur’an dan As-sunah menjadi pedoman hidup baik dalam ranah pribadi maupun bernegara. Sehingga akan lahir generasi hebat dari ibu yang hebat pula, hal ini akan terwujud dengan penerapan syariat Islam secara kaffah. Waalahualam bisshawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here